Para jihadis menekan menuju Baghdad hari Jumat, seiring pernyataan Presiden Barack Obama bahwa dirinya menjajaki semua opsi untuk menyelamatkan pasukan keamanan Irak dari keruntuhan.Dengan mendekatnya para militan ke ibukota, pasukan Irak dari wilayah otonomi Kurdi mengambilalih kontrol atas wilayah selama puluhan tahun mereka perjuangkan dengan melawan pemerintah Baghdad.
Menteri Luar Negeri Hosyhar Zebari mengakui bahwa pasukan keamanan yang dibiayai dan dipersenjatai oleh Washington sebelum Amerika menarik pasukannya pada 2011, kini luluh lantak.
Obama mengatakan Irak akan perlu ”lebih banyak bantuan dari AS dan komunitas internasional.“
“Tim keamanan nasional kami kini sedang menggali semua kemungkinan… saya tidak mengesampingkan apa-apa,“ kata dia.
Sementara Rusia mengatakan, kesuksesan Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL), gerakan yang begitu radikal hingga bahkan ditolak oleh Al-Qaeda, menunjukkan bahwa invasi yang dilakukan AS setelah 11 September, tidak ada gunanya.
Washington menemukan kesamaan yang langka dengan musuh abadinya Teheran, saat keduanya menyuarakan kecemasan terkait menguatnya kelompok ekstrimis Sunni dan keduanya berjanji untuk meningkatkan bantuan kepada perdana menteri Irak dari kelompok Syiah, yang kini sedang terkepung.
Pasukan Kurdi bergerak
Para militan, yang menyapu wilayah besar yang dihuni kelompok Sunni Arab di bagian utara dan utara tengah sejak berhasil menduduki kota terbesar kedua Mosul, kini melanjutkan serangan di provinsi Diyala yang secara etnik terbelah.
Pada hari Jumat (13/6), mereka memerangi pasukan pro-pemerintah di dekat Muqdadiyah, hanya 80 kilometer dari batas kota Baghdad.
Diyala, yang penduduknya campuran antara Arab, Kurdi, Sunni dan Syiah dan membuat provinsi ini dekat dengan kekerasan sejak kejatuhan diktator Sadam Hussein pada 2003.
Pasukan keamanan Kurdi bergerak menuju wilayah strategis distrik Saadiyah dan Jalawla di provinsi itu semalam setelah angkatan bersenjata ditarik mundur, kata wakil gubernur Furat al-Tamimi.
Pasukan Kurdi sudah mengambilalih wilayah etnik yang terpecah di sebelah utara kota penghasil minyak Kirkuk pada hari Kamis ketika pasukan pemerintah pusat ditarik mundur.
Limbung
Pemerintahan Perdana Menteri Nuri al-Maliki limbung oleh kecepatan serangan para jihadis.
Keruntuhan ini ditandai hilangnya dengan cepat kontrol atas Baghdad saat Fallujah di bagian barat Baghdad, jatuh awal tahun ini. Ini merupakan pukulan telak bagi pemerintahan Barat yang telah mengeluarkan biaya sangat mahal baik berupa nyawa maupun uang di Irak.
Menteri Luar Negeri Irak mengakui bahwa jatuhnya pasukan keamanan di Mosul dan kota-kota lain, dengan banyak personil militer melarikan diri dan menanggalkan seragamnya.
“Ini jelas adalah sebuah kemunduran bagi pasukan keamanan Irak, yang runtuh di kota terbesar dan meninggalkan senjata dan perlengkapan mereka,” kata dia.ISIL Menuju Negara Islam Lintas BatasSukses para jihadis merebut kota terbesar kedua Irak, Mosul, dan penguasaan di wilayah utara lainnya membawa para ekstrimis lebih dekat dengan tujuan mereka membangun negara Islam lintas batas.
Serangan besar oleh para jihadis, yang dipelopori kelompok Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL), adalah pukulan telak bagi pemerintah Irak sekaligus memperlihatkan kelemahan pasukan keamanan, yang kini berjuang untuk merebut kembali wilayah yang hilang.
Para militan menyerbu Mosul, dan mengambilalih kota itu pada hari Selasa setelah pasukan keamanan Irak meninggalkan seragam dan kendaraan untuk melarikan diri.
Para militan kemudian menyerbu provinsi sekitar Nineveh serta wilayah bagian tetangga provinsi Kirkuk dan Salaheddin.
“Kekalahan di provinsi Nineveh menciptakan sebuah koridor bagi para militan antara (provinsi) Anbar, Mosul dan perbatasan Suriah yang akan membuatnya menjadi lebih mudah untuk menyelundupkan senjata, uang dan para pejuang (militan) diantara front-front perang yang berbeda,” kata John Drake, seorang analis keamanan di AKE Group.
Anbar, di sebelah selatan Nineveh, adalah provinsi lain di mana kelompok militan anti pemerintah menguasai sejumlah wilayah termasuk satu kota yang dikuasai seluruhnya dan kota kedua hanya setengah dikuasai. Para jihadis juga menguasai teritorial penting di sebelah timur Suriah.
"ISIL… selalu ingin mengontrol wilayah dan menciptakan sebuah emirat Islam, di mana mereka bisa memberlakukan hukum (Islam) dan mendirikan pusat-pusat pelatihan dan merencanakan serangan untuk memelihara momentum perang,” kata Drake.
“Perang saudara di Suriah memberi para militan ini kesempatan untuk mengamankan wilayah seperti itu. Keberhasilan mereka dalam melakukannya kelihatannya akan memperbesar semangat para pendukungnya yang menyadari bahwa itu adalah target yang bisa tercapai.”
Negara Islam lintas batas
ISIL, kelompok militan paling kuat di Irak, juga adalah kekuatan kunci diantara para pemberontak yang memerangi Presiden Bashar al-Assad di negara tetangga, Suriah.
April lalu, mereka melancarkan operasi di provinsi Deir Ezzor Suriah, yang berbatasan dengan Nineveh, yang bertujuan untuk membentuk sebuah negara Islam.
Kelompok itu mengatakan mereka berada di balik serangan di Nineveh, dalam sejumlah pesan di Twitter, namun kelompok-kelompok lain mungkin juga terlibat dalam penyerbuan.
“Kelompok bersenjata ingin mendirikan sebuah negara Islam,” yang akan memasukkan Mosul, provinsi Salaheddin, Diyala dan Anbar, ditambah Deir Ezzor dan Raqqa di Suriah, kata Aziz Jabr, seorang profesor ahli politik di Baghdad's Mustansiriyah University.
Dia juga mencatat bahwa ”jatuhnya provinsi seperti Nineveh mencerminkan sebuah ancaman yang sangat berbahaya atas keamanan nasional Irak.”
Michael Knights, seorang pengajar di Washington Institute for Near East Policy, mengatakan para jihadis ”ingin membebaskan secara permanen wilayah di Irak sama seperti yang mereka lakukan atas Raqqa di Suriah,” katanya merujuk kepada sebuah kota bagian utara yang dikuasai para militan.
Moral runtuh
“Pergeserannya sekarang menjadi ke arah operasi-operasi penguasaan wilayah yang lebih ambisius, yang merupakan sebuah taktik beresiko tapi kini terbayar lunas. Operasi Mosul dan yang lainnya bulan ini tempaknya menjadi pembuka bagi serangan baru ISIL,” kata Knights.
Operasi-operasi itu menampilkan kekuatan ISIL, katanya.
“Untuk melakukan satu operasi luas pengambilalihan kota seperti Juni ini kelihatannya masih belum terpikirkan dua tahun lalu, kini mereka bisa melakukan beberapa operasi dalam waktu dekat secara simultan di seluruh Irak,“ kata dia.
Pasukan keamanan sejauh ini gagal memaksa para militan keluar dari kota seperti Falujjah dan beberapa bagian di ibukota provinsi Anbar, Ramadi, yang direbut kelompok anti pemerintah sejak awal tahun.
Mosul adalah kota yang jauh lebih besar, dan pengambilalihannya serta wilayah-wilayah lain yang baru-baru ini jatuh ke tangan jihadis merupakan sebuah tantangan besar bagi pasukan keamanan Irak, yang menghadapi masalah signifikan karena kekurangan latihan dan masalah disiplin.
Drake mencatat bahwa pengambilalihan oleh jihadis ini akan menjadi “sebuah pukulan besar bagi moral pasukan keamanan,” sementara Knights menyebutnya sebagai “bencana keruntuhan” dalam menghadapi serangan para militant.
“Baghdad kini akan takut bahwa ini bisa terjadi di mana saja,” kata Knights.ab/hp (afp,ap,dpa)Irak Kacau Balau karena Warisan Ulah Amerika SerikatSituasi di Irak semakin kacau balau setelah para militan al-Qaeda dari kelompok Negara Isalam Irak dan Levant (ISIL/ISIS) terus melancarakan serangan besar-besaran untuk merebut Ibukota Baghdad. Rusia menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas kacauanya negara di Timur Tengah itu.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan pendudukan kota-kota di Irak oleh militan al-Qaeda secara spektakuler sebagai bukti kegagalan invasi pimpinan Amerika Serikat tahun 2003.
”Berbagai peristiwa di Irak menggambarkan kegagalan total penyerbuan yang melibatkan AS dan Inggris,” demikian laporan sejumlah media Rusia, Jumat (13/6/2014) mengutip pernyataan Lavrov.
AS disalahkan, sebab sejak invasi tahun 2003 yang berujung pada tumbanngnya rezim diktaktor Saddam Hussein, Irak hingga kini terus mengalami kekacauan. Hingga kini, setengah juta rakyat di Mosul telah melarikan diri setelah kota di Irak utara itu diserbu dan diduduki militan al-Qaeda.
”Kami sangat khawatir dengan apa yang terjadi di Irak. Kami memperingatkan, bahwa invasi lama yang dilakukan oleh Amerika dan Inggris tidak akan berakhir dengan baik,” kata Lavrov.
”Kami berdiri dalam solidaritas dengan para pemimpin Irak, rakyat Irak yang harus memulihkan perdamaian dan keamanan di negara mereka, tetapi tindakan mitra Barat kami menyebabkan sejumlah besar pertanyaan,” kritik Lavrov.
Sementara itu, seperti dikutip Reuters, AS menyatakan siap untuk membantu Irak, termasuk bantuan militer guna menumpas para militan. Sedangkan Inggris menegaskan, tidak akan mengirim kembali pasukannya ke Irak.
Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague, aksi militan pemberontak di Irak adalah imbas dari konflik di Suriah. Namun, komentara itu dikecam Lavrov. ”Kami sudah tahu bahwa mitra kami, Inggris memiliki kemampuan unik untuk mendistorsi apa saja dan segalanya.”Obama Isyaratkan Gempur IrakAmerika Serikat (AS) telah mengisyaratkan menempuh semua opsi untuk memerangi para militan yang membuat kekacauan di Irak. Salah satu opsi itu, termasuk aksi militer atau agresi.
Pernyataan pemerintah AS itu disampaikan Presiden Barack Obama. ”Akan ada beberapa hal dalam jangka pendek yang perlu dilakukan secara militer,” kata Obama kepada wartawan di Gedung Putih, saat ia bertemu dengan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott.
“Saya tidak mengesampingkan opsi apa pun, karena kita memiliki kekuatan untuk memastikan para jihadis ini tidak mendapatkan pijakan permanen di Irak, atau Suriah,” imbuh Obama, seperti dikutip Reuters, Jumat (13/6/2014).
Juru bicara Gedung Putih, Jay Carney kemudian menambahkan bahwa Presiden Obama merujuk pada opsi serangan udara. Menurutnya, Gedung Putih tidak akan mengirim pasukan Angkatan Darat ke Irak. ”Kami tidak memikirkan (mengirim) pasukan darat,” ujar Carney.
Pernyataan itu muncul, setelah kota Mosul dan Tikrit jatuh ke tengan militan al-Qaeda dari kelompok Negara Islam Irak dan Levant (ISIL/ISIS).
Pemerintah Irak telah mendesak AS untuk mempercepat pengiriman sejumlah pesanan peralatan tempur, termasuk berbagai pesawat jet tempur. ”Kami dapat mengkonfirmasi bahwa AS terikat kontrak dengan pemerintah Irak, dalam mendukung program Penjualan Senjata Militer Asing (FMS) AS di Irak,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jennifer Psaki.
Sementara itu, laporan yang belum bisa dikonfirmasi menyebutkan, bahwa pasukan Irak telah meluncurkan serangan udara di Mosul dan Tikrit dengan menargetkan para militan. Sedangkan Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mendukung pemerintah Irak dalam perang melawan terorisme di negara itu.Sama-sama Tolong Irak, Iran dan AS Akan Pamer KekuatanPemerintah Iran disebut-sebut telah mengerahkan pasukan elite dari Garda Revolusi Iran untuk membantu Irak dalam menumpas para militan al-Qaeda.
Jika laporan itu dikonfirmasi Iran, maka militer Iran dan militer Amerika Serikat akan pamer kekuatan. Sebab, Amerika Serikat sebelumnya sudah mengisyaratkan akan menempuh opsi militer untuk menolong Irak.
Pada hari ini (13/6/2014), pasukan Irak melakukan serangan udara di berbagai wilayah untuk melawan para militan al-Qaeda dari kelompok Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL/ISIS).
Laman Wall Street Journal melaporkan, dua batalyon Angkatan Quds, yang merupakan cabang dari Pengawal Revolusi Iran telah pindah ke Irak pada hari Rabu lalu. Di sana mereka bekerja bersama-sama dengan pasukan Irak untuk merebut kembali kendali atas 85 persen wilayah Tikrit yang telah direbut para militan.
Media AS itu mengklaim mengutip keterangan dari pasukan keamanan Irak dan Iran. Dalam laporan itu, pasukan Iran juga disebut-sebut dikerahkan untuk membantu menjaga Ibukota Irak, Bagdhad, serta dua kota suci Syiah dari ancaman serangan para militan.
Presiden Amerika Serikat, Barack Obama telah menyatakan akan mempertimbangkan opsi aksi militer di Irak, setelah sepak terjang para militan di negara itu tidak terkendali. ”Akan ada beberapa hal dalam jangka pendek yang perlu dilakukan secara militer,” kata Obama, seperti dikutip Reuters.
“Saya tidak mengesampingkan opsi apa pun, karena kita memiliki kekuatan untuk memastikan para jihadis ini tidak mendapatkan pijakan permanen di Irak, atau Suriah,” imbuh Obama. Kendati demikian, belum ada kepastian kapan AS mengerahkan militernya ke Irak, yang kemungkinan akan bertemu dengan militer Iran.(mas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.