Kabar baiknya, jumlah pembajakan di Somalia turun drastis, tapi berita buruknya perompak laut kini merajalela di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Asia Tenggara telah menjadi daerah paling rawan serangan bajak laut di dunia, setelah operasi internasional membuat aksi bajak laut di Somalia berkurang, demikian dinyatakan PBB.
Tahun lalu 28 kapal diserang di sebelah barat Samudera Hindia namun tak ada satupun yang ditawan di wilayah tersebut, kata badan PBB United Nations Institute for Training and Research (UNITAR) dalam laporan mereka baru-baru ini.
Dibanding dengan Januari 2011, ketika para bajak laut Somalia menawan 736 sandera dan 32 kapal, beberapa diantaranya di laut lepas sementara lainnya di kapal-kapal mereka.
“Ada penurunan besar dalam jumlah serangan bajak laut selama 2013, hingga bisa diklaim bahwa itu hampir berhenti,“ kata UNITAR setelah melakukan studi selama lima tahun.
Serangan-serangan di Tanduk Afrika berputar dari awal 2000an dengan para bajak laut membajak kapal-kapal kargo dan menyandera para awak kapal selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Sebagian besar serangan berkurang atas kapal internasional sejak dimulainya patroli di Teluk Aden dan Samudera Hindia, dan banyak kapal dagang yang mulai memasang penjaga bersenjata di kapal mereka.
Serangan juga menjadi jauh kurang parah, dengan sejumlah insiden yang melibatkan pelontar granat jatuh dari 43 kasus pada 2011 menjadi hanya tiga insiden tahun lalu.
Pada saat yang sama para permintaan tebusan para perompak turun dari 150 juta US dollar pada 2011 menjadi 60 juta US dollar tahun berikutnya.
Mereka juga beroperasi lebih dekat ke pantai, dengan rata-rata serangan berlangsung kurang dari 50 kilometer dari garis pantai pada 2013, seperempat dari jarak mereka tiga tahun silam.
Ekonomi berbiaya mahal
Sementara di Asia Tenggara pembajakan meningkat, khususnya di jalur perdagangan laut Selat Malaka, diantara Malaysia dan Indonesia.
Serangan-serangan itu berada di puncak dengan 150 kasus tahun lalu setelah mengalami tren kenaikan sejak 2010, kata UNITAR.
“Pembajakan di Selat Malaka terus menjadi gangguan besar bagi keamanan rute di Samudera Hindia bagian timur,“ kata badan PBB tersebut.
Bulan lalu, International Maritime Bureau mengatakan ada 23 kali upaya penyerangan di perairan Asia Tenggara antara bulan Januari dan Maret, khususnya di lepas pantai Indonesia.
UNITAR mengatakan pembajakan cenderung menjadi lebih buruk di wilayah ini seiring bergesernya pusat gravitasi kapal dunia yang kini menuju Asia.
”Dengan perubahan kondisi iklim di lintang tinggi dan negara-negara menengah berpendapatan rendah di Asia kini mengalami pertumbuhan per kapita terbesar, tambahan rute transportasi mungkin perlu dieksplorasi,” tambah dia.
Secara keseluruhan World Bank memperkirakan pembajakan ini mengakibatkan ekonomi dunia mengalami kerugian sekitar 13 juta US dollar setiap tahun yang mengakibatkan naiknya biaya perdagangan.
Jumlah itu ”mengecilkan perkiraan 53 juta US dollar rata-rata setiap tahun, uang tebusan yang dibayarkan sejak 2005,” kata Bank Dunia dalam laporan 2013.ab/hp (afp,ap,rtr)
Tahun lalu 28 kapal diserang di sebelah barat Samudera Hindia namun tak ada satupun yang ditawan di wilayah tersebut, kata badan PBB United Nations Institute for Training and Research (UNITAR) dalam laporan mereka baru-baru ini.
Dibanding dengan Januari 2011, ketika para bajak laut Somalia menawan 736 sandera dan 32 kapal, beberapa diantaranya di laut lepas sementara lainnya di kapal-kapal mereka.
“Ada penurunan besar dalam jumlah serangan bajak laut selama 2013, hingga bisa diklaim bahwa itu hampir berhenti,“ kata UNITAR setelah melakukan studi selama lima tahun.
Serangan-serangan di Tanduk Afrika berputar dari awal 2000an dengan para bajak laut membajak kapal-kapal kargo dan menyandera para awak kapal selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Sebagian besar serangan berkurang atas kapal internasional sejak dimulainya patroli di Teluk Aden dan Samudera Hindia, dan banyak kapal dagang yang mulai memasang penjaga bersenjata di kapal mereka.
Serangan juga menjadi jauh kurang parah, dengan sejumlah insiden yang melibatkan pelontar granat jatuh dari 43 kasus pada 2011 menjadi hanya tiga insiden tahun lalu.
Pada saat yang sama para permintaan tebusan para perompak turun dari 150 juta US dollar pada 2011 menjadi 60 juta US dollar tahun berikutnya.
Mereka juga beroperasi lebih dekat ke pantai, dengan rata-rata serangan berlangsung kurang dari 50 kilometer dari garis pantai pada 2013, seperempat dari jarak mereka tiga tahun silam.
Ekonomi berbiaya mahal
Sementara di Asia Tenggara pembajakan meningkat, khususnya di jalur perdagangan laut Selat Malaka, diantara Malaysia dan Indonesia.
Serangan-serangan itu berada di puncak dengan 150 kasus tahun lalu setelah mengalami tren kenaikan sejak 2010, kata UNITAR.
“Pembajakan di Selat Malaka terus menjadi gangguan besar bagi keamanan rute di Samudera Hindia bagian timur,“ kata badan PBB tersebut.
Bulan lalu, International Maritime Bureau mengatakan ada 23 kali upaya penyerangan di perairan Asia Tenggara antara bulan Januari dan Maret, khususnya di lepas pantai Indonesia.
UNITAR mengatakan pembajakan cenderung menjadi lebih buruk di wilayah ini seiring bergesernya pusat gravitasi kapal dunia yang kini menuju Asia.
”Dengan perubahan kondisi iklim di lintang tinggi dan negara-negara menengah berpendapatan rendah di Asia kini mengalami pertumbuhan per kapita terbesar, tambahan rute transportasi mungkin perlu dieksplorasi,” tambah dia.
Secara keseluruhan World Bank memperkirakan pembajakan ini mengakibatkan ekonomi dunia mengalami kerugian sekitar 13 juta US dollar setiap tahun yang mengakibatkan naiknya biaya perdagangan.
Jumlah itu ”mengecilkan perkiraan 53 juta US dollar rata-rata setiap tahun, uang tebusan yang dibayarkan sejak 2005,” kata Bank Dunia dalam laporan 2013.ab/hp (afp,ap,rtr)
★ dw.de
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.