Militer Kenya tengah dalam perjalanan untuk menangani serangan di Universitas Garissa. Gambar diambil 2 April 2015 siang saat diketahui baru 14 orang yang tewas. (Reuters TV)☠
Pakaian bersih usai dicuci masih menggantung Jumat (3/4) di balai pertemuan Universitas Garissa, Kenya. Di sisi dinding lain, terpampang poster sebuah doa yang biasa diucapkan seorang Muslim.
Potret kecil itu mengingatkan kehidupan di sebuah universitas orang-orang Kenya yang berubah menjadi horor; pembantaian setidaknya 147 orang, yang kebanyakan di antaranya adalah pelajar yang tinggal di gedung tersebut.
Jumat siang, 36 jam setelah serangan, investigasi dilakukan oleh palang merah Kenya. Jasad diangkat dan diperlakukan selayaknya manusia termasuk empat jasad penyerang Al-Shabaab -- mengenakan balaclava hitam dan masih memegang AK-47 -- di tempat mereka diangkat dengan tubuh dicocoki puluhan peluru.
Investigator pemerintah menandai lokasi dari jasad-jasad para pelajar dan memberikannya nomor-nomor untuk memudahkan investigasi. Mereka, para pelajar akan diserahkan dengan memanggil angka-angka yang menandai tubuhnya, meski mereka memiliki nama.
Terkadang, telepon genggam berbunyi tanpa ada satupun yang menjawabnya, membuat para petugas sesekali terdiam menunggui telepon itu berhenti berdering di antara tubuh-tubuh tak bernyawa. Tembok-tembok berlubang oleh peluru, lantai penuh darah dan sudah mengental ibarat lumpur.
Berdasarkan keterangan otoritas keamanan setempat, penyerang masuk kampus jam 05.00 pagi, Kamis, teroris dari Al-Shabaab itu pertama kali menyerang.
Salah satu pelajar, Hellen Titus, kepada CNN menceritakan satu jam sebelum penyerangan saat ia tengah berganti pakaian dan mendekatinya. Membawa AK-47 teroris itu meminta Hellen keluar kamar.
"Tiarap disana," ingat Hellen. Pria bersenjata itu ternyata telah mengumpulkan setidaknya tiga lusin pelajar di ruang komunitas kampus yang biasa digunakan untuk berkumpul dan menonton TV. Mereka meminta semua yang berkumpul tiarap dan memberikan ceramah bagaimana Al-Quran memperbolehkan mereka membunuh perempuan, dan kemudian seorang pria bersenjata langsung menembak kepala seorang murid, dan yang lainnya mengikuti.
"Tembak mereka! tembak mereka!" kata Titus berdasarkan apa yang ia dengar dan lihat. Ceramah berlanjut jika mereka tidak memberikan ampun kepada mereka yang tidak percaya Tuhan. Kami, kata pria bersenjata itu, hanya mengatakan dua misi; bunuh atau dibunuh. Lalu mereka mulai menembaki pelajar.
"Siapapun yang masih bernafas tembak mereka. Kami hanya akan ada disini tanpa harapan, karena kita tahu kita akan segera mati," ujar Titus.
Tak lama kemudian ia melihat darah mengalir ke arahnya perlahan di atas lantai saat Titus masih tiarap dan menahan ketakutan luar biasa. Ia membalurkan darah itu keseluruh tubuhnya dan menyeliap diantara tubuh-tubuh yang sudah tidak bernyawa dan banyak di antaranya adalah kawan Titus.
"Suatu ketika mereka mengira telah membunuh semua yang ada di ruangan itu." Titus selamat hanya dengan luka di tangannya.
Kebanyakan dari pelajar ditembak di belakang kepala, menurut petugas medis kepada CNN. Yang lainnya ditembak tepat di depan kepala dan wajah mereka. Bahkan, meski telah bekerja lama sebagai komite penyelamatan internasional, Reuben Nyaora mengatakan ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Saya telah melihat banyak hal," kata Reuben, "tapi tidak yang seperti ini." (pit)
Pakaian bersih usai dicuci masih menggantung Jumat (3/4) di balai pertemuan Universitas Garissa, Kenya. Di sisi dinding lain, terpampang poster sebuah doa yang biasa diucapkan seorang Muslim.
Potret kecil itu mengingatkan kehidupan di sebuah universitas orang-orang Kenya yang berubah menjadi horor; pembantaian setidaknya 147 orang, yang kebanyakan di antaranya adalah pelajar yang tinggal di gedung tersebut.
Jumat siang, 36 jam setelah serangan, investigasi dilakukan oleh palang merah Kenya. Jasad diangkat dan diperlakukan selayaknya manusia termasuk empat jasad penyerang Al-Shabaab -- mengenakan balaclava hitam dan masih memegang AK-47 -- di tempat mereka diangkat dengan tubuh dicocoki puluhan peluru.
Investigator pemerintah menandai lokasi dari jasad-jasad para pelajar dan memberikannya nomor-nomor untuk memudahkan investigasi. Mereka, para pelajar akan diserahkan dengan memanggil angka-angka yang menandai tubuhnya, meski mereka memiliki nama.
Terkadang, telepon genggam berbunyi tanpa ada satupun yang menjawabnya, membuat para petugas sesekali terdiam menunggui telepon itu berhenti berdering di antara tubuh-tubuh tak bernyawa. Tembok-tembok berlubang oleh peluru, lantai penuh darah dan sudah mengental ibarat lumpur.
Berdasarkan keterangan otoritas keamanan setempat, penyerang masuk kampus jam 05.00 pagi, Kamis, teroris dari Al-Shabaab itu pertama kali menyerang.
Salah satu pelajar, Hellen Titus, kepada CNN menceritakan satu jam sebelum penyerangan saat ia tengah berganti pakaian dan mendekatinya. Membawa AK-47 teroris itu meminta Hellen keluar kamar.
"Tiarap disana," ingat Hellen. Pria bersenjata itu ternyata telah mengumpulkan setidaknya tiga lusin pelajar di ruang komunitas kampus yang biasa digunakan untuk berkumpul dan menonton TV. Mereka meminta semua yang berkumpul tiarap dan memberikan ceramah bagaimana Al-Quran memperbolehkan mereka membunuh perempuan, dan kemudian seorang pria bersenjata langsung menembak kepala seorang murid, dan yang lainnya mengikuti.
"Tembak mereka! tembak mereka!" kata Titus berdasarkan apa yang ia dengar dan lihat. Ceramah berlanjut jika mereka tidak memberikan ampun kepada mereka yang tidak percaya Tuhan. Kami, kata pria bersenjata itu, hanya mengatakan dua misi; bunuh atau dibunuh. Lalu mereka mulai menembaki pelajar.
"Siapapun yang masih bernafas tembak mereka. Kami hanya akan ada disini tanpa harapan, karena kita tahu kita akan segera mati," ujar Titus.
Tak lama kemudian ia melihat darah mengalir ke arahnya perlahan di atas lantai saat Titus masih tiarap dan menahan ketakutan luar biasa. Ia membalurkan darah itu keseluruh tubuhnya dan menyeliap diantara tubuh-tubuh yang sudah tidak bernyawa dan banyak di antaranya adalah kawan Titus.
"Suatu ketika mereka mengira telah membunuh semua yang ada di ruangan itu." Titus selamat hanya dengan luka di tangannya.
Kebanyakan dari pelajar ditembak di belakang kepala, menurut petugas medis kepada CNN. Yang lainnya ditembak tepat di depan kepala dan wajah mereka. Bahkan, meski telah bekerja lama sebagai komite penyelamatan internasional, Reuben Nyaora mengatakan ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Saya telah melihat banyak hal," kata Reuben, "tapi tidak yang seperti ini." (pit)
☠ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.