Upaya Pembebasan SulitSebanyak 20 WNI disekap di Myawaddy, wilayah yang disebut dikuasai pemberontak Myanmar. Kemlu RI dan keluarga korban mengakui upaya pembebasan sulit dilakukan. (Istockphoto/Nito100) ☆
Sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) disekap di Myawaddy, wilayah yang disebut dikuasai pemberontak di Myanmar. Upaya pembebasan pun sulit dilakukan.
Rosa, saudara salah satu korban penyekapan bernama Novi, mengatakan bahwa kerabatnya sampai saat ini masih menanti upaya penyelamatan.
Menurutnya, Novi merupakan korban tindakan pidana perdagangan orang (TPPO) dan sudah disekap di Myawaddy sejak 23 April lalu. Novi disekap karena tak mau menjadi penipu atau scammer.
Novi diduga dipaksa oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi scammer. Ia diminta melakukan sejumlah modus penipuan untuk menjaring para korbannya berinvestasi bodong.
Karena enggan menipu serta tak kunjung menghasilkan uang bagi perusahaan, Novi menjadi target penyiksaan. Karena terus membangkang, Novi disekap dan diancam dijual ke perusahaan lain.
"Maka Novi dan teman-temannya ini melakukan perlawanan dengan cara mogok kerja. Mulailah penyekapan itu sejak mereka mogok kerja ini," kata Rosa kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/5).
Rosa lantas meminta bantuan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI, Kedutaan Besar RI (KBRI) Yangon, dan KBRI Bangkok untuk menyelamatkan Novi dan para WNI lain.
Namun, pemerintah RI kesulitan menyelamatkan para korban lantaran berada di zona merah konflik. Rosa menuturkan bukan cuma RI, pemerintah Myanmar sekalipun tak bisa menjangkau wilayah tersebut.
"Karena daerah itu adalah daerah konflik, di mana itu adalah zona merah yang terjadi perang saudara dan daerah itu dikuasai oleh pemberontak, jadi otoritas resmi Myanmar saat ini enggak bisa masuk ke situ. Mereka aja berperang di daerah situ," ujarnya.
Berdasarkan laporan media Myanmar, The Irrawaddy, saat ini sejumlah kawasan di Myawaddy memang dikuasai kelompok pemberontak. Namun, tak diketahui pasti pihak mana yang berkuasa di lokasi WNI disekap.
Melihat upaya diplomatik yang dilakukan pemerintah Indonesia terhambat, Rosa pun mencoba berbagai cara lain, salah satunya menghubungi lembaga pemerhati kasus online scam.
"Salah satunya saya menghubungi organisasi internasional, namanya Global Anti-Scam Organization (GASO). Karena GASO ini udah beberapa kali kan [berhasil] mengeluarkan orang dari sana," ucap Rosa.
Menurut Rosa, upaya penyelamatan GASO sejauh ini berhasil mencapai negosiasi dengan perusahaan scamming tersebut. Namun, negosiasi itu belum membuahkan kesepakatan.
"Negosiasi ini belum menghasilkan kesepakatan yang bisa membuat mereka [para WNI] keluar dari situ. Tapi ya saya yakin, karena Kemlu juga bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional bukan cuma GASO aja, ada Interpol juga, jadi ya memang ini harus upaya bersama," tutur dia.
Sementara itu, Kemlu bersama KBRI Yangon dan Bangkok menegaskan telah melayangkan nota diplomatik kepada Kemlu Myanmar mengenai penyekapan para WNI tersebut.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Juddha Nugraha, mengatakan tantangan untuk menyelamatkan para WNI itu tinggi.
Juddha mengungkap mayoritas dari para WNI itu berada di lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak.
KBRI Yangon pun berupaya "memetakan jejaring yang ada di Myawaddy melalui kerja sama dengan berbagai lembaga pemerhati kasus online scam."
Dari sisi penegakan hukum, Kemlu juga berkoordinasi dengan Kepolisian RI untuk menindak para pelaku TPPO ke Myanmar tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian setelah video yang diunggah akun instagram @bebaskankami viral. Dalam video itu, terlihat sekumpulan orang yang dinarasikan sebagai WNI terjebak di Myanmar.
Dalam narasinya, para WNI itu disebut dipaksa bekerja sebagai scammer. Mereka bahkan disiksa dan disekap selama berada di sana. (blq/has)
Sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) disekap di Myawaddy, wilayah yang disebut dikuasai pemberontak di Myanmar. Upaya pembebasan pun sulit dilakukan.
Rosa, saudara salah satu korban penyekapan bernama Novi, mengatakan bahwa kerabatnya sampai saat ini masih menanti upaya penyelamatan.
Menurutnya, Novi merupakan korban tindakan pidana perdagangan orang (TPPO) dan sudah disekap di Myawaddy sejak 23 April lalu. Novi disekap karena tak mau menjadi penipu atau scammer.
Novi diduga dipaksa oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi scammer. Ia diminta melakukan sejumlah modus penipuan untuk menjaring para korbannya berinvestasi bodong.
Karena enggan menipu serta tak kunjung menghasilkan uang bagi perusahaan, Novi menjadi target penyiksaan. Karena terus membangkang, Novi disekap dan diancam dijual ke perusahaan lain.
"Maka Novi dan teman-temannya ini melakukan perlawanan dengan cara mogok kerja. Mulailah penyekapan itu sejak mereka mogok kerja ini," kata Rosa kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/5).
Rosa lantas meminta bantuan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI, Kedutaan Besar RI (KBRI) Yangon, dan KBRI Bangkok untuk menyelamatkan Novi dan para WNI lain.
Namun, pemerintah RI kesulitan menyelamatkan para korban lantaran berada di zona merah konflik. Rosa menuturkan bukan cuma RI, pemerintah Myanmar sekalipun tak bisa menjangkau wilayah tersebut.
"Karena daerah itu adalah daerah konflik, di mana itu adalah zona merah yang terjadi perang saudara dan daerah itu dikuasai oleh pemberontak, jadi otoritas resmi Myanmar saat ini enggak bisa masuk ke situ. Mereka aja berperang di daerah situ," ujarnya.
Berdasarkan laporan media Myanmar, The Irrawaddy, saat ini sejumlah kawasan di Myawaddy memang dikuasai kelompok pemberontak. Namun, tak diketahui pasti pihak mana yang berkuasa di lokasi WNI disekap.
Melihat upaya diplomatik yang dilakukan pemerintah Indonesia terhambat, Rosa pun mencoba berbagai cara lain, salah satunya menghubungi lembaga pemerhati kasus online scam.
"Salah satunya saya menghubungi organisasi internasional, namanya Global Anti-Scam Organization (GASO). Karena GASO ini udah beberapa kali kan [berhasil] mengeluarkan orang dari sana," ucap Rosa.
Menurut Rosa, upaya penyelamatan GASO sejauh ini berhasil mencapai negosiasi dengan perusahaan scamming tersebut. Namun, negosiasi itu belum membuahkan kesepakatan.
"Negosiasi ini belum menghasilkan kesepakatan yang bisa membuat mereka [para WNI] keluar dari situ. Tapi ya saya yakin, karena Kemlu juga bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional bukan cuma GASO aja, ada Interpol juga, jadi ya memang ini harus upaya bersama," tutur dia.
Sementara itu, Kemlu bersama KBRI Yangon dan Bangkok menegaskan telah melayangkan nota diplomatik kepada Kemlu Myanmar mengenai penyekapan para WNI tersebut.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Juddha Nugraha, mengatakan tantangan untuk menyelamatkan para WNI itu tinggi.
Juddha mengungkap mayoritas dari para WNI itu berada di lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak.
KBRI Yangon pun berupaya "memetakan jejaring yang ada di Myawaddy melalui kerja sama dengan berbagai lembaga pemerhati kasus online scam."
Dari sisi penegakan hukum, Kemlu juga berkoordinasi dengan Kepolisian RI untuk menindak para pelaku TPPO ke Myanmar tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian setelah video yang diunggah akun instagram @bebaskankami viral. Dalam video itu, terlihat sekumpulan orang yang dinarasikan sebagai WNI terjebak di Myanmar.
Dalam narasinya, para WNI itu disebut dipaksa bekerja sebagai scammer. Mereka bahkan disiksa dan disekap selama berada di sana. (blq/has)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.