Jurnas.com
| KETERLIBATAN militer dalam Badan Intelijen Negara (BIN) dinilai
membuat lembaga ini tidak efektif. Karenanya sipilisasi lembaga
intelijen ini perlu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme BIN.
“Harus dibangun satu institusi intelijen yang bernuansa sipil. Ini yang gagal dalam reformasi keamanan di sektor intelijen,”kata Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Al Araf dalam diskusi 'Evaluasi 12 Tahun Reformasi Sektor Keamanan' di Jakarta, Kamis (10/5).
TNI telah memiliki lembaga intelijen sendiri, yaitu Badan Intelijen Strategis (BAIS). Karenanya menurut dia, jika tentara ingin terlibat dalam BIN, pangkat dan jabatannya di TNI harus dilepaskan terlebih dahulu.
“Kalau BAIS tentara, BIN juga tentara, akan ada dualisme tanggungjawab. Realitasnya, Kepala BIN adalah TNI aktif dan masih ada dalam struktur TNI yang harus tunduk pada panglima TNI,” imbuhnya.
Al Araf berpendapat, keterlibatan TNI dalam BIN menunjukkan BIN belum beranjak ke ranah yang lebih maju. Sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang berperan sebagai sistem peringatan dini dan pencegahan pendadakn strategis untuk melindungi keamanan nasional, BIN harus menjadi lembaga profesional.
Guna menciptakan hal ini, BIN harus menjadi lembaga institusi sipil, netral secara politik, tidak otonom, dibentuk berdasakan UU, tunduk kepada hukum dan kendali demokratis, memiliki anggaran yang sepenuhnya berasal dari negara, serta bersifat akuntabel dan waspada.(Jurnas)
“Harus dibangun satu institusi intelijen yang bernuansa sipil. Ini yang gagal dalam reformasi keamanan di sektor intelijen,”kata Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Al Araf dalam diskusi 'Evaluasi 12 Tahun Reformasi Sektor Keamanan' di Jakarta, Kamis (10/5).
TNI telah memiliki lembaga intelijen sendiri, yaitu Badan Intelijen Strategis (BAIS). Karenanya menurut dia, jika tentara ingin terlibat dalam BIN, pangkat dan jabatannya di TNI harus dilepaskan terlebih dahulu.
“Kalau BAIS tentara, BIN juga tentara, akan ada dualisme tanggungjawab. Realitasnya, Kepala BIN adalah TNI aktif dan masih ada dalam struktur TNI yang harus tunduk pada panglima TNI,” imbuhnya.
Al Araf berpendapat, keterlibatan TNI dalam BIN menunjukkan BIN belum beranjak ke ranah yang lebih maju. Sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang berperan sebagai sistem peringatan dini dan pencegahan pendadakn strategis untuk melindungi keamanan nasional, BIN harus menjadi lembaga profesional.
Guna menciptakan hal ini, BIN harus menjadi lembaga institusi sipil, netral secara politik, tidak otonom, dibentuk berdasakan UU, tunduk kepada hukum dan kendali demokratis, memiliki anggaran yang sepenuhnya berasal dari negara, serta bersifat akuntabel dan waspada.(Jurnas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.