⚓️ Meningkatkan kapabilitas pertahanan Ahmad Yani class [TNI AL]
Indonesia memborong delapan unit kapal fregat dari Italia? Sejauh ini belum ada konfirmasi resmi dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengenai belanja alusista besar-besaran tersebut.
Namun, dari sisi kebutuhan, TNI memang membutuhkan dukungan alusista gahar dan canggih demi mengamankan kedaulatan negarai di wilayah laut.
Pembelian kapal perang yang terdiri dari enam fregat kelas FREMM dan dua fregat bekas kelas maestrale tersebut bukan hanya akan menghadirkan daya tangkal yang mumpuni di tengah konflik di laut China Selatan (LCS), tetapi juga meningkatkan kapabilitas sekaligus mewujudkan TNI AL sebagai kekuatan kelas dunia. Walaupun TNI AL menempati posisi 10 besar dunia versi Global Fire Power, sejatinya dukungan kekuatan masih masih jomplang bila dibanding dengan tanggung jawab yang diembannya.
Sebagai informasi, sebagai salah satu negara dengan wilayah laut terluas –70% wilayah terdiri dari laut, memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, dan memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 3,1 km2 yang menambah luas wilayah laut Indonesia menjadi 5,8 juta km2- kekuatan armada laut masih jauh dari mencukupi.
Sejauh ini, TNI hanya memiliki 8 kapal fregat, yang terdiri dari kelas Ahmad Yani dan kelas Martadinata. Dari 8 kapal yang masih beroperasi tersebut, yang benar-benar baru hanya 2 kelas Martadinata yang merupakan fregat jenis PKR10514 SIGMA. Sisanya sudah bersiap memasuki masa pensiun dan rencananya secara bertahap akan diganti dengan fregat kelas Iver Huitfeldt.
Martadinata Class {TNI AL]
Lainnya adalah 25 kapal jenis korvet yang terdiri dari kelas Bung Tomo, kelas Sigma, kelas Fatahilah, dan Parchim. Ada juga belasan kapal cepat rudal kelas Clurit, kelas Mandau, dan Sampari; serta 50 lebih kapal patroli; dan berbagai jenis kapal pendukung lainnya. Kekuatan laut Indonesia kian berkurang setelah satu dari lima kapal selam-yakni kapal selam Nanggala, mengalami musibah di laut Bali beberapa waktu lalu.
Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LESPERSSI) Beni Sukadis dan pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mendukung keputusan pemerintah memborong frigat kelas berat. Beni, misalnya, menyeb ut pembelian fregat FREMM sudah tepat karena sesuai target modernisasi alutsista sekaligus meningkatkan kapabilitas pertahanan dalam menjaga kedaulatan maritim yang luasnya mencapai dua pertiga dari total teritorial Indonesia.
“Pembelian fregat Italia sudah tepat karena ini bisa memenuhi target modernisasi alutsista sekaligus meningkatkan kapabilitas pertahanan RI dalam menjaga kedaulatan di wilayah maritim yang sangat luas ini yakni melingkupi dua pertiga wilayah Indonesia,” tutur Beni kepada Koran SINDO, kemarin.
Dia menjelaskan, pengadaan alutsista saat ini sejalan dengan fokus pemerintah Indonesia untuk memenuhi agenda Minimum Essential Force (MEF) 2020-2024. Hal ini merupakan pekerjaan rumah yang penuh tantangan karena pengadaan alutsista di era pendahulu Prabowo (MEF 2015-2019) tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Bung Tomo class [wikimedia]
Beni menilai fregat FREMM dari Fincantieri sangat canggih dengan panjang 140 meter dan lebar 20 meter. Kapal tersebut dilengkapi dengan senjata misil, torpedo, peralatan peperangan anti kapal selam (anti-submarine warfare ASW system), sonar, alat deteksi kapal permukaan dan lainnya. Dia bahkan menandaskan fregat FREMM lebih canggih dari kelas sama yang dibuat negara lain, termasuk Belanda.
“Fregat FREMM Fincantieri lebih canggih karena memiliki kemampuan setingkat kapal destroyer dengan kemampuan tempur laut dan juga sistem anti kapal selamnya yang belapis dan bisa mengangkut helikoper untuk operasi SAR dan operasi anti kapal selam juga. Dibanding yang Belanda, jelas fregat ini sangat canggih,” terang dia.
Beni menjelaskan, untuk menghadapi pelanggaran wilayah lautan di Indonesia oleh kapal asing, kapal fregat FREMM yang canggih ini merupakan pilihan tepat dan bisa menjadi deterrent bagi pihak asing yang mencoba melanggar wilayah maritim Indonesia.
Di sisi lain Beni juga melihat pembelian fregat ini erat juga dikaitkan sebagai bentuk antisipasi terhadap kelanjutan eskalasi Laut Cina Selatan, terutama di sekitar Kepulauan Natuna.
Menurut Beni, dengan adanya ancaman aktual di wilayah Natuna Utara dan wilayah lainnya terutama ancaman pencurian ikan oleh kapal asing, pelanggaran wilayah oleh peralatan asing (seaglider) dan kapal asing, penyelundupan narkoba, penyelundupan orang, serta juga pembajakan kapal dan penculikan ABK Indonesia di laut Sulu, maka kapal Fregat multi misi ini sudah sangat tepat.
Diponegoro class [TNI AL]
“Karena karakter ancaman non tradisional lintas negara (non traditional threats) seperti diatas harus dihadapi dengan kapal yang mumpuni dan tentunya memiliki peralatan deteksi dini dan pengawasan canggih justru bisa menjadi andalan utama kita. Kemudian, ancaman potensial yaitu kemungkinan pecah konflik akibat perseteruan geopolitik antara AS dan China di LCS, tentu menjadi perhitungan Indonesia dalam melakukan pengadaan alutsista.
Dia menandaskan, kendati Indonesia tidak berpihak pada kedua negara tersebut, namun spillover konflik di wilayah Natuna Utara atau LCS jelas bisa mengganggu stabilitas keamanan wilayah, serta sekaligus mengganggu jalur dagang (ekonomi) dan investasi seperti minyak dan gas (migas) di sekitar Natuna.
’’Pembelian fregat tersebut sebagai solusi tepat dalam pengetatan penjagaan di wilayah perairan Indonesia. Selain itu, tambahan armada tersebut dapat berdampak psikologis sekaligus sebagai peringatan kepada negara lain yang ingin memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, termasuk antisipasi ‘psywar’ atas klaim China terhadap Natuna,’’ tegas dia.
Dia lantas menuturkan, bila dilihat dari sisi anggaran, rencana pengadaan alutsista difokuskan pada TNI AL dan TNI AU. Di matra laut (AL), pengadaan berfokus pada kapal kombatan permukaan, kapal selam dan pesawat udara beserta persenjataannya. Sedangkan untuk matra udara (AU) pengadaannya dipusatkan pada pesawat tempur dan persenjataannya, pesawat angkut, helikopter dan rudal pertahanan udara.
FREMM Bergamini class [Fabio Trisorio]
Tak hanya fregat, Beni juga menyebut pemerintah juga berencana membeli beberapa kapal selam demi menambah kekuatan militer laut. Apalagi, saat ini kapal selam yang dimiliki tersisa hanya empat unit setelah pasca tragedi tenggelamnya KRI Nanggala di perairan Bali beberapa bulan lalu. Rencana juga pembelian beberapa kapal selam baru, di antaranya buatan Jerman, Perancis, Korea Selatan.
Jika dilihat dari segi geografis, Beni menduga Indonesia sudah saatnya menambah kapal selam. Menurutnya, pengadaan kapal selam penting untuk mengawal seluruh perairan nasional dibutuhkan setidaknya 10-12 kapal selam. Dia pun berharap pembelian kapal selam bisa segera terlaksana.
Ia juga berharap pemerintah dapat membeli baru, bukan modernisasi dari perlengkapan bekas. “Untuk alutsista bekas, saya tidak menyarankan agar diakuisisi (beli) karena di masa depan akan membutuhkan ongkos pemeliharaan dan perawatan yang mahal,” pesannya.
Senada, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menilai kontrak pembelian kapal perang jenis Fregat dari Italia dan Jepang memang ditujukan untuk menggantikan beberapa kapal perang TNI AL yang sudah masuk program konservasi. Dinamika lingkungan strategis regional dan global tentu mempengaruhi kebijakan pertahanan Indonesia.
“Pembelian alutsista TNI selalu didasari dengan kalkulasi tempur sesuai doktrin dan strategi Sishankamrata. Artinya, pembangunan postur pertahanan, termasuk pembelian alutsista selalu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pertahanan,” ujar Nuning Kertopati kepada Koran SINDO, Minggu (13/6).
Maestrale class frigate [Italian MoD]
Menurut dia, luas perairan Indonesia hingga hak berdaulat di ZEE dan landas kontinental yang mencapai lebih dari 200 mil laut tentunya membutuhkan kapal perang jenis Frigate. Kebutuhan operasional di laut yang memiliki sea state 3 ke atas tentu membutuhkan kapal perang yang memiliki kemampuan jelajah lebih dari 15 hari.
Selain daya jelajah, dibutuhkan juga kapal perang yang mampu mengoperasikan semua jenis peralatan deteksi, baik deteksi udara, deteksi permukaan laut, dan deteksi bawah permukaan laut. Karena itu, dibutuhkan kapal perang jenis Frigate agar mampu membawa ketiga jenis peralatan deteksi tersebut. Belum lagi persenjataan yang harus dimiliki melengkapi sistem deteksi.
“Dengan proyeksi 25 tahun, maka pembelian kapal perang jenis Frigate tergolong cukup proporsional dengan kemampuan keuangan negara. Perhitungan benefit and cost analysis dapat disimulasikan hingga 25 tahun sehingga diperoleh rasio kebutuhan menghasilkan jumlah kapal perang yang harus dibeli. Kemenhan RI telah melakukan berbagai simulasi untuk mencapai nilai yang maksimal,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR Christina Aryani menyatakan dukungan atas langkah Kementerian Pertahanan memperkuat TNI dengan alutsista canggih. Sebab dalam pandangannya, ancaman dari sisi militer dapat dilihat secara nyata dan sering terjadi, seperti pelanggaran wilayah laut seperti penyelundupan manusia, narkoba dan barang lainnya. Menurut diam, fakta tersebut terjadi karena kita tidak bisa mengawasi laut secara optimal.
Iver Huitfield class, dalam kontrak dengan kemhan [naval news]
"Bagaimana kita ingin menjaga kekayaan kita kalau alutsista belum mumpuni. Bukan hanya kapal perang atau kapal patroli tapi juga radar atau pengawasan dari udara dan darat juga penting sehingga memang dibutuhkan alutsista yang memadai," ungkapnya.
Seperti diketahui, kabar pembelian enam fregat Italia diumumkan Fincantieri yang menyebut Kementerian Pertahanan Indonesia telah meneken kontrak pembelian tersebut, besar dukungan logistiknya. Fincantieri sebagai kontraktor utama akan melibat perusahaan kelas dunia seperti Leonardo untuk combat system, MBDA untuk komponen rudal, Elettronika untuk komponen EW, serta galangan kapal nasional PT PAL yang disebut kebagian membangun 2 kapal frigat FREMM.
Desain Fregat FREMM sendiri merupakan hasil kerjasama Italia yang diwakili Fincantieri dengan Prancis yang diwakili Naval Grup. Italia selanjutnya memberi nama kapal canggih tersebut dengan Bergamini dan Prancis menamainya dengan Aquitane. Fregat FREMM memiliki ukuran 144,6 meter dengan bobot 6.700 ton.
Sedangkan fregate bekas kelas Maestale berukuran 122,7 meter dengan bobot 3,040 ton. Rencananya kapal ini akan diakuisis terlebih dulu setelah pensiun dari AL Italia dan akan menjalani modernisasi terlebih dulu. Jika kabar pembelian ini terwujud, Indonesia akan menjadi negeri pengguna ke-10. Negara lain yang membeli kapal tersebut adalah Amerika Serikat yang memborong 10 kapal. (ynt)
Indonesia memborong delapan unit kapal fregat dari Italia? Sejauh ini belum ada konfirmasi resmi dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengenai belanja alusista besar-besaran tersebut.
Namun, dari sisi kebutuhan, TNI memang membutuhkan dukungan alusista gahar dan canggih demi mengamankan kedaulatan negarai di wilayah laut.
Pembelian kapal perang yang terdiri dari enam fregat kelas FREMM dan dua fregat bekas kelas maestrale tersebut bukan hanya akan menghadirkan daya tangkal yang mumpuni di tengah konflik di laut China Selatan (LCS), tetapi juga meningkatkan kapabilitas sekaligus mewujudkan TNI AL sebagai kekuatan kelas dunia. Walaupun TNI AL menempati posisi 10 besar dunia versi Global Fire Power, sejatinya dukungan kekuatan masih masih jomplang bila dibanding dengan tanggung jawab yang diembannya.
Sebagai informasi, sebagai salah satu negara dengan wilayah laut terluas –70% wilayah terdiri dari laut, memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, dan memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 3,1 km2 yang menambah luas wilayah laut Indonesia menjadi 5,8 juta km2- kekuatan armada laut masih jauh dari mencukupi.
Sejauh ini, TNI hanya memiliki 8 kapal fregat, yang terdiri dari kelas Ahmad Yani dan kelas Martadinata. Dari 8 kapal yang masih beroperasi tersebut, yang benar-benar baru hanya 2 kelas Martadinata yang merupakan fregat jenis PKR10514 SIGMA. Sisanya sudah bersiap memasuki masa pensiun dan rencananya secara bertahap akan diganti dengan fregat kelas Iver Huitfeldt.
Martadinata Class {TNI AL]
Lainnya adalah 25 kapal jenis korvet yang terdiri dari kelas Bung Tomo, kelas Sigma, kelas Fatahilah, dan Parchim. Ada juga belasan kapal cepat rudal kelas Clurit, kelas Mandau, dan Sampari; serta 50 lebih kapal patroli; dan berbagai jenis kapal pendukung lainnya. Kekuatan laut Indonesia kian berkurang setelah satu dari lima kapal selam-yakni kapal selam Nanggala, mengalami musibah di laut Bali beberapa waktu lalu.
Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LESPERSSI) Beni Sukadis dan pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mendukung keputusan pemerintah memborong frigat kelas berat. Beni, misalnya, menyeb ut pembelian fregat FREMM sudah tepat karena sesuai target modernisasi alutsista sekaligus meningkatkan kapabilitas pertahanan dalam menjaga kedaulatan maritim yang luasnya mencapai dua pertiga dari total teritorial Indonesia.
“Pembelian fregat Italia sudah tepat karena ini bisa memenuhi target modernisasi alutsista sekaligus meningkatkan kapabilitas pertahanan RI dalam menjaga kedaulatan di wilayah maritim yang sangat luas ini yakni melingkupi dua pertiga wilayah Indonesia,” tutur Beni kepada Koran SINDO, kemarin.
Dia menjelaskan, pengadaan alutsista saat ini sejalan dengan fokus pemerintah Indonesia untuk memenuhi agenda Minimum Essential Force (MEF) 2020-2024. Hal ini merupakan pekerjaan rumah yang penuh tantangan karena pengadaan alutsista di era pendahulu Prabowo (MEF 2015-2019) tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Bung Tomo class [wikimedia]
Beni menilai fregat FREMM dari Fincantieri sangat canggih dengan panjang 140 meter dan lebar 20 meter. Kapal tersebut dilengkapi dengan senjata misil, torpedo, peralatan peperangan anti kapal selam (anti-submarine warfare ASW system), sonar, alat deteksi kapal permukaan dan lainnya. Dia bahkan menandaskan fregat FREMM lebih canggih dari kelas sama yang dibuat negara lain, termasuk Belanda.
“Fregat FREMM Fincantieri lebih canggih karena memiliki kemampuan setingkat kapal destroyer dengan kemampuan tempur laut dan juga sistem anti kapal selamnya yang belapis dan bisa mengangkut helikoper untuk operasi SAR dan operasi anti kapal selam juga. Dibanding yang Belanda, jelas fregat ini sangat canggih,” terang dia.
Beni menjelaskan, untuk menghadapi pelanggaran wilayah lautan di Indonesia oleh kapal asing, kapal fregat FREMM yang canggih ini merupakan pilihan tepat dan bisa menjadi deterrent bagi pihak asing yang mencoba melanggar wilayah maritim Indonesia.
Di sisi lain Beni juga melihat pembelian fregat ini erat juga dikaitkan sebagai bentuk antisipasi terhadap kelanjutan eskalasi Laut Cina Selatan, terutama di sekitar Kepulauan Natuna.
Menurut Beni, dengan adanya ancaman aktual di wilayah Natuna Utara dan wilayah lainnya terutama ancaman pencurian ikan oleh kapal asing, pelanggaran wilayah oleh peralatan asing (seaglider) dan kapal asing, penyelundupan narkoba, penyelundupan orang, serta juga pembajakan kapal dan penculikan ABK Indonesia di laut Sulu, maka kapal Fregat multi misi ini sudah sangat tepat.
Diponegoro class [TNI AL]
“Karena karakter ancaman non tradisional lintas negara (non traditional threats) seperti diatas harus dihadapi dengan kapal yang mumpuni dan tentunya memiliki peralatan deteksi dini dan pengawasan canggih justru bisa menjadi andalan utama kita. Kemudian, ancaman potensial yaitu kemungkinan pecah konflik akibat perseteruan geopolitik antara AS dan China di LCS, tentu menjadi perhitungan Indonesia dalam melakukan pengadaan alutsista.
Dia menandaskan, kendati Indonesia tidak berpihak pada kedua negara tersebut, namun spillover konflik di wilayah Natuna Utara atau LCS jelas bisa mengganggu stabilitas keamanan wilayah, serta sekaligus mengganggu jalur dagang (ekonomi) dan investasi seperti minyak dan gas (migas) di sekitar Natuna.
’’Pembelian fregat tersebut sebagai solusi tepat dalam pengetatan penjagaan di wilayah perairan Indonesia. Selain itu, tambahan armada tersebut dapat berdampak psikologis sekaligus sebagai peringatan kepada negara lain yang ingin memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, termasuk antisipasi ‘psywar’ atas klaim China terhadap Natuna,’’ tegas dia.
Dia lantas menuturkan, bila dilihat dari sisi anggaran, rencana pengadaan alutsista difokuskan pada TNI AL dan TNI AU. Di matra laut (AL), pengadaan berfokus pada kapal kombatan permukaan, kapal selam dan pesawat udara beserta persenjataannya. Sedangkan untuk matra udara (AU) pengadaannya dipusatkan pada pesawat tempur dan persenjataannya, pesawat angkut, helikopter dan rudal pertahanan udara.
FREMM Bergamini class [Fabio Trisorio]
Tak hanya fregat, Beni juga menyebut pemerintah juga berencana membeli beberapa kapal selam demi menambah kekuatan militer laut. Apalagi, saat ini kapal selam yang dimiliki tersisa hanya empat unit setelah pasca tragedi tenggelamnya KRI Nanggala di perairan Bali beberapa bulan lalu. Rencana juga pembelian beberapa kapal selam baru, di antaranya buatan Jerman, Perancis, Korea Selatan.
Jika dilihat dari segi geografis, Beni menduga Indonesia sudah saatnya menambah kapal selam. Menurutnya, pengadaan kapal selam penting untuk mengawal seluruh perairan nasional dibutuhkan setidaknya 10-12 kapal selam. Dia pun berharap pembelian kapal selam bisa segera terlaksana.
Ia juga berharap pemerintah dapat membeli baru, bukan modernisasi dari perlengkapan bekas. “Untuk alutsista bekas, saya tidak menyarankan agar diakuisisi (beli) karena di masa depan akan membutuhkan ongkos pemeliharaan dan perawatan yang mahal,” pesannya.
Senada, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menilai kontrak pembelian kapal perang jenis Fregat dari Italia dan Jepang memang ditujukan untuk menggantikan beberapa kapal perang TNI AL yang sudah masuk program konservasi. Dinamika lingkungan strategis regional dan global tentu mempengaruhi kebijakan pertahanan Indonesia.
“Pembelian alutsista TNI selalu didasari dengan kalkulasi tempur sesuai doktrin dan strategi Sishankamrata. Artinya, pembangunan postur pertahanan, termasuk pembelian alutsista selalu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pertahanan,” ujar Nuning Kertopati kepada Koran SINDO, Minggu (13/6).
Maestrale class frigate [Italian MoD]
Menurut dia, luas perairan Indonesia hingga hak berdaulat di ZEE dan landas kontinental yang mencapai lebih dari 200 mil laut tentunya membutuhkan kapal perang jenis Frigate. Kebutuhan operasional di laut yang memiliki sea state 3 ke atas tentu membutuhkan kapal perang yang memiliki kemampuan jelajah lebih dari 15 hari.
Selain daya jelajah, dibutuhkan juga kapal perang yang mampu mengoperasikan semua jenis peralatan deteksi, baik deteksi udara, deteksi permukaan laut, dan deteksi bawah permukaan laut. Karena itu, dibutuhkan kapal perang jenis Frigate agar mampu membawa ketiga jenis peralatan deteksi tersebut. Belum lagi persenjataan yang harus dimiliki melengkapi sistem deteksi.
“Dengan proyeksi 25 tahun, maka pembelian kapal perang jenis Frigate tergolong cukup proporsional dengan kemampuan keuangan negara. Perhitungan benefit and cost analysis dapat disimulasikan hingga 25 tahun sehingga diperoleh rasio kebutuhan menghasilkan jumlah kapal perang yang harus dibeli. Kemenhan RI telah melakukan berbagai simulasi untuk mencapai nilai yang maksimal,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR Christina Aryani menyatakan dukungan atas langkah Kementerian Pertahanan memperkuat TNI dengan alutsista canggih. Sebab dalam pandangannya, ancaman dari sisi militer dapat dilihat secara nyata dan sering terjadi, seperti pelanggaran wilayah laut seperti penyelundupan manusia, narkoba dan barang lainnya. Menurut diam, fakta tersebut terjadi karena kita tidak bisa mengawasi laut secara optimal.
Iver Huitfield class, dalam kontrak dengan kemhan [naval news]
"Bagaimana kita ingin menjaga kekayaan kita kalau alutsista belum mumpuni. Bukan hanya kapal perang atau kapal patroli tapi juga radar atau pengawasan dari udara dan darat juga penting sehingga memang dibutuhkan alutsista yang memadai," ungkapnya.
Seperti diketahui, kabar pembelian enam fregat Italia diumumkan Fincantieri yang menyebut Kementerian Pertahanan Indonesia telah meneken kontrak pembelian tersebut, besar dukungan logistiknya. Fincantieri sebagai kontraktor utama akan melibat perusahaan kelas dunia seperti Leonardo untuk combat system, MBDA untuk komponen rudal, Elettronika untuk komponen EW, serta galangan kapal nasional PT PAL yang disebut kebagian membangun 2 kapal frigat FREMM.
Desain Fregat FREMM sendiri merupakan hasil kerjasama Italia yang diwakili Fincantieri dengan Prancis yang diwakili Naval Grup. Italia selanjutnya memberi nama kapal canggih tersebut dengan Bergamini dan Prancis menamainya dengan Aquitane. Fregat FREMM memiliki ukuran 144,6 meter dengan bobot 6.700 ton.
Sedangkan fregate bekas kelas Maestale berukuran 122,7 meter dengan bobot 3,040 ton. Rencananya kapal ini akan diakuisis terlebih dulu setelah pensiun dari AL Italia dan akan menjalani modernisasi terlebih dulu. Jika kabar pembelian ini terwujud, Indonesia akan menjadi negeri pengguna ke-10. Negara lain yang membeli kapal tersebut adalah Amerika Serikat yang memborong 10 kapal. (ynt)
⚓️ sindonews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.