Senin, 17 Juni 2013

Memaknai Perjalanan Malindo Darsasa

Perjalanan Malindo Darsasa sudah memasuki usia empat puluh satu tahun. Lahir dalam suasana persahabatan yang hangat antara Indonesia dan Malaysia di awal tahun tujuh puluhan. Bayinya lahir dari kota sejuk Prapat di tepi Danau Toba yang indah tanggal 27 Juli 1972. Sejarah kemudian mencatat eksistensi Malindo Darsasa mendapat porsi terbesar sebagai media latihan gabungan antar negara ASEAN lima tahun sekali sejak tahun 1981 dan tiga tahun sekali sejak tahun 2006.

Latihan gabungan terakhir Malindo Darsasa 8 AB (latihan gabungan Malaysia-Indonesia darat samudera angkasa) di Medan yang berlangsung dari tanggal 7 sampai dengan 12 Juni 2013 melibatkan sekitar 1.800 prajurit pasukan khusus kedua negara, Indonesia 1.500 dan Malaysia 300 prajurit. Kebiasaannya memang begitu, lebih banyak tuan rumah, sama jika Malaysia yang jadi tuan rumah. Latgab Malindo Darsasa 7AB tahun 2010 di Malaka Malaysia diikuti 1.900 prajurit juga dari pasukan khusus kedua negara, Indonesia 500 prajurit, Malaysia 1.500 prajurit.

Sesungguhnya kegiatan latihan gabungan antar negara menyiratkan dan menyuratkan kedekatan hubungan antar negara dan hubungan militernya. Begitulah yang terjadi dengan hubungan pertemanan Indonesia dan Malaysia sampai lepasnya Sipadan dan Ligitan tahun 2002 melalui Mahkamah Internasional. Bersamaan dengan itu kondisi militer RI sejak tahun 1999 melakukan operasi militer besar-besaran di Timor Leste, Aceh dan Maluku. Tiga hotspot ini merupakan tugas berat yang harus dijalankan tentara Indonesia dengan mengerahkan hampir 80 ribu pasukan dan alutsista segala matra, belum lagi embargo persenjataan militer. Merasa diatas angin Malaysia mengambil keuntungan dari kondisi ini dengan melakukan show of force, mula-mula di sekitar Sipadan dan Ligitan.

Puncaknya adalah manuver angkatan laut Malaysia di Ambalat tahun 2005 dengan melakukan penyerangan kepada pekerja di Karang Unarang. Ini menyadarkan Indonesia bahwa hubungan pertetanggaan khusus dengan jiran sebelah itu harus ditata ulang kembali terutama dalam membangun pagar halaman. Soalnya pohon mangga di pojok halaman samping kok seenaknya dipanjat sendiri padahal kita yang menanam sejak lama. Untuk meminimalisir pencuri mangga tadi dibuatkanlah sarang tawon berkemampuan sengat sehingga si maling berhitung ulang untuk memanjat dan mengambil buahnya. Begitu konsep dasarnya.

Maka dengan keputusan strategis Pemerintah dan DPR dengan dukungan mayoritas rakyat Indonesia dimulailah proyek perkuatan alutsista TNI bernilai US S 15 Milyar untuk masa 2010-2014. Hasilnya kalau sebelum tahun 2013 ini ada kalimat yang menyenangkan: tiada hari tanpa belanja alutsista, maka hari-hari di depan mata ada kalimat yang lebih menyenangkan lagi : tiada hari tanpa kedatangan alutsista baru.

Meski provokasi Ambalat terjadi, setahun kemudian tetap dilakukan latihan gabungan Malindo Darsasa 6 AB dimana Indonesia sebagai tuan rumah. Latgab Malindo Darsasa tahun 2006 merupakan Latgab terbesar yang diikuti 5.000 prajurit dengan kontribusi terbesar dari TNI dengan kekuatan 3.900 tentara, sisanya prajurit ATM. Geladi lapangan yang berlangsung di Singkawang Kalbar tanggal 1-10 Juli 2006 dengan mengerahkan sejumlah alutsista untuk serangan udara langsung dan serbuan pantai dengan kekuatan tank amfibi.

Yang unik dalam Latgab ini adalah untuk serangan udara langsung dilakukan serial alias bergantian, 4 Hawk TNI AU duluan melakukan serangan disusul dengan oleh F-18 Hornet Malaysia, kemudian penerjunan pasukan dengan 9 Hercules Indonesia dan 3 Hercules Malaysia. Nah untuk serangan amfibi seluruhnya dilakukan oleh marinir Indonesia dengan 7 KRI dan puluhan alutsista amfibi menyerang pantai Kura-Kura Singkawang. Bukan apa-apa karena jiran sebelah tidak punya pasukan marinir yang berkemampuan serbuan pantai.

Inilah Latgab terbesar dalam pengerahan jumlah pasukan dan alutsista karena setelah itu baik pada Latgab 7AB di Malaka dan 8AB yang diadakan di Medan jumlah peran serta berkurang, baik jumlah pasukan yang hanya 1800 an dan tema latgab bergeser menjadi operasi anti teroris, tidak ada pengerahan pasukan secara besar-besaran. Boleh jadi karena urgensi atau kepentingan utama dari porsi latihan itu adalah untuk tema kontemporer, melawan teroris. Tetapi bisa jadi juga karena merasa tak perlu lagi bagi kita untuk melakukan latihan militer yang sesungguhnya yaitu operasi militer gabungan berupa serangan udara dan serbuan pantai sebagaimana yang terakhir kali dilakukan di Singkawang.

Kalau yang terakhir itu merupakan pilihan bagi militer RI, kita sangat mendukung karena itu merupakan jawaban yang halus untuk menyatakan tidak lagi atau jangan dulu sebagai jawaban atas polah tingkah mereka yang menggunting dalam lipatan. Mulai saat ini dan tahun-tahun mendatang kesetaraan dalam teknologi dan mutu alutsista serta kuantitas persenjataan yang dimiliki hulubalang republik sudah menjadi kenyataan. Bukan lantas kita ingin mengajak jiran untuk bermusuhan, sekali-kali tidak. Namun dalam perjalanan ke depan jangan lagi ada upaya untuk melakukan pamer kekuatan di depan mata NKRI.

Latihan militer bersama boleh saja dilakukan tetapi tentu harapan kita tidak lagi sebesar yang di Singkawang. Dalam bahasa pertetanggaan silaturrahim tetap dilakukan sembari bermanis wajah tetapi sikap dalam bathin tetap keukeuh untuk tidak ingin lagi diremehkan. Caranya ya dengan memperkuat taring militer kita secara berkesinambungan, memperkuat alutsista dengan teknologi terkini dalam jumlah yang memadai. Sudah tentu Malindo Darsasa bukan prioritas lagi apalagi menjadikannya yang terbesar.

****
Jagvane

  ● Analisis  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...