Pemerintah Indonesia seharusnya membangun sebuah sistem yang canggih untuk memberantas praktik illegal fishing atau pencurian ikan. Saat ini sistem kontrol gerak kapal tangkap ikan di wilayah laut Indonesia masih dilakukan secara sederhana melalui alat yang dinamakan Vessel Monitoring System (VMS).
Penggunaan alat VMS diwajibkan bagi kapal berkapasitas di bawah 30 Gross Ton (GT). Sementara bagi kapal di atas 300 GT diwajibkan memasang peralatan AIS atau Automatic Identification System. Sayangnya kedua peralatan ini masih bersifat manual dan mudah dimatikan oleh nakhoda kapal.
Kasubid Pengelolaan Sistem dan IT Badan Keamanan Laut (Bakamla) Letkol Maritim Arief Meidyanto mengungkapkan pemerintah Indonesia harus mengembangkan teknologi modern untuk sistem operasional kapal tangkap ikan di dalam negeri.
"Kita belum memiliki apa yang dinamakan satelit radar. Untuk memperkuat IT Bakamla, kita butuh itu. Selain itu kita butuh yang namanya radar OTH (Over The Horizon)," kata Arief saat ditemui di Gedung Mina Bahari III, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (30/03/2015).
Radar OTH mampu mendeteksi keberadaan seluruh jenis kapal yang beroperasi di laut. Teknologi ini bahkan sudah digunakan negara-negara maju, namun harga radar OTH cukup mahal.
"Rusia, Inggris, Amerika Serikat, Italia hingga Australia mereka sudah punya. Negara-negara di ASEAN belum punya," katanya.
Alat ini tentu mempermudah petugas pengawas laut dalam mengawasi gerak-gerik kapal di laut. Selain alat ini, sebuah software canggih Google Monitoring System yang dibuat produsen asal AS Google juga diperlukan pemerintah untuk memberantas illegal fishing. Hal ini yang akan dicoba Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
"Mereka lupa kita bisa melihat yang tidak bisa dilihat AIS yang tidak bisa dilihat VMS. Teknologi sudah luar biasa apa yang terjadi di Indonesia itu dilihat oleh dunia, tidak ada hal yang bisa kita sembunyikan lagi. Google saat ini sedang membuat satu software yang sangat luar biasa dan mereka sudah monitor seluruh pergerakan apapun yang di laut, baik itu pakai VMS atau tidak," jelas Susi.(wij/hen)
Penggunaan alat VMS diwajibkan bagi kapal berkapasitas di bawah 30 Gross Ton (GT). Sementara bagi kapal di atas 300 GT diwajibkan memasang peralatan AIS atau Automatic Identification System. Sayangnya kedua peralatan ini masih bersifat manual dan mudah dimatikan oleh nakhoda kapal.
Kasubid Pengelolaan Sistem dan IT Badan Keamanan Laut (Bakamla) Letkol Maritim Arief Meidyanto mengungkapkan pemerintah Indonesia harus mengembangkan teknologi modern untuk sistem operasional kapal tangkap ikan di dalam negeri.
"Kita belum memiliki apa yang dinamakan satelit radar. Untuk memperkuat IT Bakamla, kita butuh itu. Selain itu kita butuh yang namanya radar OTH (Over The Horizon)," kata Arief saat ditemui di Gedung Mina Bahari III, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (30/03/2015).
Radar OTH mampu mendeteksi keberadaan seluruh jenis kapal yang beroperasi di laut. Teknologi ini bahkan sudah digunakan negara-negara maju, namun harga radar OTH cukup mahal.
"Rusia, Inggris, Amerika Serikat, Italia hingga Australia mereka sudah punya. Negara-negara di ASEAN belum punya," katanya.
Alat ini tentu mempermudah petugas pengawas laut dalam mengawasi gerak-gerik kapal di laut. Selain alat ini, sebuah software canggih Google Monitoring System yang dibuat produsen asal AS Google juga diperlukan pemerintah untuk memberantas illegal fishing. Hal ini yang akan dicoba Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
"Mereka lupa kita bisa melihat yang tidak bisa dilihat AIS yang tidak bisa dilihat VMS. Teknologi sudah luar biasa apa yang terjadi di Indonesia itu dilihat oleh dunia, tidak ada hal yang bisa kita sembunyikan lagi. Google saat ini sedang membuat satu software yang sangat luar biasa dan mereka sudah monitor seluruh pergerakan apapun yang di laut, baik itu pakai VMS atau tidak," jelas Susi.(wij/hen)
♘ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.