Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Hanura, Susaningtyas NH Kertopati, berpendapat, arah penguatan alutsista harus dilihat dari sudut pandang inward maupun outward looking, sebagai paradigma pertahanan.
Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, meski terkadang terdapat pertentangan perspektif. Selain itu, departemen terkait, seperti Bappenas dan Kemenkeu, harus memiliki visi pertahanan.
“Jika hal ini tidak terjadi maka memajukan TNI hanya sebatas wacana saja,” ujar Nuning, sapaan akrabnya.
Nuning melanjutkan, ancaman dan tantangan keamanan terbesar kawasan saat ini adalah memanasnya konflik Laut Tiongkok Selatan, melibatkan beberapa negara di kawasan ASEAN. Menurutnya, hal ini patut diwaspadai bersama, karena wilayah Laut Tiongkok Selatan merupakan salah satu jalur laut tersibuk di dunia.
“Selain digunakan oleh sejumlah besar negara di dalam wilayah, jalur tersebut juga digunakan oleh negara di luar wilayah,” ucap Nuning.
Oleh karena itu, menurut Nuning, Indonesia, dalam hal ini TNI, berperanan penting membangun kestabilan dan keamanan regional untuk memelihara keseimbangan di antara negara-negara berkepentingan yang dikendalikan oleh kekuatan dari luar wilayah.
“Indonesia harus bisa meningkatkan hubungan, menyebarkan gagasan, dan melontarkan inisiatif terwujudnya U-shape line area sebagai zona ASEAN dan China SPR (Strategic Petroleum Reserve) dan terciptanya ASEAN-China Maritime Security Initiative pada pengawasan dan patroli laut-udara di wilayah Laut Tiongkok Selatan,” jelasnya.
Nuning meyakini, dengan dukungan semua pihak, baik DPR maupun Pemerintah, dalam kurun waktu yang tidak lama, TNI akan mampu mencapai 10 besar kekuatan militer terbaik dunia.
“Saat ini TNI mampu masuk dalam 16 besar kekuatan militer dunia. Dengan demikian, ke depan kita semua berharap TNI memiliki deterrence effect lebih besar. Posisi tawar menjadi lebih tinggi dalam membangun tingkat kepercayaan bersama dengan negara lain,” pungkas wanita yang juga mengajar di Universitas Pertahanan tersebut.
Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, meski terkadang terdapat pertentangan perspektif. Selain itu, departemen terkait, seperti Bappenas dan Kemenkeu, harus memiliki visi pertahanan.
“Jika hal ini tidak terjadi maka memajukan TNI hanya sebatas wacana saja,” ujar Nuning, sapaan akrabnya.
Nuning melanjutkan, ancaman dan tantangan keamanan terbesar kawasan saat ini adalah memanasnya konflik Laut Tiongkok Selatan, melibatkan beberapa negara di kawasan ASEAN. Menurutnya, hal ini patut diwaspadai bersama, karena wilayah Laut Tiongkok Selatan merupakan salah satu jalur laut tersibuk di dunia.
“Selain digunakan oleh sejumlah besar negara di dalam wilayah, jalur tersebut juga digunakan oleh negara di luar wilayah,” ucap Nuning.
Oleh karena itu, menurut Nuning, Indonesia, dalam hal ini TNI, berperanan penting membangun kestabilan dan keamanan regional untuk memelihara keseimbangan di antara negara-negara berkepentingan yang dikendalikan oleh kekuatan dari luar wilayah.
“Indonesia harus bisa meningkatkan hubungan, menyebarkan gagasan, dan melontarkan inisiatif terwujudnya U-shape line area sebagai zona ASEAN dan China SPR (Strategic Petroleum Reserve) dan terciptanya ASEAN-China Maritime Security Initiative pada pengawasan dan patroli laut-udara di wilayah Laut Tiongkok Selatan,” jelasnya.
Nuning meyakini, dengan dukungan semua pihak, baik DPR maupun Pemerintah, dalam kurun waktu yang tidak lama, TNI akan mampu mencapai 10 besar kekuatan militer terbaik dunia.
“Saat ini TNI mampu masuk dalam 16 besar kekuatan militer dunia. Dengan demikian, ke depan kita semua berharap TNI memiliki deterrence effect lebih besar. Posisi tawar menjadi lebih tinggi dalam membangun tingkat kepercayaan bersama dengan negara lain,” pungkas wanita yang juga mengajar di Universitas Pertahanan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.