Peta Desa Temajuk (Istimewa) ●
Puluhan warga perbatasan menggarap lahan yang ternyata masuk wilayah teritorial Malaysia. Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) TNI mengingatkan warga agar berhati-hati sampai akhir tahun. Soalnya, militer Malaysia tak ragu-ragu menembak pelanggar batas.
Permasalahan pelanggaran batas negara Malaysia ini diceritakan oleh Komandan Satgas Pamtas Batalyon Infranteri 131/Braja Sakti Letkol Inf Denny, Senin (17/7/2017) di Pos Komando Taktis, Jl Lintas Malindo, Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Lokasinya di Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Daerah itu berbatasan dengan wilayah Malaysia, termasuk bagian Samunsam Wildlife Sanctuary Sarawak.
“Awalnya ada komplain dari Malaysia bahwa ada orang yang melanggar batu sempadan, itu istilah Malaysia untuk menyebut patok perbatasan,” kata Denny.
Pada 7 Maret 2017, Komandan Korem 121/Alambhana Wanawai (Danrem 121/Abw) yang saat itu menjabat, Brigjen TNI Widodo Iryansyah, menerima surat dari pihak Tentara Diraja Malaysia, yakni dari Panglima Briged Ketiga Infanteri Malaysia Brigidier Jeneral Mohd Bustaman Mat Zin. Surat itu adalah surat peringatan bahwa ada puluhan warga Dusun Camar Bulan yang membuka lahan di wilayah teritorial Malaysia.
“Kemudian kami, karena kami Satgas di situ, kami mengecek. Masyarakat di situ kami data semua. Ada 31 warga negara Indonesia yang menggarap di tanah Malaysia,” kata Denny.
Satgas Pamtas yang dipimpin Denny membawahi area tugas dari perbatasan di Aruk Sajingan di Kabupaten Sambas hingga di Sei Daun, Kabupaten Sanggau. Panjang perbatasan tersebut adalah 359,45 km. Wilayah Camar Bulan di Temajuk itu termasuk wilayah tugas mereka.
“Setelah kita cek di lokasi, ya betul, kita (warga Indonesia) melanggar,” kata Denny.
Lahan Malaysia yang digarap warga Camar Bulan di antaranya berlokasi di sekitar patok A74 sampai A79. Luasnya bervariasi, berkisar antara 2.000 meter persegi sampai 5.000 meter persegi. Bahkan ada yang sampai 1 hektare dan 2 hektare.
Diskusi dua negara digelar, menghadirkan pihak TNI, bupati, hingga wakil ketua DPRD. Dari pihak Malaysia, hadir juru ukur, polisi dan polisi kehutanan Malaysia, hingga Tentara Diraja Malaysia.
“Semua datang waktu itu, agak banyak,” kata Denny.
Seluruh masyarakat Camar Bulan dikumpulkan. Dikatakan Denny, mereka bisa menerima penjelasan bahwa lahan yang selama ini mereka garap merupakan lahan yang bukan hak mereka, soalnya itu sudah masuk wilayah Malaysia. Selanjutnya pihak Indonesia dan Malaysia berdiskusi.
“Malaysia memberikan toleransi sampai akhir Desember,” kata Denny.
31 Desember 2017 nanti akan menjadi batas waktu maksimal bagi warga yang menanam lada alias sahang untuk beraktivitas di situ. Namun untuk tanaman pohon karet, Denny menyatakan belum ada keputusan batas waktu maksimal karena menunggu keputusan pemerintah pusat Malaysia.
Wilayah itu adalah hutan yang tidak dikelola langsung oleh warga Malaysia. Warga tidak tahu bahwa itu sudah masuk wilayah Malaysia, sehingga mereka masuk dan membuka ladang lada serta menanam pohon karet. Kabarnya, warga sudah berkebun di lokasi itu sejak 2006.
Denny bisa memahami bahwa cara penegakan hukum tentu berbeda-beda antara negara satu dan yang lainnya. Malaysia sudah memberi batas waktu. Maka diharapkan, warga Indonesia bisa menghentikan aktivitas berkebun lada di wilayah itu. Konsekuensi fatal berisiko terjadi bila peringatan batas waktu itu dilanggar.
“Malaysia memberi ultimatum sampai Desember. Tapi, kalau masyarakat nggak ngikuti, bahaya! Takutnya nanti ditembak di tempat. Karena aturan Malaysia, melanggar maka ditembak. Di Malaysia beda dengan di Indonesia. Kalau di Indonesia kita tangkap, tapi kalau di Malaysia, apalagi kalau sudah diultimatum, dia (aparat Malaysia) akan menembak,” kata Denny mewanti-wanti.
20 Agustus, Yonif 131/Braja Sakti yang dikomandani Denny selesai bertugas sebagai Satgas Pamtas di Entikong dan pulang ke markas di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Tugas penjagaan perbatasan selanjutnya diteruskan oleh Batalyon Infanteri 642/Kapuas. Denny berpesan agar Satgas Pamtas selanjutnya segera memberi pemahaman kepada warga Camar Bulan agar tidak terjadi bahaya. Bila warga Indonesia tetap menanam lada di wilayah Malaysia setelah 31 Desember, bisa runyam jadinya.
“Kalau perlu, dia langsung bina masyarakat lagi, akhir Desember tidak ada lagi yang mengelola tanah itu. Jangan sampai nanti ada yang kena tembak. Kalau ada yang kena tembak, maka gempar dunia,” tutur Denny.
Puluhan warga perbatasan menggarap lahan yang ternyata masuk wilayah teritorial Malaysia. Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) TNI mengingatkan warga agar berhati-hati sampai akhir tahun. Soalnya, militer Malaysia tak ragu-ragu menembak pelanggar batas.
Permasalahan pelanggaran batas negara Malaysia ini diceritakan oleh Komandan Satgas Pamtas Batalyon Infranteri 131/Braja Sakti Letkol Inf Denny, Senin (17/7/2017) di Pos Komando Taktis, Jl Lintas Malindo, Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Lokasinya di Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Daerah itu berbatasan dengan wilayah Malaysia, termasuk bagian Samunsam Wildlife Sanctuary Sarawak.
“Awalnya ada komplain dari Malaysia bahwa ada orang yang melanggar batu sempadan, itu istilah Malaysia untuk menyebut patok perbatasan,” kata Denny.
Pada 7 Maret 2017, Komandan Korem 121/Alambhana Wanawai (Danrem 121/Abw) yang saat itu menjabat, Brigjen TNI Widodo Iryansyah, menerima surat dari pihak Tentara Diraja Malaysia, yakni dari Panglima Briged Ketiga Infanteri Malaysia Brigidier Jeneral Mohd Bustaman Mat Zin. Surat itu adalah surat peringatan bahwa ada puluhan warga Dusun Camar Bulan yang membuka lahan di wilayah teritorial Malaysia.
“Kemudian kami, karena kami Satgas di situ, kami mengecek. Masyarakat di situ kami data semua. Ada 31 warga negara Indonesia yang menggarap di tanah Malaysia,” kata Denny.
Satgas Pamtas yang dipimpin Denny membawahi area tugas dari perbatasan di Aruk Sajingan di Kabupaten Sambas hingga di Sei Daun, Kabupaten Sanggau. Panjang perbatasan tersebut adalah 359,45 km. Wilayah Camar Bulan di Temajuk itu termasuk wilayah tugas mereka.
“Setelah kita cek di lokasi, ya betul, kita (warga Indonesia) melanggar,” kata Denny.
Lahan Malaysia yang digarap warga Camar Bulan di antaranya berlokasi di sekitar patok A74 sampai A79. Luasnya bervariasi, berkisar antara 2.000 meter persegi sampai 5.000 meter persegi. Bahkan ada yang sampai 1 hektare dan 2 hektare.
Diskusi dua negara digelar, menghadirkan pihak TNI, bupati, hingga wakil ketua DPRD. Dari pihak Malaysia, hadir juru ukur, polisi dan polisi kehutanan Malaysia, hingga Tentara Diraja Malaysia.
“Semua datang waktu itu, agak banyak,” kata Denny.
Seluruh masyarakat Camar Bulan dikumpulkan. Dikatakan Denny, mereka bisa menerima penjelasan bahwa lahan yang selama ini mereka garap merupakan lahan yang bukan hak mereka, soalnya itu sudah masuk wilayah Malaysia. Selanjutnya pihak Indonesia dan Malaysia berdiskusi.
“Malaysia memberikan toleransi sampai akhir Desember,” kata Denny.
31 Desember 2017 nanti akan menjadi batas waktu maksimal bagi warga yang menanam lada alias sahang untuk beraktivitas di situ. Namun untuk tanaman pohon karet, Denny menyatakan belum ada keputusan batas waktu maksimal karena menunggu keputusan pemerintah pusat Malaysia.
Wilayah itu adalah hutan yang tidak dikelola langsung oleh warga Malaysia. Warga tidak tahu bahwa itu sudah masuk wilayah Malaysia, sehingga mereka masuk dan membuka ladang lada serta menanam pohon karet. Kabarnya, warga sudah berkebun di lokasi itu sejak 2006.
Denny bisa memahami bahwa cara penegakan hukum tentu berbeda-beda antara negara satu dan yang lainnya. Malaysia sudah memberi batas waktu. Maka diharapkan, warga Indonesia bisa menghentikan aktivitas berkebun lada di wilayah itu. Konsekuensi fatal berisiko terjadi bila peringatan batas waktu itu dilanggar.
“Malaysia memberi ultimatum sampai Desember. Tapi, kalau masyarakat nggak ngikuti, bahaya! Takutnya nanti ditembak di tempat. Karena aturan Malaysia, melanggar maka ditembak. Di Malaysia beda dengan di Indonesia. Kalau di Indonesia kita tangkap, tapi kalau di Malaysia, apalagi kalau sudah diultimatum, dia (aparat Malaysia) akan menembak,” kata Denny mewanti-wanti.
20 Agustus, Yonif 131/Braja Sakti yang dikomandani Denny selesai bertugas sebagai Satgas Pamtas di Entikong dan pulang ke markas di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Tugas penjagaan perbatasan selanjutnya diteruskan oleh Batalyon Infanteri 642/Kapuas. Denny berpesan agar Satgas Pamtas selanjutnya segera memberi pemahaman kepada warga Camar Bulan agar tidak terjadi bahaya. Bila warga Indonesia tetap menanam lada di wilayah Malaysia setelah 31 Desember, bisa runyam jadinya.
“Kalau perlu, dia langsung bina masyarakat lagi, akhir Desember tidak ada lagi yang mengelola tanah itu. Jangan sampai nanti ada yang kena tembak. Kalau ada yang kena tembak, maka gempar dunia,” tutur Denny.
★ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.