Gadis Yazidi bercerita bagaimana militan ISIS tertawa ketika melelang dia. Foto NBC News.♙
Farida, 19, nama gadis Yazidi ini. Dia masih ingat betul, bagaimana para militan ISIS tertawa ketika melelangnya dan puluhan gadis lain di sebuah ruangan di Raqqa, Suriah.
Farida yang telah kembali ke keluarganya dengan uang tebusan itu, becerita tentang “jalan hidup”-nya yang teramat pilu sejak muncul kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Ketika seorang wartawan yang mewawancarainya menunjukkan dokumentasi video “lelang” gadis Yazidi oleh ISIS pada sebuah iPad, dia antusias membenarkan keaslian video itu.
Farida menatap video itu, di mana para militan ISIS tertawa ketika bertransaksi menjual para gadis Yazidi untuk dijadikan budak seksual.
“Apakah seperti ini bagaimana mereka berperilaku. Mereka tertawa dan bahagia?.” tanya wartawan kepada Farida. "Ya. Tepat. Mereka sangat senang,” jawab gadis Yazidi itu.
Dia bahkan mengenal dua militan ISIS di dalam video itu. Di mana salah satunya berambut panjang dan duduk di sofa. “Mereka datang untuk membeli gadis-gadis. Saya melihat mereka di sana,” ujarnya.
”Saya melihat ini dan saya tidak berpikir tentang kasus saya, saya memikirkan semua gadis, karena mereka akan melakukan segalanya untuk mereka," katanya. "Kami menginginkan keadilan."
Coba Bunuh Diri
Farida ditangkap pada bulan Agustus 2014, ketika militan ISIS mengambil alih Kuchu, sebuah desa Yazidi dengan populasi kurang dari 2.000 jiwa, di dekat Pegunungan Sinjar, Irak utara. Kuchu sudah dikepung militan ISIS ketika Amerika Serikat mulai membom basis-basis ISIS pada musim panas lalu.
Farida adalah seorang wanita muda yang kuat dengan suara nyaring. Bibirnya tipis dan hidung mancung. Dia bertekad untuk melawan ISIS sejak kelompok itu muncul di Irak. Tapi, dia membayar “harga” yang berat karena melawan kelompok radikal itu.
Pada suatu malam setelah ditangkap ISIS, Farida dibeli oleh seorang pria Libya yang menyebut dirinya Abu Atheer. Malam itu pula, Farida melakukan perlawanan. Dia memecahkan cermin di kamar mandi, dan mengiris pergelangan tangan dengan pecahan cermin. Itu untuk pertama kali dari tujuh upaya bunuh diri yang dilakukan Farida.
Darah mengalir dari tangan gadis itu. Abu Atheer lantas membawa Farida ke rumah sakit yang dikuasai ISIS. Dia sembuh setelah lima hari dirawat. Dia kemudian dikunci di sebuah penjara ISIS khusus untuk “budak” Yazidi yang nakal.
”Ada empat gadis lainnya (di penjara),” katanya. "Itu begitu gelap, kita tidak tahu apakah itu siang atau malam. Kita terkunci dan mereka terus-menerus mengalahkan kami.”
Dijual Lagi
Abu Atheer marah, ketika Farida nekat ingin bunuh diri. Sebab, dia belum melampiaskan nafsunya sejak dia membelinya dari ISIS. Pria Libya itu lantas menjualnya ke pria Irak. Lagi-lagi, Farida melawan dengan gantung diri menggunakan kerudung. "Tiga kali saya mencoba gantung diri, dan akan dicekik,” katanya, memperagakan dengan meletakkan tangannya di tenggorokan.
Pria Irak yang membeli Farida juga marah dan Farida kembali dijual pada sekelompok pria Libya. Farida lantas dibawa ke sebuah pos di sebuah gurun luar Kota Deir e-Zour, Suriah timur. Selama dua bulan, gadis itu menderita karena diperkosa bergiliran oleh beberapa pria.
”Mereka mengatakan ‘kami adalah manusia. Kamu adalah milik kami’, kata Farida menirukan ucapan para pria yang menyerangnya. ”Mereka berkata, 'Kamu adalah kafir. Kami akan melakukan apa yang kita inginkan dengan kami,’.”
Karena tidak tahan hidup dengan siksaan di kamp tersebut, Farida mencoba bunuh diri lagi dengan memotong pembuluh darahnya, tapi hal itu digagalkan. Farida kemudian dimasukkan ke trailer dengan tujuh gadis lainnya. Mereka tidak hanya dijadikan budak pemuas nafsu tapi juga dipaksa untuk memasak, mencuci dan melakukan pekerjaan lain.
Uang Tebusan
Lantaran pintu trailer itu terbuka, Farida dan para gadis lainnya berhasil lari. Mereka mulai berjalan menyusuri padang gurun. Mereka akhirnya menemukan sebuah rumah yang semula mereka pikir itu rumah kosong. Tapi, sialnya, rumah itu ternyata dihuni seorang militan ISIS.
"Orang itu berkata, ‘Pergilah, kami tidak dapat membantu Anda’. Tapi kemudian anaknya berkata, ‘Biarkan mereka masuk, mungkin kita bisa menghasilkan uang dari mereka’,” tutur Farida menirukan percakapan penghuni rumah itu.
Di rumah itu, Farida tinggal selama tiga malam. Si tuan rumah berhasil menghubungi keluarga Farida untuk minta tebusan puluhan ribu dolar. Tebusan disetujui, dan Farida bersama gadis lainnya dibawa ke tempat aman untuk diserahkan ke keluarganya.
Kisah pilu Farida itu diceritakan kepada NBC News, yang dirilis Sabtu (14/2/2015). Dalam laporannya, media itu juga menulis kisah yang tak kalah pilu dari gadis Yazidi lain bernama Hweida. Gadis ini bahkan lebih sengsara, karena dia dijadikan budak oleh ISIS saat usianya baru 12 tahun.
”Kami dikelilingi. Mereka mengatakan kepada kami untuk mengubah (agama), tapi kami tidak akan melakukannya,” ujar Hweida. Gadis itu juga sempat dibawa ke Raqqa untuk dilelang oleh ISIS.(mas)
Farida, 19, nama gadis Yazidi ini. Dia masih ingat betul, bagaimana para militan ISIS tertawa ketika melelangnya dan puluhan gadis lain di sebuah ruangan di Raqqa, Suriah.
Farida yang telah kembali ke keluarganya dengan uang tebusan itu, becerita tentang “jalan hidup”-nya yang teramat pilu sejak muncul kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Ketika seorang wartawan yang mewawancarainya menunjukkan dokumentasi video “lelang” gadis Yazidi oleh ISIS pada sebuah iPad, dia antusias membenarkan keaslian video itu.
Farida menatap video itu, di mana para militan ISIS tertawa ketika bertransaksi menjual para gadis Yazidi untuk dijadikan budak seksual.
“Apakah seperti ini bagaimana mereka berperilaku. Mereka tertawa dan bahagia?.” tanya wartawan kepada Farida. "Ya. Tepat. Mereka sangat senang,” jawab gadis Yazidi itu.
Dia bahkan mengenal dua militan ISIS di dalam video itu. Di mana salah satunya berambut panjang dan duduk di sofa. “Mereka datang untuk membeli gadis-gadis. Saya melihat mereka di sana,” ujarnya.
”Saya melihat ini dan saya tidak berpikir tentang kasus saya, saya memikirkan semua gadis, karena mereka akan melakukan segalanya untuk mereka," katanya. "Kami menginginkan keadilan."
Coba Bunuh Diri
Farida ditangkap pada bulan Agustus 2014, ketika militan ISIS mengambil alih Kuchu, sebuah desa Yazidi dengan populasi kurang dari 2.000 jiwa, di dekat Pegunungan Sinjar, Irak utara. Kuchu sudah dikepung militan ISIS ketika Amerika Serikat mulai membom basis-basis ISIS pada musim panas lalu.
Farida adalah seorang wanita muda yang kuat dengan suara nyaring. Bibirnya tipis dan hidung mancung. Dia bertekad untuk melawan ISIS sejak kelompok itu muncul di Irak. Tapi, dia membayar “harga” yang berat karena melawan kelompok radikal itu.
Pada suatu malam setelah ditangkap ISIS, Farida dibeli oleh seorang pria Libya yang menyebut dirinya Abu Atheer. Malam itu pula, Farida melakukan perlawanan. Dia memecahkan cermin di kamar mandi, dan mengiris pergelangan tangan dengan pecahan cermin. Itu untuk pertama kali dari tujuh upaya bunuh diri yang dilakukan Farida.
Darah mengalir dari tangan gadis itu. Abu Atheer lantas membawa Farida ke rumah sakit yang dikuasai ISIS. Dia sembuh setelah lima hari dirawat. Dia kemudian dikunci di sebuah penjara ISIS khusus untuk “budak” Yazidi yang nakal.
”Ada empat gadis lainnya (di penjara),” katanya. "Itu begitu gelap, kita tidak tahu apakah itu siang atau malam. Kita terkunci dan mereka terus-menerus mengalahkan kami.”
Dijual Lagi
Abu Atheer marah, ketika Farida nekat ingin bunuh diri. Sebab, dia belum melampiaskan nafsunya sejak dia membelinya dari ISIS. Pria Libya itu lantas menjualnya ke pria Irak. Lagi-lagi, Farida melawan dengan gantung diri menggunakan kerudung. "Tiga kali saya mencoba gantung diri, dan akan dicekik,” katanya, memperagakan dengan meletakkan tangannya di tenggorokan.
Pria Irak yang membeli Farida juga marah dan Farida kembali dijual pada sekelompok pria Libya. Farida lantas dibawa ke sebuah pos di sebuah gurun luar Kota Deir e-Zour, Suriah timur. Selama dua bulan, gadis itu menderita karena diperkosa bergiliran oleh beberapa pria.
”Mereka mengatakan ‘kami adalah manusia. Kamu adalah milik kami’, kata Farida menirukan ucapan para pria yang menyerangnya. ”Mereka berkata, 'Kamu adalah kafir. Kami akan melakukan apa yang kita inginkan dengan kami,’.”
Karena tidak tahan hidup dengan siksaan di kamp tersebut, Farida mencoba bunuh diri lagi dengan memotong pembuluh darahnya, tapi hal itu digagalkan. Farida kemudian dimasukkan ke trailer dengan tujuh gadis lainnya. Mereka tidak hanya dijadikan budak pemuas nafsu tapi juga dipaksa untuk memasak, mencuci dan melakukan pekerjaan lain.
Uang Tebusan
Lantaran pintu trailer itu terbuka, Farida dan para gadis lainnya berhasil lari. Mereka mulai berjalan menyusuri padang gurun. Mereka akhirnya menemukan sebuah rumah yang semula mereka pikir itu rumah kosong. Tapi, sialnya, rumah itu ternyata dihuni seorang militan ISIS.
"Orang itu berkata, ‘Pergilah, kami tidak dapat membantu Anda’. Tapi kemudian anaknya berkata, ‘Biarkan mereka masuk, mungkin kita bisa menghasilkan uang dari mereka’,” tutur Farida menirukan percakapan penghuni rumah itu.
Di rumah itu, Farida tinggal selama tiga malam. Si tuan rumah berhasil menghubungi keluarga Farida untuk minta tebusan puluhan ribu dolar. Tebusan disetujui, dan Farida bersama gadis lainnya dibawa ke tempat aman untuk diserahkan ke keluarganya.
Kisah pilu Farida itu diceritakan kepada NBC News, yang dirilis Sabtu (14/2/2015). Dalam laporannya, media itu juga menulis kisah yang tak kalah pilu dari gadis Yazidi lain bernama Hweida. Gadis ini bahkan lebih sengsara, karena dia dijadikan budak oleh ISIS saat usianya baru 12 tahun.
”Kami dikelilingi. Mereka mengatakan kepada kami untuk mengubah (agama), tapi kami tidak akan melakukannya,” ujar Hweida. Gadis itu juga sempat dibawa ke Raqqa untuk dilelang oleh ISIS.(mas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.