Pesawat bersayap delta berwarna abu-abu itu mulai bergerak perlahan dengan suara bergemuruh dari ujung landasan. Geraknya makin cepat dan saat posisinya baru menempuh sekitar separuh landasan pacu sepanjang 2,1 kilometer itu, pesawat berkursi dua itu lepas landas.
Pesawat kemudian memperagakan berbagai manuver aerobatik di langit yang biru cerah sore itu. Itulah pesawat JAS 39 Gripen D buatan pabrikan Saab Group dari Swedia. Gripen dalam bahasa Swedia adalah sebutan untuk grifon, sosok makhluk mitologi yang berbadan singa tetapi memiliki kepala burung dan sayap rajawali.
Display udara "Si Singa Terbang" itu digelar setahun lalu di Linköping, Swedia, kota tempat basis manufaktur jet tempur Gripen berada. Peragaan itu disajikan khusus bagi delegasi wartawan asal Indonesia, sebagai bagian dari upaya Saab Group lebih mengenalkan pesawat tersebut kepada publik Tanah Air.
Itu merupakan bagian kampanye Saab dalam rangka menawarkan Gripen sebagai calon pengganti pesawat tempur F-5E/F Tiger II milik TNI Angkatan Udara yang sudah habis masa pakainya. Gripen waktu itu disebut-sebut bersaing dengan Sukhoi Su-35 buatan Rusia, Eurofighter Typhoon buatan konsorsium Eropa, F-16 Block 60 buatan Amerika Serikat (AS), dan belakangan ada juga Dassault Rafale dari Perancis.
Kini satu tahun berlalu sejak display udara itu, dan sejujurnya peluang terpilihnya Si Singa Terbang untuk menggantikan "Si Macan" bisa dikatakan makin tipis. Berulang-ulang kali, para petinggi TNI AU, TNI, dan Kementerian Pertahanan RI sudah menekankan bahwa pemerintah akan memilih Sukhoi Su-35 sebagai pengganti F-5 meski sampai hari ini juga belum ada kabar penandatanganan kontrak pembelian Sukhoi-Sukhoi baru oleh pemerintah.
Paket Indonesia
Akan tetapi, semua itu tak membuat Saab melempar handuk atau mengibarkan bendera putih. Pabrikan alutsista asal Swedia itu dengan gigih masih melanjutkan kampanye Gripen sebagai pengganti F-5 TNI AU. "Karena kami masih optimistis dan meyakini Gripen adalah pesawat terbaik bagi Indonesia," tutur Peter Carlqvist, Presiden Saab Indonesia, di sela-sela pameran dirgantara Singapore Air Show 2016 di Changi, Singapura, Kamis (18/2/2016).
Dalam paparan khusus kepada para wartawan Indonesia yang hadir meliput pameran dirgantara itu, untuk pertama kali pihak Saab memaparkan dengan detail apa tawaran yang sudah disampaikan kepada TNI AU.
"Bulan Juni tahun lalu, kami mengajukan penawaran satu paket kekuatan udara lengkap kepada TNI AU," tutur Magnus Hagman, Direktur Pemasaran Sistem Udara Saab Asia Pasifik, memulai paparannya.
Yang dimaksud dengan paket kekuatan udara lengkap itu adalah satu skuadron Gripen berisi 12 jet tempur seri C/D; ditambah dua pesawat kendali dan peringatan dini (AEW&C) Erieye yang berbasis pada pesawat Saab 2000; lengkap dengan sistem tautan data taktis (tactical data link) yang dibangun Saab.
Tawaran ini disertai dengan opsi transfer teknologi sesuai amanat Undang-Undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Termasuk dalam skema ini adalah transfer berbagai teknologi kunci dalam merancang, memproduksi, menguji, dan dan mendukung operasional pesawat tempur modern. Berbagai teknologi kunci ini, lanjut Hagman, sangat berguna dalam mendukung program pembuatan pesawat tempur IFX yang sedang dikembangkan RI bersama Korea Selatan.
Saab juga menawarkan pengembangan sistem tautan data, termasuk pengodeannya dan integrasi sistem AEW&C, yang disesuaikan dengan kebutuhan militer Indonesia. Terakhir, pabrikan itu menawarkan perakitan dan aktivitas peningkatan kemampuan (upgrade) di masa depan yang dilakukan sepenuhnya di Indonesia. Namun, para petinggi Saab enggan mengungkapkan besaran harga penawaran yang mereka ajukan.
Tawaran diturunkan
Belakangan, saat besaran anggaran program penggantian pesawat F-5 TNI AU mulai diketahui publik, Saab mengajukan tawaran baru. Pada minggu pertama Februari 2016, perusahaan tersebut mengajukan penawaran paket yang hanya terdiri dari 12 jet tempur Gripen C/D.
Hagman menjamin, Gripen C (berkursi tunggal) dan D (berkursi tandem) yang ditawarkan ke Indonesia itu adalah dari generasi terbaru yang kemampuannya tak kalah dengan jet-jet tempur lain. "Dalam tawaran ini, kami menjanjikan gelombang pertama pesawat ini akan diserahkan paling cepat dalam waktu 18 bulan," ujar Hagman.
Saat ditanyakan mengapa Saab tidak menawarkan Gripen seri E/F yang paling baru, Hagman mengatakan pesawat tersebut masih dalam pengembangan dan akan butuh waktu lebih lama lagi untuk diserahkan ke Indonesia. Tentu saja, harganya juga dipastikan berbeda.
"Pelanggan pertama Gripen E/F adalah AU Swedia dan Brasil. Dan mereka pun belum menerima pesawat tersebut," ujarnya.
Richard Smith, Kepala Bagian Pemasaran dan Penjualan Gripen dari kantor pusat Saab menambahkan, pesawat Gripen E pertama baru akan keluar dari pabriknya di Linköping pada 18 Mei mendatang. Itu pun baru pesawat tes pertama dari total tiga pesawat tes yang akan dibuat, sebelum produksi massal dimulai.
Hagman menjanjikan, 12 Gripen C/D untuk Indonesia itu tak kalah kemampuan dan dijamin bisa menjalankan tugas menjaga keamanan udara Tanah Air. "Bicara soal deterrent, mana yang lebih memiliki daya gentar? Apakah pesawat hebat yang disimpan saja di hanggar? Atau pesawat tempur berkemampuan setara yang setiap saat bisa terbang menjalankan tugas sesungguhnya?" ujar mantan pilot Gripen AU Swedia ini.
Seluruh tawaran ini diajukan meski dalam berbagai pemberitaan media, para petinggi TNI AU dan Kemhan telah mengungkapkan pilihan untuk meminang Su-35, pesawat tempur kelas berat generasi terbaru dari Rusia. Bahkan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada 16 Februari lalu telah menegaskan Indonesia akan membeli 10 Su-35 secara bertahap.
"Membeli pesawat tempur itu harus pandai-pandai, sedikit-sedikit dulu, kalau beli sekarang barangnya datang lima-sepuluh tahun lagi, selama itu kan pasti ada (pesawat) yang lebih baru dan canggih," kata Ryamizard, seperti dikutip Kompas.com, 17 Februari 2016.
Walau demikian, pihak Saab tetap optimistis. "Sampai ada dokumen (kontrak pembelian) yang ditandatangani, kami masih punya peluang bagus," kata Carlqvist.
Kita tunggu saja apakah Si Singa Terbang ini jadi mengudara di langit Nusantara.
Pesawat kemudian memperagakan berbagai manuver aerobatik di langit yang biru cerah sore itu. Itulah pesawat JAS 39 Gripen D buatan pabrikan Saab Group dari Swedia. Gripen dalam bahasa Swedia adalah sebutan untuk grifon, sosok makhluk mitologi yang berbadan singa tetapi memiliki kepala burung dan sayap rajawali.
Display udara "Si Singa Terbang" itu digelar setahun lalu di Linköping, Swedia, kota tempat basis manufaktur jet tempur Gripen berada. Peragaan itu disajikan khusus bagi delegasi wartawan asal Indonesia, sebagai bagian dari upaya Saab Group lebih mengenalkan pesawat tersebut kepada publik Tanah Air.
Itu merupakan bagian kampanye Saab dalam rangka menawarkan Gripen sebagai calon pengganti pesawat tempur F-5E/F Tiger II milik TNI Angkatan Udara yang sudah habis masa pakainya. Gripen waktu itu disebut-sebut bersaing dengan Sukhoi Su-35 buatan Rusia, Eurofighter Typhoon buatan konsorsium Eropa, F-16 Block 60 buatan Amerika Serikat (AS), dan belakangan ada juga Dassault Rafale dari Perancis.
Kini satu tahun berlalu sejak display udara itu, dan sejujurnya peluang terpilihnya Si Singa Terbang untuk menggantikan "Si Macan" bisa dikatakan makin tipis. Berulang-ulang kali, para petinggi TNI AU, TNI, dan Kementerian Pertahanan RI sudah menekankan bahwa pemerintah akan memilih Sukhoi Su-35 sebagai pengganti F-5 meski sampai hari ini juga belum ada kabar penandatanganan kontrak pembelian Sukhoi-Sukhoi baru oleh pemerintah.
Paket Indonesia
Akan tetapi, semua itu tak membuat Saab melempar handuk atau mengibarkan bendera putih. Pabrikan alutsista asal Swedia itu dengan gigih masih melanjutkan kampanye Gripen sebagai pengganti F-5 TNI AU. "Karena kami masih optimistis dan meyakini Gripen adalah pesawat terbaik bagi Indonesia," tutur Peter Carlqvist, Presiden Saab Indonesia, di sela-sela pameran dirgantara Singapore Air Show 2016 di Changi, Singapura, Kamis (18/2/2016).
Dalam paparan khusus kepada para wartawan Indonesia yang hadir meliput pameran dirgantara itu, untuk pertama kali pihak Saab memaparkan dengan detail apa tawaran yang sudah disampaikan kepada TNI AU.
"Bulan Juni tahun lalu, kami mengajukan penawaran satu paket kekuatan udara lengkap kepada TNI AU," tutur Magnus Hagman, Direktur Pemasaran Sistem Udara Saab Asia Pasifik, memulai paparannya.
Yang dimaksud dengan paket kekuatan udara lengkap itu adalah satu skuadron Gripen berisi 12 jet tempur seri C/D; ditambah dua pesawat kendali dan peringatan dini (AEW&C) Erieye yang berbasis pada pesawat Saab 2000; lengkap dengan sistem tautan data taktis (tactical data link) yang dibangun Saab.
Tawaran ini disertai dengan opsi transfer teknologi sesuai amanat Undang-Undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Termasuk dalam skema ini adalah transfer berbagai teknologi kunci dalam merancang, memproduksi, menguji, dan dan mendukung operasional pesawat tempur modern. Berbagai teknologi kunci ini, lanjut Hagman, sangat berguna dalam mendukung program pembuatan pesawat tempur IFX yang sedang dikembangkan RI bersama Korea Selatan.
Saab juga menawarkan pengembangan sistem tautan data, termasuk pengodeannya dan integrasi sistem AEW&C, yang disesuaikan dengan kebutuhan militer Indonesia. Terakhir, pabrikan itu menawarkan perakitan dan aktivitas peningkatan kemampuan (upgrade) di masa depan yang dilakukan sepenuhnya di Indonesia. Namun, para petinggi Saab enggan mengungkapkan besaran harga penawaran yang mereka ajukan.
Tawaran diturunkan
Belakangan, saat besaran anggaran program penggantian pesawat F-5 TNI AU mulai diketahui publik, Saab mengajukan tawaran baru. Pada minggu pertama Februari 2016, perusahaan tersebut mengajukan penawaran paket yang hanya terdiri dari 12 jet tempur Gripen C/D.
Hagman menjamin, Gripen C (berkursi tunggal) dan D (berkursi tandem) yang ditawarkan ke Indonesia itu adalah dari generasi terbaru yang kemampuannya tak kalah dengan jet-jet tempur lain. "Dalam tawaran ini, kami menjanjikan gelombang pertama pesawat ini akan diserahkan paling cepat dalam waktu 18 bulan," ujar Hagman.
Saat ditanyakan mengapa Saab tidak menawarkan Gripen seri E/F yang paling baru, Hagman mengatakan pesawat tersebut masih dalam pengembangan dan akan butuh waktu lebih lama lagi untuk diserahkan ke Indonesia. Tentu saja, harganya juga dipastikan berbeda.
"Pelanggan pertama Gripen E/F adalah AU Swedia dan Brasil. Dan mereka pun belum menerima pesawat tersebut," ujarnya.
Richard Smith, Kepala Bagian Pemasaran dan Penjualan Gripen dari kantor pusat Saab menambahkan, pesawat Gripen E pertama baru akan keluar dari pabriknya di Linköping pada 18 Mei mendatang. Itu pun baru pesawat tes pertama dari total tiga pesawat tes yang akan dibuat, sebelum produksi massal dimulai.
Hagman menjanjikan, 12 Gripen C/D untuk Indonesia itu tak kalah kemampuan dan dijamin bisa menjalankan tugas menjaga keamanan udara Tanah Air. "Bicara soal deterrent, mana yang lebih memiliki daya gentar? Apakah pesawat hebat yang disimpan saja di hanggar? Atau pesawat tempur berkemampuan setara yang setiap saat bisa terbang menjalankan tugas sesungguhnya?" ujar mantan pilot Gripen AU Swedia ini.
Seluruh tawaran ini diajukan meski dalam berbagai pemberitaan media, para petinggi TNI AU dan Kemhan telah mengungkapkan pilihan untuk meminang Su-35, pesawat tempur kelas berat generasi terbaru dari Rusia. Bahkan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada 16 Februari lalu telah menegaskan Indonesia akan membeli 10 Su-35 secara bertahap.
"Membeli pesawat tempur itu harus pandai-pandai, sedikit-sedikit dulu, kalau beli sekarang barangnya datang lima-sepuluh tahun lagi, selama itu kan pasti ada (pesawat) yang lebih baru dan canggih," kata Ryamizard, seperti dikutip Kompas.com, 17 Februari 2016.
Walau demikian, pihak Saab tetap optimistis. "Sampai ada dokumen (kontrak pembelian) yang ditandatangani, kami masih punya peluang bagus," kata Carlqvist.
Kita tunggu saja apakah Si Singa Terbang ini jadi mengudara di langit Nusantara.
♔ Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.