Senjata ini dijadikan perhitungan serius bagi Angkatan Laut AS. Ilustrasi serangan rudal China terhadap kapal induk AS. (U-Report)★
Saat ini, semakin banyak ancaman serius terhadap Angkatan Laut Amerika Serikat. Sebagian besar ancaman berupa senjata anti-access/area-denial (A2/AD). Negara-negara seperti China, Iran, Rusia, Korea Utara dan beberapa negara lainnya telah meningkatkan kemampuan angkatan lautnya untuk mempersulit Angkatan Laut Amerika Serikat mendekati wilayah pantai mereka ketika terjadi perang. Teknologi kapal perang, rudal balistik, ranjau, kapal selam dan senjata lainnya yang saat ini semakin canggih telah menjadi ancaman serius bagi Angkatan Laut Amerika Serikat.
Tidak ada keraguan bahwa salah satu tantangan terbesar bagi Angkatan Laut Amerika Serikat yang berupa senjata A2/AD adalah berasal dari China. China telah banyak mengembangkan berbagai senjata canggih yang akan membuat Angkatan Laut AS dilema ketika terjadi perang. Di bawah ini adalah 3 senjata China yang harus dijadikan perhitungan serius bagi Angkatan Laut AS menurut laman National Interest.
Rudal DF-21D, Pembunuh Kapal Induk
Krisis Taiwan 1995-1996 telah memacu semangat Beijing untuk mengembangkan berbagai senjata canggih. Menurut analis, hal ini utamanya disebabkan karena Beijing tidak mampu mengimbangi kekuatan kapal induk Amerika Serikat yang merupakan sekutu Taiwan. Krisis ini juga telah membimbing pemikiran China untuk mengembangkan dan membeli sistem senjata baru yang dapat memberikan keunggulan asimetris dan mengeliminasi keunggulan teknologi Angkatan Laut Amerika Serikat.
Tindakan Amerika Serikat selama krisis Taiwan memberikan dampak yang luar biasa bagi doktrin dan kekuatan militer China di masa depan. AS mengerahkan dua kapal induk untuk menunjukkan dukungannya kepada Taiwan sebagai upaya pencegahan dari serangan China. Konsekuensi jangka panjang dari krisis tersebut sudah jelas, yakni Angkatan Laut China memulai upaya keras untuk menumpulkan keunggulan yang dimiliki kapal induk Angkatan Laut AS. Untuk mewujudkannya, China mengembangkan teknologi rudal balistik dan rudal jelajah anti kapal.
Akhirnya China memulai program untuk mengembangkan DF-21D, yakni rudal jarak menengah yang difungsikan sebagai rudal balistik anti kapal/anti-ship ballistic missile (ASBM) yang ditujukan untuk menghancurkan kapal-kapal perang besar yang berlayar di lautan.
Rudal DF-21D seringkali dijuluki oleh media sebagai "pembunuh kapal induk." Dengan jangkauan lebih dari 1.500 km, rudal DF-21D diklaim memiliki akurasi yang mematikan (setidaknya menurut media) untuk menghancurkan kapal induk.
DF-21D diluncurkan ke atmosfer bumi dari truk peluncur. Disinyalir rudal ini memanfaatkan bantuan radar over-the -horizon, pelacakan satelit, dan kendaraan udara tak berawak sebagai pembimbingnya. Hulu ledak DF-21D juga dilaporkan mampu bermanuver untuk mempermudah menemukan target dan menghindari senjata anti rudal. Dengan asumsi kapal induk target berada di jangkauan maksimum, akan memakan waktu sekitar 10 menit bagi DF-21D untuk menghantam targetnya.
Tetapi yang menjadi pertanyaan, seberapa baik rudal itu? Jawaban pastinya adalah tidak ada yang benar-benar tahu.
Satu hal yang perlu diperhatikan, agar China berhasil menyerang kapal induk Angkatan Laut AS dengan rudal DF-21D, hal yang pertama-tama harus dilakukan adalah mendeteksi lokasi dan mengidentifikasinya jenis target (misal, apakah kapal induk, atau fregat). Foto satelit satu jam yang lalu mungkin berguna bagi China untuk mengidentifikasinya, meskipun kapal mungkin sudah bergerak 25-30 mil jauhnya dari saat foto satelit itu diambil. China harus memperhitungkan ini harus cepat dan tepat agar rudal balistik tepat sasaran.
Dengan asumsi China memiliki kemapuan yang baik dalam hal mendeteksi dan meluncurkan rudal, mencegat rudal balistik China sebenarnya adalah kerja yang sulit. Rudal SM-3 Angkatan Laut AS hanya mampu mencegat rudal selama pertengahan saja, ketika rudal terbang melalui ruang angkasa, kapal Aegis yang mengawal target harus menembakkan SM-3 segera sebelum rudal kembali ke atmosfer, atau dengan kata lain kapal Aegis terus diposisikan tepat dibawah lintasan penerbangan rudal. DF-21D mungkin sudah dilengkapi dengan umpan yang akan dilepaskan di tengah perjalanannya, ini akan membuat kerja SM-3 semakin berat. Kapal Aegis Angkatan Laut AS juga dilengkapi dengan rudal SM-2 Block 4, yang mampu mencegat rudal di atmosfer, tetapi hulu ledak DF-21D mampu melakukan beberapa manuver high-G, yang tidak mungkin bagi SM-2 Block 4 untuk mencegatnya.
Serangan Bertubi-tubi
Ini tidak hanya soal kekuatan dan teknologi senjata itu sendiri. Jika China meluncurkan rudal balistik dan rudal jelajah anti kapal dalam serangan besar-besaran, maka dampaknya akan sangat menghancurkan bagi Angkatan Laut AS.
Analis menilai, pun seandainya rudal balistik atau rudal jelajah anti kapal China tidak mampu menghantam kapal-kapal perang AS karena sistem pertahanan Aegis, untuk mencegatnya berarti Angkatan Laut AS akan banyak mengeluarkan amunisi berharga yang tidak dapat disuplai kembali dengan cepat. Apabila serangan rudal ini dilakukan oleh China secara bertubi-tubi, maka akan sangat menguras dan menghabiskan persenjataan kapal-kapal perang AS. Akhirnya daya tahan tempur armada laut AS di lokasi Perang menjadi lebih singkat, kembali ke pangkalan jika tidak hancur di laut.
Ini seperti matematika Perang. China hanya perlu memperbanyak rudal-rudal mereka untuk diluncurkan untuk menguras habis rudal-rudal pencegat Angkatan Laut AS. Selain itu, pasukan China juga dapat menggunakan metode hemat, yakni meluncurkan rudal tua atau rudal lemah yang tidak sekuat rudal sekarang untuk memancing sistem pertahanan rudal AS. Setelah rudal pencegat Angkatan Laut AS habis, China baru menggunakan rudal yang lebih canggih dan sangat akurat untuk menghujani kapal-kapal perang AS. Memaksa mereka menarik diri dari pertempuran atau hancur di laut karena tidak mampu lagi menangkis serangan rudal China.
Ranjau
Senjata angkatan laut ini saat ini sudah jarang dibicarakan karena terkesan kuno. Kita lebih senang membicarakan senjata-senjata berteknologi tinggi, namun sebenarnya ranjau-ranjau tua pun dapat sama mematikannya dengan rudal berteknologi tinggi saat ini. Meskipun ranjau laut saat ini kurang menjadi perhatian, namun China memilikinya dalam jumlah yang besar. Jika disebarkan di lokasi yang tepat dan dalam jumlah yang besar, maka ranjau-ranjau ini akan menjadi masalah besar bagi Angkatan Laut AS.
Stok ranjau China tidak hanya luar biasa banyaknya, tetapi kemungkinan juga berupa sistem mine warfare (MIW) yang sangat mematikan. China saat ini berada di ujung tombak teknologi dan pengembangan konsep MIW. Strategi PLA juga memahami dimensi perang modern. Dilaporkan, pelatihan untuk tim penebar ranjau Angkatan Laut China semakin mengesankan. Latihan ini menekankan kecepatan, psikologi, kombinasi teknologi lama dan baru, beberapa metode penyebaran dan tambahan target yang sangat spesifik untuk doktrin dan platform tempur angkatan laut musuh.
Saat ini, semakin banyak ancaman serius terhadap Angkatan Laut Amerika Serikat. Sebagian besar ancaman berupa senjata anti-access/area-denial (A2/AD). Negara-negara seperti China, Iran, Rusia, Korea Utara dan beberapa negara lainnya telah meningkatkan kemampuan angkatan lautnya untuk mempersulit Angkatan Laut Amerika Serikat mendekati wilayah pantai mereka ketika terjadi perang. Teknologi kapal perang, rudal balistik, ranjau, kapal selam dan senjata lainnya yang saat ini semakin canggih telah menjadi ancaman serius bagi Angkatan Laut Amerika Serikat.
Tidak ada keraguan bahwa salah satu tantangan terbesar bagi Angkatan Laut Amerika Serikat yang berupa senjata A2/AD adalah berasal dari China. China telah banyak mengembangkan berbagai senjata canggih yang akan membuat Angkatan Laut AS dilema ketika terjadi perang. Di bawah ini adalah 3 senjata China yang harus dijadikan perhitungan serius bagi Angkatan Laut AS menurut laman National Interest.
Rudal DF-21D, Pembunuh Kapal Induk
Krisis Taiwan 1995-1996 telah memacu semangat Beijing untuk mengembangkan berbagai senjata canggih. Menurut analis, hal ini utamanya disebabkan karena Beijing tidak mampu mengimbangi kekuatan kapal induk Amerika Serikat yang merupakan sekutu Taiwan. Krisis ini juga telah membimbing pemikiran China untuk mengembangkan dan membeli sistem senjata baru yang dapat memberikan keunggulan asimetris dan mengeliminasi keunggulan teknologi Angkatan Laut Amerika Serikat.
Tindakan Amerika Serikat selama krisis Taiwan memberikan dampak yang luar biasa bagi doktrin dan kekuatan militer China di masa depan. AS mengerahkan dua kapal induk untuk menunjukkan dukungannya kepada Taiwan sebagai upaya pencegahan dari serangan China. Konsekuensi jangka panjang dari krisis tersebut sudah jelas, yakni Angkatan Laut China memulai upaya keras untuk menumpulkan keunggulan yang dimiliki kapal induk Angkatan Laut AS. Untuk mewujudkannya, China mengembangkan teknologi rudal balistik dan rudal jelajah anti kapal.
Akhirnya China memulai program untuk mengembangkan DF-21D, yakni rudal jarak menengah yang difungsikan sebagai rudal balistik anti kapal/anti-ship ballistic missile (ASBM) yang ditujukan untuk menghancurkan kapal-kapal perang besar yang berlayar di lautan.
Rudal DF-21D seringkali dijuluki oleh media sebagai "pembunuh kapal induk." Dengan jangkauan lebih dari 1.500 km, rudal DF-21D diklaim memiliki akurasi yang mematikan (setidaknya menurut media) untuk menghancurkan kapal induk.
DF-21D diluncurkan ke atmosfer bumi dari truk peluncur. Disinyalir rudal ini memanfaatkan bantuan radar over-the -horizon, pelacakan satelit, dan kendaraan udara tak berawak sebagai pembimbingnya. Hulu ledak DF-21D juga dilaporkan mampu bermanuver untuk mempermudah menemukan target dan menghindari senjata anti rudal. Dengan asumsi kapal induk target berada di jangkauan maksimum, akan memakan waktu sekitar 10 menit bagi DF-21D untuk menghantam targetnya.
Tetapi yang menjadi pertanyaan, seberapa baik rudal itu? Jawaban pastinya adalah tidak ada yang benar-benar tahu.
Satu hal yang perlu diperhatikan, agar China berhasil menyerang kapal induk Angkatan Laut AS dengan rudal DF-21D, hal yang pertama-tama harus dilakukan adalah mendeteksi lokasi dan mengidentifikasinya jenis target (misal, apakah kapal induk, atau fregat). Foto satelit satu jam yang lalu mungkin berguna bagi China untuk mengidentifikasinya, meskipun kapal mungkin sudah bergerak 25-30 mil jauhnya dari saat foto satelit itu diambil. China harus memperhitungkan ini harus cepat dan tepat agar rudal balistik tepat sasaran.
Dengan asumsi China memiliki kemapuan yang baik dalam hal mendeteksi dan meluncurkan rudal, mencegat rudal balistik China sebenarnya adalah kerja yang sulit. Rudal SM-3 Angkatan Laut AS hanya mampu mencegat rudal selama pertengahan saja, ketika rudal terbang melalui ruang angkasa, kapal Aegis yang mengawal target harus menembakkan SM-3 segera sebelum rudal kembali ke atmosfer, atau dengan kata lain kapal Aegis terus diposisikan tepat dibawah lintasan penerbangan rudal. DF-21D mungkin sudah dilengkapi dengan umpan yang akan dilepaskan di tengah perjalanannya, ini akan membuat kerja SM-3 semakin berat. Kapal Aegis Angkatan Laut AS juga dilengkapi dengan rudal SM-2 Block 4, yang mampu mencegat rudal di atmosfer, tetapi hulu ledak DF-21D mampu melakukan beberapa manuver high-G, yang tidak mungkin bagi SM-2 Block 4 untuk mencegatnya.
Serangan Bertubi-tubi
Ini tidak hanya soal kekuatan dan teknologi senjata itu sendiri. Jika China meluncurkan rudal balistik dan rudal jelajah anti kapal dalam serangan besar-besaran, maka dampaknya akan sangat menghancurkan bagi Angkatan Laut AS.
Analis menilai, pun seandainya rudal balistik atau rudal jelajah anti kapal China tidak mampu menghantam kapal-kapal perang AS karena sistem pertahanan Aegis, untuk mencegatnya berarti Angkatan Laut AS akan banyak mengeluarkan amunisi berharga yang tidak dapat disuplai kembali dengan cepat. Apabila serangan rudal ini dilakukan oleh China secara bertubi-tubi, maka akan sangat menguras dan menghabiskan persenjataan kapal-kapal perang AS. Akhirnya daya tahan tempur armada laut AS di lokasi Perang menjadi lebih singkat, kembali ke pangkalan jika tidak hancur di laut.
Ini seperti matematika Perang. China hanya perlu memperbanyak rudal-rudal mereka untuk diluncurkan untuk menguras habis rudal-rudal pencegat Angkatan Laut AS. Selain itu, pasukan China juga dapat menggunakan metode hemat, yakni meluncurkan rudal tua atau rudal lemah yang tidak sekuat rudal sekarang untuk memancing sistem pertahanan rudal AS. Setelah rudal pencegat Angkatan Laut AS habis, China baru menggunakan rudal yang lebih canggih dan sangat akurat untuk menghujani kapal-kapal perang AS. Memaksa mereka menarik diri dari pertempuran atau hancur di laut karena tidak mampu lagi menangkis serangan rudal China.
Ranjau
Senjata angkatan laut ini saat ini sudah jarang dibicarakan karena terkesan kuno. Kita lebih senang membicarakan senjata-senjata berteknologi tinggi, namun sebenarnya ranjau-ranjau tua pun dapat sama mematikannya dengan rudal berteknologi tinggi saat ini. Meskipun ranjau laut saat ini kurang menjadi perhatian, namun China memilikinya dalam jumlah yang besar. Jika disebarkan di lokasi yang tepat dan dalam jumlah yang besar, maka ranjau-ranjau ini akan menjadi masalah besar bagi Angkatan Laut AS.
Stok ranjau China tidak hanya luar biasa banyaknya, tetapi kemungkinan juga berupa sistem mine warfare (MIW) yang sangat mematikan. China saat ini berada di ujung tombak teknologi dan pengembangan konsep MIW. Strategi PLA juga memahami dimensi perang modern. Dilaporkan, pelatihan untuk tim penebar ranjau Angkatan Laut China semakin mengesankan. Latihan ini menekankan kecepatan, psikologi, kombinasi teknologi lama dan baru, beberapa metode penyebaran dan tambahan target yang sangat spesifik untuk doktrin dan platform tempur angkatan laut musuh.
☠ Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.