Komandan Pangkalan TNI AU Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Yadi I Sutanandika, M.S.S saat melaksanakan Upacara Tradisi terbang solo pertama dan terakhir bagi siswa Sekbang angkatan 89, dengan menyiram bunga kepada siswa, didampingi Komandan Skadik 101 Letkol Pnb Onesmus di Shelter Grob Lanud Adisutjipto. Kamis, (26/3).★
Penerbang militer adalah identik dengan penerbang tempur. Dan untuk membentuk calon penerbang militer yang memiliki kualifikasi handal, memerlukan pendidikan dengan waktu yang panjang dan beresiko tinggi. Agar program tersebut dapat berjalan lancar dan aman, diperlukan suatu proses yang konsisten dan berlanjut, dengan tahapan-tahapan yang sistematis, ketat dan tanpa kompromi. Hal ini ditempuh karena bakat dan kemampuan terbang bagi setiap siswa, tidaklah sama. Sementara kemampuan terbang tidak bisa ditawar-tawar. Toleransi sekecil apapun terhadap kekurangmampuan dari setiap siswa, mengandung resiko potensi yang membahayakan, tidak saja bagi diri calon penerbang itu sendiri, namun juga bagi orang lain dan alutsista yang digunakannya. Dengan kriteria demikian, secara jelas tersurat bahwa TNI AU, tidak akan mengambil resiko yang mungkin dapat terjadi akibat dari kekurangmampuan para siswa.
Demikian Sambutan Komandan Pangkalan TNI AU Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Yadi I Sutanandika, M.S.S, pada upacara tradisi Terbang solo Siswa Sekolah Penerbang (Sekbang) angkatan 89 di Shelter pesawat Grob Lanud Adisutjipto, Kamis (26/3).
Lebih lanjut Marsma TNI Yadi mengatakan “Kalian patut bersyukur, karena tahapan bersejarah ini kalian telah mengunakan alutsista terbaru yaitu pesawat G 120 TP-A Grob yang pertama kali digunakan Sekbang baru Angkatan 89 ini. Kalian merupakan generasi baru bagi TNI AU dan telah menjadi bagian penting dari proses modernisasi alutsista TNI AU.”
Berhasil meraih predikat Terbang Solo Pertama adalah Letda Adm Hendra Zainuddin, sedang Letda Cpn Rizki Yudistira memperoleh predikat terbang Solo Terakhir. Namun demikian Komandan Lanud Adisutjipto juga menambahkan “Bagi yang telah mendapat predikat itu bukanlah segalanya, karena masih banyak waktu lagi untuk membuktikan terbaik“, imbuhnya.
Tradisi yang dikemas dalam upacara militer ini ditandai upacara tambahan berupa pemotongan rambut yang diartikan (perubahan status) pemecahan telur diatas kepala perwakilan siswa sebagai tanda telah berhasilnya mereka “(menetas) menjadi burung yang bisa terbang. Selanjutnya pemberian kapas diartikan (mulai tumbuhnya sayap terbang) penyiraman kembang (penyucian dari segala yang buruk). Upacara dipimpin langsung oleh Komandan Lanud Adisutjipto, Marsma TNI Yadi I. Sutanandika, M.SS, Kadispers, Komandan Satuan, para instruktur penerbang, siswa serta ground crew yang terlibat langsung selama latihan.
Komandan Lanud Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Yadi I Sutanandika, M.S.S juga menambahkan bahwa di setiap tahapan bina terbang sangat terbuka kemungkinan untuk menjadi penghalang yang menyebabkan kegagalan. Untuk itu Komandan Lanud menekankan kepada seluruh siswa Sekbang Angkatan ke-89 agar memelihara semangat belajar dan lebih mengedepankan konsentrasi pada setiap latihan terbang selanjutnya.
“Latihan terbang tahap awal ini dilaksanakan di Lanud Adisutjipto selama kurang lebih 4 bulan. Siswa Sekbang Angkatan 89 ini terdiri dari 48 orang siswa. Selama latihan, siswa Sekbang Angkatan ke-89 menggunakan Pesawat Latih G 120 TP-A Grob dan sudah tidak lagi mengunakan pesawat latih Bravo seperti pendahulunya. Pesawat bravo sendiri telah dilikuidasi dan dinyatakan purna tugas terhitung tahun 2014, namun masih menunggu kelengkapan proses administrasi.” Mayor Tek Timbul.
Penerbang militer adalah identik dengan penerbang tempur. Dan untuk membentuk calon penerbang militer yang memiliki kualifikasi handal, memerlukan pendidikan dengan waktu yang panjang dan beresiko tinggi. Agar program tersebut dapat berjalan lancar dan aman, diperlukan suatu proses yang konsisten dan berlanjut, dengan tahapan-tahapan yang sistematis, ketat dan tanpa kompromi. Hal ini ditempuh karena bakat dan kemampuan terbang bagi setiap siswa, tidaklah sama. Sementara kemampuan terbang tidak bisa ditawar-tawar. Toleransi sekecil apapun terhadap kekurangmampuan dari setiap siswa, mengandung resiko potensi yang membahayakan, tidak saja bagi diri calon penerbang itu sendiri, namun juga bagi orang lain dan alutsista yang digunakannya. Dengan kriteria demikian, secara jelas tersurat bahwa TNI AU, tidak akan mengambil resiko yang mungkin dapat terjadi akibat dari kekurangmampuan para siswa.
Demikian Sambutan Komandan Pangkalan TNI AU Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Yadi I Sutanandika, M.S.S, pada upacara tradisi Terbang solo Siswa Sekolah Penerbang (Sekbang) angkatan 89 di Shelter pesawat Grob Lanud Adisutjipto, Kamis (26/3).
Lebih lanjut Marsma TNI Yadi mengatakan “Kalian patut bersyukur, karena tahapan bersejarah ini kalian telah mengunakan alutsista terbaru yaitu pesawat G 120 TP-A Grob yang pertama kali digunakan Sekbang baru Angkatan 89 ini. Kalian merupakan generasi baru bagi TNI AU dan telah menjadi bagian penting dari proses modernisasi alutsista TNI AU.”
Berhasil meraih predikat Terbang Solo Pertama adalah Letda Adm Hendra Zainuddin, sedang Letda Cpn Rizki Yudistira memperoleh predikat terbang Solo Terakhir. Namun demikian Komandan Lanud Adisutjipto juga menambahkan “Bagi yang telah mendapat predikat itu bukanlah segalanya, karena masih banyak waktu lagi untuk membuktikan terbaik“, imbuhnya.
Tradisi yang dikemas dalam upacara militer ini ditandai upacara tambahan berupa pemotongan rambut yang diartikan (perubahan status) pemecahan telur diatas kepala perwakilan siswa sebagai tanda telah berhasilnya mereka “(menetas) menjadi burung yang bisa terbang. Selanjutnya pemberian kapas diartikan (mulai tumbuhnya sayap terbang) penyiraman kembang (penyucian dari segala yang buruk). Upacara dipimpin langsung oleh Komandan Lanud Adisutjipto, Marsma TNI Yadi I. Sutanandika, M.SS, Kadispers, Komandan Satuan, para instruktur penerbang, siswa serta ground crew yang terlibat langsung selama latihan.
Komandan Lanud Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Yadi I Sutanandika, M.S.S juga menambahkan bahwa di setiap tahapan bina terbang sangat terbuka kemungkinan untuk menjadi penghalang yang menyebabkan kegagalan. Untuk itu Komandan Lanud menekankan kepada seluruh siswa Sekbang Angkatan ke-89 agar memelihara semangat belajar dan lebih mengedepankan konsentrasi pada setiap latihan terbang selanjutnya.
“Latihan terbang tahap awal ini dilaksanakan di Lanud Adisutjipto selama kurang lebih 4 bulan. Siswa Sekbang Angkatan 89 ini terdiri dari 48 orang siswa. Selama latihan, siswa Sekbang Angkatan ke-89 menggunakan Pesawat Latih G 120 TP-A Grob dan sudah tidak lagi mengunakan pesawat latih Bravo seperti pendahulunya. Pesawat bravo sendiri telah dilikuidasi dan dinyatakan purna tugas terhitung tahun 2014, namun masih menunggu kelengkapan proses administrasi.” Mayor Tek Timbul.
☠ TNI AU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.