✈️ Satelit Lapan A-5 [Lapan]
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional melibatkan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dalam pembuatan teknologi satelit terbaru yang diberi nama satelit LAPAN A5.
Ketua Tim Satelit A5 LAPAN Dr Albertus Heru dalam kuliah tamu di ITS, Rabu mengungkapkan, pembuatan satelit LAPAN A5 ini bekerja sama dengan Chiba University, Jepang dan telah berlangsung sejak penandatanganan Memo of Understanding (MoU) pada Mei 2013 lalu.
"LAPAN akan mengerjakan Platform/BUS-nya, sedangkan Profesor Josaphat akan menggarap sensor SAR untuk payload-nya," kata pria yang biasa disapa Heru ini dalam kuliah yang bertajuk "Perkembangan Teknologi Satelit di Indonesia" (A1-A5) tersebut.
Heru melanjutkan, teknologi yang dikembangkan untuk Satelit LAPAN A5 ini merupakan teknologi microsatelit canggih pertama di dunia yang menggunakan Synthetic Aperture Radar (SAR). Yakni merupakan bentuk radar yang digunakan untuk membuat gambar objek dua dimensi atau tiga dimensi, seperti landscape.
SAR merupakan bentuk lanjutan dari Side Looking Airbone Radar (SLAR). Biasanya SAR dipasang pada platform yang bergerak, seperti pesawat terbang atau pesawat ruang angkasa.
Pada kesempatan yang sama, Center for Environmental Remote Sensing, Chiba University, Jepang Prof Josaphat menjelaskan bahwa SAR memiliki frekuensi 1-40 Giga hertz. Sedangkan panjang gelombang yang dihasilkan adalah 1 centimeter - 1 meter lebih panjang dari butiran air di awan.
"Dengan frekuensi dan panjang gelombang tersebut, dengan teknologi SAR ini dapat menembus awan, kabut, maupun asap yang menghalangi sensor," kata Josaphat.
Kelebihan lain dengan digunakannya SAR, tambah Josaphat, adalah saat penggunaan satelit pada malam hari. Sumber cahaya satelit ini berasal dari satelit sendiri sehingga apapun waktunya, satelit dapat tetap menghasilkan citranya. "Mulai dari intensity, fase, polarisasi, semua infonya dapat. Kita juga bisa mengetahui jarak dari suatu objek, akurasinya hanya beberapa sentimeter," ujar pria kelahiran Bandung tersebut.
Bahkan menurut Prof Josaphat, teknologi tersebut juga dapat melakukan mapping air bawah tanah. Teknologi SAR tentu jauh lebih baik dan dapat menghasilkan citra lebih baik daripada teknologi konvensional.
Satelit ini, lanjut Josaphat, sangat bermanfaat untuk kegiatan perikanan dan maritim. "Banyak kecelakaan di darat atau laut. Saat ini Jepang pun terlalu banyak memiliki jalan tol. Pasti sulit jika melakukan pengawasan satu persatu. Satelit ini dapat mengetahui terowongan-terowongan besar agar dapat menghindari kerubuhannya. Satelit ini juga dapat mendeteksi pergerakan teroris," ujarnya.
Sementara itu Wakil Rektor IV bidang Penelitian, Inovasi dan Kerja Sama ITS, Prof Ketut Buda Artana, berharap agar ITS dapat banyak memberi kontribusi untuk pengembangan Satelit LAPAN A5 ini.
"Butuh kerja sama baik dari LAPAN, Chiba University, dan ITS. Saya berharap dengan kerja sama ini maka peran ITS akan semakin terlihat dalam kerja sama ini," kata Ketut.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional melibatkan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dalam pembuatan teknologi satelit terbaru yang diberi nama satelit LAPAN A5.
Ketua Tim Satelit A5 LAPAN Dr Albertus Heru dalam kuliah tamu di ITS, Rabu mengungkapkan, pembuatan satelit LAPAN A5 ini bekerja sama dengan Chiba University, Jepang dan telah berlangsung sejak penandatanganan Memo of Understanding (MoU) pada Mei 2013 lalu.
"LAPAN akan mengerjakan Platform/BUS-nya, sedangkan Profesor Josaphat akan menggarap sensor SAR untuk payload-nya," kata pria yang biasa disapa Heru ini dalam kuliah yang bertajuk "Perkembangan Teknologi Satelit di Indonesia" (A1-A5) tersebut.
Heru melanjutkan, teknologi yang dikembangkan untuk Satelit LAPAN A5 ini merupakan teknologi microsatelit canggih pertama di dunia yang menggunakan Synthetic Aperture Radar (SAR). Yakni merupakan bentuk radar yang digunakan untuk membuat gambar objek dua dimensi atau tiga dimensi, seperti landscape.
SAR merupakan bentuk lanjutan dari Side Looking Airbone Radar (SLAR). Biasanya SAR dipasang pada platform yang bergerak, seperti pesawat terbang atau pesawat ruang angkasa.
Pada kesempatan yang sama, Center for Environmental Remote Sensing, Chiba University, Jepang Prof Josaphat menjelaskan bahwa SAR memiliki frekuensi 1-40 Giga hertz. Sedangkan panjang gelombang yang dihasilkan adalah 1 centimeter - 1 meter lebih panjang dari butiran air di awan.
"Dengan frekuensi dan panjang gelombang tersebut, dengan teknologi SAR ini dapat menembus awan, kabut, maupun asap yang menghalangi sensor," kata Josaphat.
Kelebihan lain dengan digunakannya SAR, tambah Josaphat, adalah saat penggunaan satelit pada malam hari. Sumber cahaya satelit ini berasal dari satelit sendiri sehingga apapun waktunya, satelit dapat tetap menghasilkan citranya. "Mulai dari intensity, fase, polarisasi, semua infonya dapat. Kita juga bisa mengetahui jarak dari suatu objek, akurasinya hanya beberapa sentimeter," ujar pria kelahiran Bandung tersebut.
Bahkan menurut Prof Josaphat, teknologi tersebut juga dapat melakukan mapping air bawah tanah. Teknologi SAR tentu jauh lebih baik dan dapat menghasilkan citra lebih baik daripada teknologi konvensional.
Satelit ini, lanjut Josaphat, sangat bermanfaat untuk kegiatan perikanan dan maritim. "Banyak kecelakaan di darat atau laut. Saat ini Jepang pun terlalu banyak memiliki jalan tol. Pasti sulit jika melakukan pengawasan satu persatu. Satelit ini dapat mengetahui terowongan-terowongan besar agar dapat menghindari kerubuhannya. Satelit ini juga dapat mendeteksi pergerakan teroris," ujarnya.
Sementara itu Wakil Rektor IV bidang Penelitian, Inovasi dan Kerja Sama ITS, Prof Ketut Buda Artana, berharap agar ITS dapat banyak memberi kontribusi untuk pengembangan Satelit LAPAN A5 ini.
"Butuh kerja sama baik dari LAPAN, Chiba University, dan ITS. Saya berharap dengan kerja sama ini maka peran ITS akan semakin terlihat dalam kerja sama ini," kata Ketut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.