KRI 403 Nagapasa ★
Pada skala nasional, kedatangan kapal selam KRI Nagapasa 403 hari ini, Senin (28/8) menjadi momentum bagi pembenahan industri maritim dan galangan kapal lainnya di seluruh Indonesia. Industri maritim nasional bisa ikut aktif menyiapkan diri menerima perbaikan kapal selam.
"Kita tidak boleh hanya bertumpu kepada PT PAL. Pemerintah harus membuka kompetisi yang sehat agar tidak dimonopoli PT PAL. Kompetisi industri yang sehat dapat meningkatkan kinerja industri pertahanan," ujar pengamat militer Susaningtyas NH Kertopati yang akrab disapa Nuning di Jakarta, Senin (28/8).
Komentar itu dilontarkan Nuning berkaitan dengan kedatangan kapal selam KRI Nagapasa 403 dari Korea Selatan. Menurut rencana, KRI Nagapasa 403 tiba di Surabaya, hari ini.
Dikatakan, kedatangan KRI Nagapasa 403 juga menjadi akselerator bagi PT PAL untuk berbenah diri menyiapkan sarana dan prasarana pembangunan kapal selam baru. PT PAl juga bisa menyiapkan galangan kapal untuk pemeliharaan dan perbaikan.
PT PAL, kata Nuning, harus mampu menjaga keberlanjutan (sustainability) peralatan KRI Nagapasa 403, baik platform dan permesinan maupun sistem deteksi dan senjata.
Nuning juga mengungkapkan, kedatangan kapal selam pertama dari galangan kapal Korsel itu membuat komposisi kekuatan TNI AL menjadi 3 kapal selam berstatus operasional. Fungsi asasi kapal selam adalah intai taktis-strategis dan pemukul awal.
"Melalui fungsi asasi tersebut, maka pola penggelaran dan pola pengerahan harus difokuskan pada efek penggentar. Pola gelar kapal selam harus berada di pangkalan depan. Sedangkan, pola pengerahan dari pangkalan depan ke daerah operasi atau ke pangkalan aju," ujarnya.
Dengan pola penggelaran dan pola pengerahan yang tepat, maka 1 kapal selam bisa menyebabkan 1 armada kapal lawan terkunci di suatu zona. Artinya, kapal selam dapat melaksanakan blokade laut yang efektif dan efisien. Jika kapal selam dilengkapi kemampuan menyebar ranjau, maka efek penggentar tersebut meningkat beberapa kali. Efek penggentar sebesar itu dalam dunia militer dikenal sebagai salah satu bentuk pshyco warfare atau perang urat syaraf.
"Filosofi penggunaan kapal selam pada masa damai dan masa perang juga berbeda. Penggunaan pada masa damai ditujukan untuk pengumpul data intelijen maritim. Data-data intelijen tersebut dapat diolah dan disampaikan kepada pengguna akhir, yaitu Presiden melalui Badan Intelijen Negara (BIN)," ujarnya.
Presiden dan kabinet, kata Nuning, dapat memanfaatkan data intelijen maritim untuk pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan nasional sesuai visi Poros Maritim Dunia. "Sementara, pada masa perang, kapal selam dapat digunakan terlebih dulu untuk melaksanakan infiltrasi agen intelijen dan atau pasukan khusus," ujarnya.
Dikatakan, dengan kapasitas dan kompetensi tersebut, memang layak kapal selam dinilai sebagai alutsista unggulan TNI di masa depan. "Tepat kiranya pemerintah saat ini meningkatkan postur tempur TNI dengan menambah jumlah kapal selam. Kapal selam KRI Nagapasa 403 adalah alutsista TNI AL terbaru memperkuat jajaran TNI," ujarnya.
Menurutnya, pengadaan KRI Nagapasa 403 masuk di dalam program minimum essential force (MEF) yang telah disetujui oleh pemerintah dan DPR," katanya. Perkuatan kapal selam baru juga untuk mengimbangi antara tuntutan tugas TNI AL untuk pengamanan perairan Indonesia dengan ketersediaan alutsista.
Nuning juga menambahkan, kehadiran KRI Nagapasa 403 yang direncanakan digelar di pangkalan TNI AL Palu untuk ikut mengamankan perairan Blok Ambalat semakin memperjelas kebutuhan pembentukan Komando Armada RI Kawasan Tengah (Koarmateng). Seharusnya, kata dia, Koarmateng terwujud pada 2014 dengan markas komando di Makassar, sedangkan Koarmatim geser ke Sorong.
"Fasilitas sudah 75%, tinggal geser saja, tetapi belum ada izin dari Mabes TNI. Padahal, kebutuhannya sudah mendesak. Prinsipnya, kedatangan alutsista harus dibarengi dengan fasilitas logistiknya, sehingga baik alutsista maupun fasilitas pada akhirnya membutuhkan validasi organisasi, yakni Koarmateng," kata Nuning.
Pada skala nasional, kedatangan kapal selam KRI Nagapasa 403 hari ini, Senin (28/8) menjadi momentum bagi pembenahan industri maritim dan galangan kapal lainnya di seluruh Indonesia. Industri maritim nasional bisa ikut aktif menyiapkan diri menerima perbaikan kapal selam.
"Kita tidak boleh hanya bertumpu kepada PT PAL. Pemerintah harus membuka kompetisi yang sehat agar tidak dimonopoli PT PAL. Kompetisi industri yang sehat dapat meningkatkan kinerja industri pertahanan," ujar pengamat militer Susaningtyas NH Kertopati yang akrab disapa Nuning di Jakarta, Senin (28/8).
Komentar itu dilontarkan Nuning berkaitan dengan kedatangan kapal selam KRI Nagapasa 403 dari Korea Selatan. Menurut rencana, KRI Nagapasa 403 tiba di Surabaya, hari ini.
Dikatakan, kedatangan KRI Nagapasa 403 juga menjadi akselerator bagi PT PAL untuk berbenah diri menyiapkan sarana dan prasarana pembangunan kapal selam baru. PT PAl juga bisa menyiapkan galangan kapal untuk pemeliharaan dan perbaikan.
PT PAL, kata Nuning, harus mampu menjaga keberlanjutan (sustainability) peralatan KRI Nagapasa 403, baik platform dan permesinan maupun sistem deteksi dan senjata.
Nuning juga mengungkapkan, kedatangan kapal selam pertama dari galangan kapal Korsel itu membuat komposisi kekuatan TNI AL menjadi 3 kapal selam berstatus operasional. Fungsi asasi kapal selam adalah intai taktis-strategis dan pemukul awal.
"Melalui fungsi asasi tersebut, maka pola penggelaran dan pola pengerahan harus difokuskan pada efek penggentar. Pola gelar kapal selam harus berada di pangkalan depan. Sedangkan, pola pengerahan dari pangkalan depan ke daerah operasi atau ke pangkalan aju," ujarnya.
Dengan pola penggelaran dan pola pengerahan yang tepat, maka 1 kapal selam bisa menyebabkan 1 armada kapal lawan terkunci di suatu zona. Artinya, kapal selam dapat melaksanakan blokade laut yang efektif dan efisien. Jika kapal selam dilengkapi kemampuan menyebar ranjau, maka efek penggentar tersebut meningkat beberapa kali. Efek penggentar sebesar itu dalam dunia militer dikenal sebagai salah satu bentuk pshyco warfare atau perang urat syaraf.
"Filosofi penggunaan kapal selam pada masa damai dan masa perang juga berbeda. Penggunaan pada masa damai ditujukan untuk pengumpul data intelijen maritim. Data-data intelijen tersebut dapat diolah dan disampaikan kepada pengguna akhir, yaitu Presiden melalui Badan Intelijen Negara (BIN)," ujarnya.
Presiden dan kabinet, kata Nuning, dapat memanfaatkan data intelijen maritim untuk pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan nasional sesuai visi Poros Maritim Dunia. "Sementara, pada masa perang, kapal selam dapat digunakan terlebih dulu untuk melaksanakan infiltrasi agen intelijen dan atau pasukan khusus," ujarnya.
Dikatakan, dengan kapasitas dan kompetensi tersebut, memang layak kapal selam dinilai sebagai alutsista unggulan TNI di masa depan. "Tepat kiranya pemerintah saat ini meningkatkan postur tempur TNI dengan menambah jumlah kapal selam. Kapal selam KRI Nagapasa 403 adalah alutsista TNI AL terbaru memperkuat jajaran TNI," ujarnya.
Menurutnya, pengadaan KRI Nagapasa 403 masuk di dalam program minimum essential force (MEF) yang telah disetujui oleh pemerintah dan DPR," katanya. Perkuatan kapal selam baru juga untuk mengimbangi antara tuntutan tugas TNI AL untuk pengamanan perairan Indonesia dengan ketersediaan alutsista.
Nuning juga menambahkan, kehadiran KRI Nagapasa 403 yang direncanakan digelar di pangkalan TNI AL Palu untuk ikut mengamankan perairan Blok Ambalat semakin memperjelas kebutuhan pembentukan Komando Armada RI Kawasan Tengah (Koarmateng). Seharusnya, kata dia, Koarmateng terwujud pada 2014 dengan markas komando di Makassar, sedangkan Koarmatim geser ke Sorong.
"Fasilitas sudah 75%, tinggal geser saja, tetapi belum ada izin dari Mabes TNI. Padahal, kebutuhannya sudah mendesak. Prinsipnya, kedatangan alutsista harus dibarengi dengan fasilitas logistiknya, sehingga baik alutsista maupun fasilitas pada akhirnya membutuhkan validasi organisasi, yakni Koarmateng," kata Nuning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.