GlobalEye SAAB [airheadsfly] ☠
Sejak TNI Angkatan Udara merencanakan penggantian jet buru sergap F-5 Tiger tiga tahun yang lalu, pabrikan alat pertahanan asal Swedia, Svenska Aeroplan AB (SAAB), gencar menawarkan pesawat tempur buatannya Gripen. Mereka juga membuka kantor perwakilan di Indonesia untuk menjajaki berbagai peluang kerja sama industri pertahanan.
Namun berita buruk muncul dua pekan lalu. Pemerintah Indonesia akhirnya memilih Sukhoi SU-35. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berencana meneken kontrak pembelian 8-10 unit pesawat tempur buatan Sukhoi Company, Rusia, tersebut dalam lawatannya ke Moskow bulan depan.
Di sela perhelatan Singapore Airshow 2016 pekan lalu, wartawan Tempo Fransisco Rosarians mewawancarai Kepala Kantor Perwakilan SAAB Indonesia Peter Calrqvist serta Direktur Kampanye Gripen dan Airborne System SAAB Asia-Pacific Magnus Hagman. Berikut ini petikannya.
* * * *
Indonesia hampir 100 persen membeli Sukhoi. Bagaimana SAAB menilai keputusan ini?
Magnus: Kami optimistis dan tak akan menyerah. Kami adalah tawaran terbaik buat Indonesia. Pembelian pesawat itu ibarat gunung es, 20 persen bagian di permukaan adalah harga pembelian. Sisanya yang kerap luput dalam perhitungan adalah biaya perawatan, pengaturan, operasional, inventory, technical support, pelatihan, dan disposal. Penelitian independen IHS Jane’s Defense Weekly tentang itu semua menunjukkan biaya Gripen paling murah, yaitu US$ 4,7 ribu per jam.
Peter: Dengan angka itu, TNI bisa lebih sering menerbangkan Gripen karena tak menggerogoti anggaran pertahanan. Pesawat lain yang biaya operasionalnya tinggi akan memakan anggaran pertahanan dan berefek jarang terbang.
Apa yang akan SAAB lakukan?
Magnus: Kami akan segera bertemu TNI.
Apa lagi yang akan Anda tawarkan?
Magnus: Kami sudah menyiapkan paket khusus untuk Indonesia, Swedish Air Power Package: satu skuadron sekitar 14 pesawat tempur JAS-39 Gripen C/D dan dua pesawat intai maritim SAAB 2000 dilengkapi dengan radar Erieye Airborne Early Warning and Control System. Seluruh paket ini terintegrasi dengan sistem data link yang memungkinkan patroli lebih efektif. Cukup ditaruh di Jawa Timur dan Makassar, seluruh wilayah bisa terpantau.
Mengapa baru sekarang ditawarkan?
Magnus: Tidak, kami sudah lama menunggu, tapi Indonesia tak pernah membuka kebutuhan dan penawaran soal pesawat tempur ke publik. Bagaimana kami bisa menawarkan sesuatu kalau tak jelas Indonesia butuh apa.
Lalu apa yang SAAB inginkan dalam proses pembelian senjata di Indonesia?
Magnus: Kami kira sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo dan Komisi Pemberantasan Korupsi soal pembelian senjata secara transparan dan accountable. Prinsip kami zero tolerance terhadap korupsi dan janji kosong.
Peter: Kami percaya Indonesia akan transparan dalam seluruh jenis penggunaan anggaran. Kami melihatnya di semangat Presiden.
Apakah paket yang ditawarkan tadi termasuk alih teknologi?
Peter: Kami menjamin transfer teknologi secara bertahap, seperti desain, manufaktur, tes, dan sistem pendukung pesawat tempur. Ini juga bisa digunakan Indonesia dalam pengembangan proyek pesawat IF-X dengan Korea Selatan.
Magnus: Sejak Oktober 2015 hingga 2021, lebih dari 350 ahli mesin Brasil akan datang ke Swedia untuk menjalani 50 jenis pelatihan sebagai bagian dari transfer teknologi pembelian 36 unit JAS-39 Gripen NG. Kami juga menggandeng perusahaan lokal Embraer dan AEL sehingga terbuka peluang pengembangan pesawat di Brasil.
Kenapa SAAB menawarkan Gripen C/D, sedangkan seri terbaru E/F?
Peter: Kami menawarkan semuanya. Hanya, jika ingin cepat, dalam 18 bulan SAAB bisa sediakan JAS-39 Gripen C/D. Sedangkan seri E/F memakan waktu lebih lama. Satu yang harus diketahui, SAAB menjamin teknologi terbaru di setiap pesawat yang dibeli. Tak ada Gripen yang ketinggalan teknologi.
Indonesia tak akan perang dalam waktu lama. Lantas mengapa Gripen lebih dibutuhkan dibanding pesawat tempur lain?
Peter: Di Indonesia, saya sering dengar persoalan illegal fishing, pelanggaran wilayah perbatasan, atau perdagangan manusia. Ini bukan perang, tapi setiap negara tetap membutuhkan pesawat tempur untuk menjaga kedaulatan dan keamanan. Ini hanya bisa dilakukan pesawat yang sering terbang. Gripen akan selalu bisa terbang karena biaya operasionalnya murah.
Sejak TNI Angkatan Udara merencanakan penggantian jet buru sergap F-5 Tiger tiga tahun yang lalu, pabrikan alat pertahanan asal Swedia, Svenska Aeroplan AB (SAAB), gencar menawarkan pesawat tempur buatannya Gripen. Mereka juga membuka kantor perwakilan di Indonesia untuk menjajaki berbagai peluang kerja sama industri pertahanan.
Namun berita buruk muncul dua pekan lalu. Pemerintah Indonesia akhirnya memilih Sukhoi SU-35. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berencana meneken kontrak pembelian 8-10 unit pesawat tempur buatan Sukhoi Company, Rusia, tersebut dalam lawatannya ke Moskow bulan depan.
Di sela perhelatan Singapore Airshow 2016 pekan lalu, wartawan Tempo Fransisco Rosarians mewawancarai Kepala Kantor Perwakilan SAAB Indonesia Peter Calrqvist serta Direktur Kampanye Gripen dan Airborne System SAAB Asia-Pacific Magnus Hagman. Berikut ini petikannya.
* * * *
Indonesia hampir 100 persen membeli Sukhoi. Bagaimana SAAB menilai keputusan ini?
Magnus: Kami optimistis dan tak akan menyerah. Kami adalah tawaran terbaik buat Indonesia. Pembelian pesawat itu ibarat gunung es, 20 persen bagian di permukaan adalah harga pembelian. Sisanya yang kerap luput dalam perhitungan adalah biaya perawatan, pengaturan, operasional, inventory, technical support, pelatihan, dan disposal. Penelitian independen IHS Jane’s Defense Weekly tentang itu semua menunjukkan biaya Gripen paling murah, yaitu US$ 4,7 ribu per jam.
Peter: Dengan angka itu, TNI bisa lebih sering menerbangkan Gripen karena tak menggerogoti anggaran pertahanan. Pesawat lain yang biaya operasionalnya tinggi akan memakan anggaran pertahanan dan berefek jarang terbang.
Apa yang akan SAAB lakukan?
Magnus: Kami akan segera bertemu TNI.
Apa lagi yang akan Anda tawarkan?
Magnus: Kami sudah menyiapkan paket khusus untuk Indonesia, Swedish Air Power Package: satu skuadron sekitar 14 pesawat tempur JAS-39 Gripen C/D dan dua pesawat intai maritim SAAB 2000 dilengkapi dengan radar Erieye Airborne Early Warning and Control System. Seluruh paket ini terintegrasi dengan sistem data link yang memungkinkan patroli lebih efektif. Cukup ditaruh di Jawa Timur dan Makassar, seluruh wilayah bisa terpantau.
Mengapa baru sekarang ditawarkan?
Magnus: Tidak, kami sudah lama menunggu, tapi Indonesia tak pernah membuka kebutuhan dan penawaran soal pesawat tempur ke publik. Bagaimana kami bisa menawarkan sesuatu kalau tak jelas Indonesia butuh apa.
Lalu apa yang SAAB inginkan dalam proses pembelian senjata di Indonesia?
Magnus: Kami kira sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo dan Komisi Pemberantasan Korupsi soal pembelian senjata secara transparan dan accountable. Prinsip kami zero tolerance terhadap korupsi dan janji kosong.
Peter: Kami percaya Indonesia akan transparan dalam seluruh jenis penggunaan anggaran. Kami melihatnya di semangat Presiden.
Apakah paket yang ditawarkan tadi termasuk alih teknologi?
Peter: Kami menjamin transfer teknologi secara bertahap, seperti desain, manufaktur, tes, dan sistem pendukung pesawat tempur. Ini juga bisa digunakan Indonesia dalam pengembangan proyek pesawat IF-X dengan Korea Selatan.
Magnus: Sejak Oktober 2015 hingga 2021, lebih dari 350 ahli mesin Brasil akan datang ke Swedia untuk menjalani 50 jenis pelatihan sebagai bagian dari transfer teknologi pembelian 36 unit JAS-39 Gripen NG. Kami juga menggandeng perusahaan lokal Embraer dan AEL sehingga terbuka peluang pengembangan pesawat di Brasil.
Kenapa SAAB menawarkan Gripen C/D, sedangkan seri terbaru E/F?
Peter: Kami menawarkan semuanya. Hanya, jika ingin cepat, dalam 18 bulan SAAB bisa sediakan JAS-39 Gripen C/D. Sedangkan seri E/F memakan waktu lebih lama. Satu yang harus diketahui, SAAB menjamin teknologi terbaru di setiap pesawat yang dibeli. Tak ada Gripen yang ketinggalan teknologi.
Indonesia tak akan perang dalam waktu lama. Lantas mengapa Gripen lebih dibutuhkan dibanding pesawat tempur lain?
Peter: Di Indonesia, saya sering dengar persoalan illegal fishing, pelanggaran wilayah perbatasan, atau perdagangan manusia. Ini bukan perang, tapi setiap negara tetap membutuhkan pesawat tempur untuk menjaga kedaulatan dan keamanan. Ini hanya bisa dilakukan pesawat yang sering terbang. Gripen akan selalu bisa terbang karena biaya operasionalnya murah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.