Alokasi anggaran difokuskan untuk kebutuhan pengadaan alat utama sistem persenjataan baru. Ilustrasi alutsista ♔
Pemerintah dan DPR kini sedang merumuskan nilai alokasi anggaran pertahanan secara proporsional.
Alokasi tersebut difokuskan untuk kebutuhan pengadaan alat utama sistem persenjataan baru. Walau dananya terbatas, pemerintah tidak berniat lagi membeli persenjataan bekas.
Dari rapat kerja Komisi I DPR dengan Direktorat Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7), dilaporkan, Kementerian Pertahanan berencana mengajukan tambahan anggaran senilai Rp 9 triliun dalam Rancangan APBN 2016.
Permintaan itu didasarkan pada kebutuhan menambah alokasi untuk pengadaan dan pemeliharaan alutsista TNI. "Ada usulan penambahan anggaran dalam RAPBN 2016, naik sekitar Rp 9 triliun (dari tahun sebelumnya). Berarti, kalau sebelumnya anggaran TNI Rp 102 triliun, untuk RAPBN 2016 akan bertambah menjadi Rp 111 triliun sampai Rp 112 triliun," kata Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi Partai Amanat Nasional Hanafi Rais.
Permintaan kenaikan tersebut disepakati Komisi I DPR. Penambahan anggaran itu akan dibagi ke beberapa pos perbelanjaan, seperti belanja rutin, modal, dan barang. "Namun, fokus dan semangatnya tetap menambah anggaran untuk membeli alutsista baru dan pemeliharaan alutsista," kata Hanafi.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, kebutuhan mendesak alokasi anggaran pertahanan itu terutama untuk pertahanan udara. "Kami masih mengkaji terus, kita harus tahu cara tepat bagaimana menjaga negara," katanya seusai menghadiri rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.
Prioritas alokasi anggaran pertahanan itu, menurut Ryamizard, untuk mengganti alutsista berusia pakai 30 tahun ke atas. Sementara ini, kata Ryamizard, Kementerian Pertahanan akan mengalokasikan anggaran Rp 120 triliun untuk semua matra di TNI dalam Rancangan APBN 2016. Nilai yang diungkap Ryamizard sedikit berbeda dengan besarnya anggaran yang disebut Hanafi.
Alokasi dana itu direncanakan hampir separuhnya untuk biaya operasional pegawai, di luar untuk perawatan dan pengadaan alutsista baru. Ryamizard tidak menepis asumsi, alokasi itu kurang ideal.
"Dana yang sudah dialokasikan untuk pemeliharaan tetap dipakai. Namun, ke depan kita tidak membeli lagi yang bekas. Kita prioritaskan yang baru walau sedikit," katanya.
Menyusul instruksi Presiden Joko Widodo soal modernisasi persenjataan, Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsekal Muda M Syaugi mengatakan, TNI akan menghentikan penambahan personel. Penambahan personel hanya untuk mengganti pensiunan.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko saat ditanya soal perawatan alutsista dan perawatan pesawat militer mengatakan, kini sedang disusun rencana strategis perawatan dan perbaikan alutsista. "Termasuk pembangunan perumahan. Untuk TNI AD ada anggaran Rp 93 triliun, TNI AL Rp 17,4 triliun, dan TNI AU Rp 93,9 triliun. Jangan ada lagi kanibalisasi suku cadang. Ini keharusan," ujarnya.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menambahkan, Polri berkomitmen memenuhi kebutuhan alat material khusus melalui industri dalam negeri. Namun, Polri dinilai perlu mengawasi pengadaan sejumlah kebutuhan itu untuk memastikan peralatan yang digunakan aman bagi personel dan masyarakat.
Pemerintah dan DPR kini sedang merumuskan nilai alokasi anggaran pertahanan secara proporsional.
Alokasi tersebut difokuskan untuk kebutuhan pengadaan alat utama sistem persenjataan baru. Walau dananya terbatas, pemerintah tidak berniat lagi membeli persenjataan bekas.
Dari rapat kerja Komisi I DPR dengan Direktorat Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7), dilaporkan, Kementerian Pertahanan berencana mengajukan tambahan anggaran senilai Rp 9 triliun dalam Rancangan APBN 2016.
Permintaan itu didasarkan pada kebutuhan menambah alokasi untuk pengadaan dan pemeliharaan alutsista TNI. "Ada usulan penambahan anggaran dalam RAPBN 2016, naik sekitar Rp 9 triliun (dari tahun sebelumnya). Berarti, kalau sebelumnya anggaran TNI Rp 102 triliun, untuk RAPBN 2016 akan bertambah menjadi Rp 111 triliun sampai Rp 112 triliun," kata Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi Partai Amanat Nasional Hanafi Rais.
Permintaan kenaikan tersebut disepakati Komisi I DPR. Penambahan anggaran itu akan dibagi ke beberapa pos perbelanjaan, seperti belanja rutin, modal, dan barang. "Namun, fokus dan semangatnya tetap menambah anggaran untuk membeli alutsista baru dan pemeliharaan alutsista," kata Hanafi.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, kebutuhan mendesak alokasi anggaran pertahanan itu terutama untuk pertahanan udara. "Kami masih mengkaji terus, kita harus tahu cara tepat bagaimana menjaga negara," katanya seusai menghadiri rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.
Prioritas alokasi anggaran pertahanan itu, menurut Ryamizard, untuk mengganti alutsista berusia pakai 30 tahun ke atas. Sementara ini, kata Ryamizard, Kementerian Pertahanan akan mengalokasikan anggaran Rp 120 triliun untuk semua matra di TNI dalam Rancangan APBN 2016. Nilai yang diungkap Ryamizard sedikit berbeda dengan besarnya anggaran yang disebut Hanafi.
Alokasi dana itu direncanakan hampir separuhnya untuk biaya operasional pegawai, di luar untuk perawatan dan pengadaan alutsista baru. Ryamizard tidak menepis asumsi, alokasi itu kurang ideal.
"Dana yang sudah dialokasikan untuk pemeliharaan tetap dipakai. Namun, ke depan kita tidak membeli lagi yang bekas. Kita prioritaskan yang baru walau sedikit," katanya.
Menyusul instruksi Presiden Joko Widodo soal modernisasi persenjataan, Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsekal Muda M Syaugi mengatakan, TNI akan menghentikan penambahan personel. Penambahan personel hanya untuk mengganti pensiunan.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko saat ditanya soal perawatan alutsista dan perawatan pesawat militer mengatakan, kini sedang disusun rencana strategis perawatan dan perbaikan alutsista. "Termasuk pembangunan perumahan. Untuk TNI AD ada anggaran Rp 93 triliun, TNI AL Rp 17,4 triliun, dan TNI AU Rp 93,9 triliun. Jangan ada lagi kanibalisasi suku cadang. Ini keharusan," ujarnya.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menambahkan, Polri berkomitmen memenuhi kebutuhan alat material khusus melalui industri dalam negeri. Namun, Polri dinilai perlu mengawasi pengadaan sejumlah kebutuhan itu untuk memastikan peralatan yang digunakan aman bagi personel dan masyarakat.
♔ Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.