Rafale [Dassault] ☆
Indonesia membeli 6 pesawat tempur Dassault Rafale dari Prancis. Pembelian ini dilakukan usai penandatanganan perjanjian kerjasama antara Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menteri Angkatan Bersenjata Perancis Florence Parly pada Kamis (10/2).
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan, pembelian sejumlah persenjataan untuk peremajaan alat utama sistem senjata (alusista) TNI adalah keniscayaan sebagai jalan memenuhi Minimun Essential Force (MEF) untuk sistem pertahanan Indonesia. Pembelian jet tempur Rafale dari Prancis dalam rangka memenuhi MEF tersebut.
“Pembelian Rafale dan sejumlah persenjataan tempur kita ke Prancis adalah kontrak jangka panjang. Mereka menawarkan skema lebih menjanjikan dan teknologi yang termutakhir,” kata Said saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (11/2).
Said mengatakan, skema kontrak Indonesia dengan Prancis menggunakan skema pendamping rupiah murni 7,5% dari harga kontrak yang telah disepakati. Ia menyebut, pendamping rupiah murni ini lebih rendah resikonya karena kita tidak ada resiko tekanan valas, apalagi di tengah situasi ekonomi dunia yang tidak menentu seperti saat ini.
Selain itu, Prancis menjanjikan transfer teknologi, serta kerjasama jangka panjang dengan melibatkan komponen bahan baku berupa kandungan dalam negeri hingga 20%. Apalagi jet tempur Rafale meskipun secara harga lebih mahal ketimbang Sukhoi SU 35, tetapi teknologi yang ditawarkan Rafale lebih baik. Salah satunya dengan sistem radar yang mengungguli Sukhoi SU 35.
Said menyebut, jet tempur Rafale yang Indonesia beli adalah jet tempur generasi 4,5 dengan tipe tertinggi yang telah dilengkapi dengan sensor yang mampu melacak target di darat, udara dan air sekaligus.
“Jadi ini jet tempur multifungsi. Selain itu paket pembeliannya juga tidak terpisah hanya pesawat tempur saja, tetapi juga dengan sejumlah armada tempur lainnya seperti kapal selam,” ujar Said.
Said mengatakan, skema kontrak dalam pembelian alutsista tersebut telah dibahas di Banggar DPR sebelumnya. “Sudah dibahas di Banggar dari Agustus sampai akhir September (2021) menyangkut dana pendampingnya atau dikenal RMP (rupiah murni pendamping),” ucap Said.
Adapun kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan untuk membuat dan mengembangkan jet tempur generasi lima tetap berlanjut. “Namun itu tidak serta merta bisa kita gunakan saat ini untuk memenuhi MEF, karena masih butuh proses pengembangan, dan lain-lain,” terang Said.
Dihubungi secara terpisah, Pengamat Ekonomi Indigo Network Ajib Hamdani menyatakan, dari sudut pandang pertahanan dan kedaulatan negara, pemenuhan alutsista menjadi keniscayaan yang menjadi salah satu prioritas belanja negara. Dengan proyeksi belanja negara secara keseluruhan lebih dari Rp 2.700 triliun pada tahun 2022 ini, alokasi untuk pertahanan sebesar Rp 134 triliun adalah angka yang cukup accepted (diterima).
“Untuk selanjutnya, memang harus diprioritaskan, yang bisa dibuat program dengan pola multiyears, sehingga pembebanan dalam APBN bisa proporsional dan sesuai asas prioritas,” kata Ajib.
Ajib menilai, dalam pembelian 6 jet tempur Rafale seyogyanya dibuat dalam pola pembiayaan atas beberapa tahun ke depan, sehingga prioritas lain untuk alokasi pertahanan, tetap bisa berjalan dengan baik. “Tanpa menambah beban APBN, kecuali sesuai masih dalam pagu total anggaran awal,” tutur Ajib.
Sebagai informasi, pertemuan bilateral antara Kementerian Pertahanan RI dan delegasi Menteri Angkatan Bersenjata Republik Prancis diakhiri dengan penandatanganan beberapa perjanjian kerjasama yang disaksikan langsung menteri pertahanan kedua negara.
Perjanjian kerjasama tersebut antara lain: kontrak pembelian 6 pesawat tempur Rafale antara Kabaranahan Kemhan dengan Dassault, sebagai awal dari kontrak yang lebih besar untuk 36 pesawat tempur Rafale berikutnya.
Lalu, MoU kerjasama di bidang research and development kapal selam antara PT PAL dengan Naval Grup, MoU kerjasama Program Offset dan ToT antara Dassault dan PT DI, MoU kerjasama di bidang telekomunikasi antara PT LEN dan Thales Group, dan kerjasama pembuatan munisi kaliber besar antara PT Pindad dan Nexter Munition.
Indonesia membeli 6 pesawat tempur Dassault Rafale dari Prancis. Pembelian ini dilakukan usai penandatanganan perjanjian kerjasama antara Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menteri Angkatan Bersenjata Perancis Florence Parly pada Kamis (10/2).
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan, pembelian sejumlah persenjataan untuk peremajaan alat utama sistem senjata (alusista) TNI adalah keniscayaan sebagai jalan memenuhi Minimun Essential Force (MEF) untuk sistem pertahanan Indonesia. Pembelian jet tempur Rafale dari Prancis dalam rangka memenuhi MEF tersebut.
“Pembelian Rafale dan sejumlah persenjataan tempur kita ke Prancis adalah kontrak jangka panjang. Mereka menawarkan skema lebih menjanjikan dan teknologi yang termutakhir,” kata Said saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (11/2).
Said mengatakan, skema kontrak Indonesia dengan Prancis menggunakan skema pendamping rupiah murni 7,5% dari harga kontrak yang telah disepakati. Ia menyebut, pendamping rupiah murni ini lebih rendah resikonya karena kita tidak ada resiko tekanan valas, apalagi di tengah situasi ekonomi dunia yang tidak menentu seperti saat ini.
Selain itu, Prancis menjanjikan transfer teknologi, serta kerjasama jangka panjang dengan melibatkan komponen bahan baku berupa kandungan dalam negeri hingga 20%. Apalagi jet tempur Rafale meskipun secara harga lebih mahal ketimbang Sukhoi SU 35, tetapi teknologi yang ditawarkan Rafale lebih baik. Salah satunya dengan sistem radar yang mengungguli Sukhoi SU 35.
Said menyebut, jet tempur Rafale yang Indonesia beli adalah jet tempur generasi 4,5 dengan tipe tertinggi yang telah dilengkapi dengan sensor yang mampu melacak target di darat, udara dan air sekaligus.
“Jadi ini jet tempur multifungsi. Selain itu paket pembeliannya juga tidak terpisah hanya pesawat tempur saja, tetapi juga dengan sejumlah armada tempur lainnya seperti kapal selam,” ujar Said.
Said mengatakan, skema kontrak dalam pembelian alutsista tersebut telah dibahas di Banggar DPR sebelumnya. “Sudah dibahas di Banggar dari Agustus sampai akhir September (2021) menyangkut dana pendampingnya atau dikenal RMP (rupiah murni pendamping),” ucap Said.
Adapun kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan untuk membuat dan mengembangkan jet tempur generasi lima tetap berlanjut. “Namun itu tidak serta merta bisa kita gunakan saat ini untuk memenuhi MEF, karena masih butuh proses pengembangan, dan lain-lain,” terang Said.
Dihubungi secara terpisah, Pengamat Ekonomi Indigo Network Ajib Hamdani menyatakan, dari sudut pandang pertahanan dan kedaulatan negara, pemenuhan alutsista menjadi keniscayaan yang menjadi salah satu prioritas belanja negara. Dengan proyeksi belanja negara secara keseluruhan lebih dari Rp 2.700 triliun pada tahun 2022 ini, alokasi untuk pertahanan sebesar Rp 134 triliun adalah angka yang cukup accepted (diterima).
“Untuk selanjutnya, memang harus diprioritaskan, yang bisa dibuat program dengan pola multiyears, sehingga pembebanan dalam APBN bisa proporsional dan sesuai asas prioritas,” kata Ajib.
Ajib menilai, dalam pembelian 6 jet tempur Rafale seyogyanya dibuat dalam pola pembiayaan atas beberapa tahun ke depan, sehingga prioritas lain untuk alokasi pertahanan, tetap bisa berjalan dengan baik. “Tanpa menambah beban APBN, kecuali sesuai masih dalam pagu total anggaran awal,” tutur Ajib.
Sebagai informasi, pertemuan bilateral antara Kementerian Pertahanan RI dan delegasi Menteri Angkatan Bersenjata Republik Prancis diakhiri dengan penandatanganan beberapa perjanjian kerjasama yang disaksikan langsung menteri pertahanan kedua negara.
Perjanjian kerjasama tersebut antara lain: kontrak pembelian 6 pesawat tempur Rafale antara Kabaranahan Kemhan dengan Dassault, sebagai awal dari kontrak yang lebih besar untuk 36 pesawat tempur Rafale berikutnya.
Lalu, MoU kerjasama di bidang research and development kapal selam antara PT PAL dengan Naval Grup, MoU kerjasama Program Offset dan ToT antara Dassault dan PT DI, MoU kerjasama di bidang telekomunikasi antara PT LEN dan Thales Group, dan kerjasama pembuatan munisi kaliber besar antara PT Pindad dan Nexter Munition.
★ Kontan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.