⍟ Butuh Perencanaan Panjang FREMM Bergamini class, bila terwujud 6 unit akan bertahap berdatangan pada tahun 2023 kedepan [RID]
Peneliti Senior Centre for Strategic dan International Studies (CSIS) Evan Laksmana menyebut, pembelian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) membutuhkan rencana panjang dan tidak bisa dilakukan secara instan. Dia menganalogikannya dengan membeli mobil, jika dalam waktu singkat sudah bisa dikirim.
Menurutnya, itu lah yang mengakibatkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) membuat Rancangan Perpres tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) untuk 20 Tahun.
"Beli senjata kan memang bukan kayak beli mobil ya, kita teken kontrak hari ini, besok datang. Untuk kita beli senjata dan Alutsista butuh perencanaan jangka panjang yang bukan cuma satu, dua, atau tiga tahun, bahkan bisa sampai 20 tahun. Makanya ada angka Rp 1.760 T itu kan bukan untuk langsung beli sekaligus bulan depan," katanya melanjutkan.
Selain itu, Evan menilai nominal ribuan triliun yang didapat 0,8 persen dari produk domestik bruto atau GDP jika ditelaah masih tergolong kecil. Dia pun membandingkan negara Benua Asia lain seperti Tiongkok, India, dan Jepang.
"Mereka dua atau tiga kali lipat dari biaya tersebut selama 5 sampai 10 tahun terakhir. Jadi dalam konteks memperkuat Alutsista memang yang sudah adalah segala sesuatu itu harus jangka panjang," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, dalam draf Rancangan Perpres tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kemhan dan TNI 2020-2024 yang beredar di kalangan awak media, kebutuhan anggaran Alpalhankam untuk Renstra 2020-2044 mencapai USD 124 miliar. Rencana skema pendanaan disebutkan berasal dari pinjaman luar negeri. (maf)
Kontrak Pembelian Alutsista Bertahap
Rafale diberitakan akan di akuisisi sebanyak 36 unit [Dassault]
Perjanjian kerja sama pengadaan alat utama sistem persenjataan (aslutsista) oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan dua produsen asal Italia serta Prancis baru tahap awal.
Oleh karena itu, masih terlalu dini untuk menilai pembelian kapal dan pesawat itu pasti terjadi. "Itu baru kontrak awal (preamble contract). Jadi, kemudian kontrak itu juga belum berlaku (coming into force), jadi kontrak itu klausulnya belum berlaku sekarang," kata pengamat industri pertahanan Alman Helvas saat dihubungi wartawan Minggu (13/6/2021).
Kesepakatan awal itu dinilainya juga belum bisa dieksekusi hingga tanggal kesepakatan berlaku efektif (effective date of contract). Pada fase ini, pihak pembeli harus sudah membayar uang muka, kemudian alutsista yang dipesan mulai diproduksi.
Dalam kesepakatan tentu ada syarat. Oleh karena itu, kata Alman, bisa saja kesepakatan tidak diteruskan jika ada pihak yang tidak memenuhi syarat. "Nah, dari tahap yang sekarang, kesepakatan sudah ditandatangani tetapi belum berlaku, sampai effective date of contract itu masih panjang," tandasnya.
Untuk itu, Alman menyebut kesepakatan awal pengadaan alutsista antara Indonesia dan produsen alutsista asal Italia dan Prancis tidak perlu diributkan. Terlebih, Kemhan masih harus membahasnya bersama instansi terkait.
"Keputusan terakhir bukan di Kemhan karena untuk keuangannya ada di Kementerian Keuangan. Kan, kontrak kalau enggak ada uangnya juga enggak bisa jalan. Jadi, kuncinya ini ada di Kementerian Keuangan," katanya.
Jika Kementerian Keuangan setuju anggarannya, kemudian nanti anggaran disiapkan, kontrak baru bisa efektif. "Tapi kalau Kementerian Keuangan tidak setuju dengan anggarannya, ya, kontraknya bisa enggak efektif," lanjutnya.
Tidak hanya terkait Kemenkeu, kata dia, Kemhan pun harus membahas pengadaan ini bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Sebelumnya, dalam kanal YouTube Deddy Corbuzier, Menteri Pertahanan Prabowo menerangkan bahwa kontrak pembelian alutsista ada beberapa tahap sebelum kontrak itu efektif “Ada kontrak awal, habis itu ada kondisi-kondisi yang harus dipenuhi, kondisi keuangan dan lain-lain sampai akhirnya kontrak itu efektif,” ujar Prabowo.
Prabowo mengatakan bahwa untuk meminimalisasi praktik korupsi, dia akan melibatkan instansi terkait untuk mengevaluasi kontrak-kontrak yang ada sebelum akhirnya efektif.
Instansi yang akan dilibatkan adalah Kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Baru-baru ini, perusahaan produsen kapal perang asal Italia merilis informasi bahwa Indonesia menyepakati pengadaan delapan unit kapal perang fregat kelas FREMM dan kelas Maestrale dari Italia melalui kontrak kerja sama. Namun, kesepakatan tersebut belum efektif. (dam)
Peneliti Senior Centre for Strategic dan International Studies (CSIS) Evan Laksmana menyebut, pembelian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) membutuhkan rencana panjang dan tidak bisa dilakukan secara instan. Dia menganalogikannya dengan membeli mobil, jika dalam waktu singkat sudah bisa dikirim.
Menurutnya, itu lah yang mengakibatkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) membuat Rancangan Perpres tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) untuk 20 Tahun.
"Beli senjata kan memang bukan kayak beli mobil ya, kita teken kontrak hari ini, besok datang. Untuk kita beli senjata dan Alutsista butuh perencanaan jangka panjang yang bukan cuma satu, dua, atau tiga tahun, bahkan bisa sampai 20 tahun. Makanya ada angka Rp 1.760 T itu kan bukan untuk langsung beli sekaligus bulan depan," katanya melanjutkan.
Selain itu, Evan menilai nominal ribuan triliun yang didapat 0,8 persen dari produk domestik bruto atau GDP jika ditelaah masih tergolong kecil. Dia pun membandingkan negara Benua Asia lain seperti Tiongkok, India, dan Jepang.
"Mereka dua atau tiga kali lipat dari biaya tersebut selama 5 sampai 10 tahun terakhir. Jadi dalam konteks memperkuat Alutsista memang yang sudah adalah segala sesuatu itu harus jangka panjang," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, dalam draf Rancangan Perpres tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kemhan dan TNI 2020-2024 yang beredar di kalangan awak media, kebutuhan anggaran Alpalhankam untuk Renstra 2020-2044 mencapai USD 124 miliar. Rencana skema pendanaan disebutkan berasal dari pinjaman luar negeri. (maf)
Kontrak Pembelian Alutsista Bertahap
Rafale diberitakan akan di akuisisi sebanyak 36 unit [Dassault]
Perjanjian kerja sama pengadaan alat utama sistem persenjataan (aslutsista) oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan dua produsen asal Italia serta Prancis baru tahap awal.
Oleh karena itu, masih terlalu dini untuk menilai pembelian kapal dan pesawat itu pasti terjadi. "Itu baru kontrak awal (preamble contract). Jadi, kemudian kontrak itu juga belum berlaku (coming into force), jadi kontrak itu klausulnya belum berlaku sekarang," kata pengamat industri pertahanan Alman Helvas saat dihubungi wartawan Minggu (13/6/2021).
Kesepakatan awal itu dinilainya juga belum bisa dieksekusi hingga tanggal kesepakatan berlaku efektif (effective date of contract). Pada fase ini, pihak pembeli harus sudah membayar uang muka, kemudian alutsista yang dipesan mulai diproduksi.
Dalam kesepakatan tentu ada syarat. Oleh karena itu, kata Alman, bisa saja kesepakatan tidak diteruskan jika ada pihak yang tidak memenuhi syarat. "Nah, dari tahap yang sekarang, kesepakatan sudah ditandatangani tetapi belum berlaku, sampai effective date of contract itu masih panjang," tandasnya.
Untuk itu, Alman menyebut kesepakatan awal pengadaan alutsista antara Indonesia dan produsen alutsista asal Italia dan Prancis tidak perlu diributkan. Terlebih, Kemhan masih harus membahasnya bersama instansi terkait.
"Keputusan terakhir bukan di Kemhan karena untuk keuangannya ada di Kementerian Keuangan. Kan, kontrak kalau enggak ada uangnya juga enggak bisa jalan. Jadi, kuncinya ini ada di Kementerian Keuangan," katanya.
Jika Kementerian Keuangan setuju anggarannya, kemudian nanti anggaran disiapkan, kontrak baru bisa efektif. "Tapi kalau Kementerian Keuangan tidak setuju dengan anggarannya, ya, kontraknya bisa enggak efektif," lanjutnya.
Tidak hanya terkait Kemenkeu, kata dia, Kemhan pun harus membahas pengadaan ini bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Sebelumnya, dalam kanal YouTube Deddy Corbuzier, Menteri Pertahanan Prabowo menerangkan bahwa kontrak pembelian alutsista ada beberapa tahap sebelum kontrak itu efektif “Ada kontrak awal, habis itu ada kondisi-kondisi yang harus dipenuhi, kondisi keuangan dan lain-lain sampai akhirnya kontrak itu efektif,” ujar Prabowo.
Prabowo mengatakan bahwa untuk meminimalisasi praktik korupsi, dia akan melibatkan instansi terkait untuk mengevaluasi kontrak-kontrak yang ada sebelum akhirnya efektif.
Instansi yang akan dilibatkan adalah Kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Baru-baru ini, perusahaan produsen kapal perang asal Italia merilis informasi bahwa Indonesia menyepakati pengadaan delapan unit kapal perang fregat kelas FREMM dan kelas Maestrale dari Italia melalui kontrak kerja sama. Namun, kesepakatan tersebut belum efektif. (dam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.