Komentar KasauSeluruh Target Hancur [detik] ○
Walaupun sukses menghancurkan target dengan akurasi tinggi pada Latihan Puncak TNI Angkatan Udara (AU) Angkasa Yudha 2016, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna menilai masih terdapat hal yang perlu dievaluasi kembali.
Hal tersebut terkait dengan jumlah sasaran yang ada maupun timing saat melakukan pengeboman ke sasaran atau target.
Diutarakan olehnya seusai pelaksanaan latihan Angkasa Yudha 2016, target yang ada mungkin pada latihan berikutnya perlu dinambah jumlahnya.
Menurutnya dari hasil latihan yang digelar, satu target diserang oleh beberapa elemen. Sehingga ketika elemen pertama sukses hancurkan target, elemen berikutnya hanya berkesempatan membom target yang telah dihancurkan oleh elemen sebelumnya.
“Ini kita lakukan evaluasi lagi untuk pengembangan latihan ke depannya. Seperti tadi yang targetnya itu, enam pesawat elemen targetnya hanya satu, mungkin nanti targetnya dua agar yang lain bisa kebagian. Karena kalau satu, yang pertama sudah menghancurkan, yang belakangnya kan cuma menghancurkan bekasnya, asapnya, nah untuk ke depan mungkin targetnya kita perbanyak,” ungkap KSAU, Kamis (6/10).
Ia melanjutkan, evaluasi lain, tetap masih ada kekurangan. "Misalnya, saya maunya setiap jatuhnya bom itu tidak boleh lebih dari 30 detik, ternyata tadi ada yang 37 detik. Karena mainan Angkatan Udara itu detik."
“Ada yang 37 detik, 32 detik, bahkan ada yang terlalu awal juga 28 detik. Jadi timing itu perlu juga, kalau untuk Angkatan Udara itu sebetulnya paling bagus kalau salah itu 5 detik,” jelasnya.
Menurutnya, rentan waktu 30 detik dengan meksimum kesalahan 5 detik dimaksudkan untuk menjaga ketepatan dalam menghancurkan target itu dengan waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diselesaikan. (Fery Setiawan/Angkasa)
Tampilkan Alat Tempur Canggih
Alutsista TNI AU [tempo]
TNI menunjukkan kepada dunia bahwa jangan coba-coba menganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). TNI tidak akan segan-segan menindak tegas siapapun yang mencoba mengganggu NKRI.
Ya, di Natuna yang kaya migas contohnya. Pemerintah kini memberi perhatian serius dengan membangun pangkalan TNI di pulau tersebut. Bahkan, beberapa hari terakhir, TNI Angkatan Udara (AU) menggelar latihan di Natuna.
Rangkaian akhir dari latihan bertajuk Angkasa Yudha 2016 itu diwarnai parade kekuatan militer di Lanud Ranai, Kamis (6/10/2016). Unjuk kekuatan tempur TNI-AU tersebut melibatkan 44 pesawat tempur, 14 pesawat angkut, dan 6 helikopter berbagai jenis.
Pesawat tempur yang ditampilkan antara lain, delapan pesawat tempur Sukhoi Skadron 11, 13 pesawat F-16 Skadron 3 dan 16, delapan T-50i Skadron 8, 11 Hawk Skadron 1 dan 12, delapan pesawat tempur EMB-314 Super Tucano Skadron 21 serta beberapa pesawat angkut seperti Hercules dan helikopter.
Latihan tempur Angkasa Yudha 2016 di Natuna dalam rangka sosialisasi dan memperkuat kemampuan masing-masing skuadron untuk meningkatkan kesiagaan dan pengawasan wilayah perbatasan khususnya di Kepulauan Riau.
Target drone [ARC]
Empat pesawat tanpa awak (drone) juga digunakan sebagai sasaran tembak rudal dan pemantauan sasaran.
Selain kemampuan tempur, ditampilkan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern. Di antaranya, meriam Oerlikon dan rudal QW 3. Dua ribu lebih personel dilibatkan.
Kegiatan itu disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan sejumlah menteri. Di antaranya, Menko Polhukam Wiranto, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
TNI menegaskan, itu adalah latihan rutin. Tidak terkait dengan situasi politik di Laut China Selatan.
“Latihannya sudah berlangsung dua minggu kok,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsma Jemy Tri Sonjaya.
Menurut dia, latihan tersebut bertujuan menguji profesionalisme dan kesiapan prajurit TNI-AU dalam menghadapi ancaman.
Gatot Nurmantyo mengatakan, latihan tempur itu tidak bertujuan memprovokasi siapa pun.
TNI tidak akan menggelar latihan militer apa pun dan dengan pihak mana pun di Laut China Selatan.
“Sikap Indonesia adalah menjaga situasi damai dan stabil di Laut China Selatan,” katanya.
Natuna memang menjadi wilayah sensitif. Batas luar utara Indonesia itu sering terkena kasus beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan Tiongkok.
Padahal, Indonesia bukanlah negara pengklaim Laut China Selatan seperti Filipina yang sedang bertikai dengan Tiongkok. (dod/bil/c10/ca/JPGrup)
Berikut video liputan Al Jazeera dari Youtube :
Walaupun sukses menghancurkan target dengan akurasi tinggi pada Latihan Puncak TNI Angkatan Udara (AU) Angkasa Yudha 2016, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna menilai masih terdapat hal yang perlu dievaluasi kembali.
Hal tersebut terkait dengan jumlah sasaran yang ada maupun timing saat melakukan pengeboman ke sasaran atau target.
Diutarakan olehnya seusai pelaksanaan latihan Angkasa Yudha 2016, target yang ada mungkin pada latihan berikutnya perlu dinambah jumlahnya.
Menurutnya dari hasil latihan yang digelar, satu target diserang oleh beberapa elemen. Sehingga ketika elemen pertama sukses hancurkan target, elemen berikutnya hanya berkesempatan membom target yang telah dihancurkan oleh elemen sebelumnya.
“Ini kita lakukan evaluasi lagi untuk pengembangan latihan ke depannya. Seperti tadi yang targetnya itu, enam pesawat elemen targetnya hanya satu, mungkin nanti targetnya dua agar yang lain bisa kebagian. Karena kalau satu, yang pertama sudah menghancurkan, yang belakangnya kan cuma menghancurkan bekasnya, asapnya, nah untuk ke depan mungkin targetnya kita perbanyak,” ungkap KSAU, Kamis (6/10).
Ia melanjutkan, evaluasi lain, tetap masih ada kekurangan. "Misalnya, saya maunya setiap jatuhnya bom itu tidak boleh lebih dari 30 detik, ternyata tadi ada yang 37 detik. Karena mainan Angkatan Udara itu detik."
“Ada yang 37 detik, 32 detik, bahkan ada yang terlalu awal juga 28 detik. Jadi timing itu perlu juga, kalau untuk Angkatan Udara itu sebetulnya paling bagus kalau salah itu 5 detik,” jelasnya.
Menurutnya, rentan waktu 30 detik dengan meksimum kesalahan 5 detik dimaksudkan untuk menjaga ketepatan dalam menghancurkan target itu dengan waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diselesaikan. (Fery Setiawan/Angkasa)
Tampilkan Alat Tempur Canggih
Alutsista TNI AU [tempo]
TNI menunjukkan kepada dunia bahwa jangan coba-coba menganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). TNI tidak akan segan-segan menindak tegas siapapun yang mencoba mengganggu NKRI.
Ya, di Natuna yang kaya migas contohnya. Pemerintah kini memberi perhatian serius dengan membangun pangkalan TNI di pulau tersebut. Bahkan, beberapa hari terakhir, TNI Angkatan Udara (AU) menggelar latihan di Natuna.
Rangkaian akhir dari latihan bertajuk Angkasa Yudha 2016 itu diwarnai parade kekuatan militer di Lanud Ranai, Kamis (6/10/2016). Unjuk kekuatan tempur TNI-AU tersebut melibatkan 44 pesawat tempur, 14 pesawat angkut, dan 6 helikopter berbagai jenis.
Pesawat tempur yang ditampilkan antara lain, delapan pesawat tempur Sukhoi Skadron 11, 13 pesawat F-16 Skadron 3 dan 16, delapan T-50i Skadron 8, 11 Hawk Skadron 1 dan 12, delapan pesawat tempur EMB-314 Super Tucano Skadron 21 serta beberapa pesawat angkut seperti Hercules dan helikopter.
Latihan tempur Angkasa Yudha 2016 di Natuna dalam rangka sosialisasi dan memperkuat kemampuan masing-masing skuadron untuk meningkatkan kesiagaan dan pengawasan wilayah perbatasan khususnya di Kepulauan Riau.
Target drone [ARC]
Empat pesawat tanpa awak (drone) juga digunakan sebagai sasaran tembak rudal dan pemantauan sasaran.
Selain kemampuan tempur, ditampilkan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern. Di antaranya, meriam Oerlikon dan rudal QW 3. Dua ribu lebih personel dilibatkan.
Kegiatan itu disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan sejumlah menteri. Di antaranya, Menko Polhukam Wiranto, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
TNI menegaskan, itu adalah latihan rutin. Tidak terkait dengan situasi politik di Laut China Selatan.
“Latihannya sudah berlangsung dua minggu kok,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsma Jemy Tri Sonjaya.
Menurut dia, latihan tersebut bertujuan menguji profesionalisme dan kesiapan prajurit TNI-AU dalam menghadapi ancaman.
Gatot Nurmantyo mengatakan, latihan tempur itu tidak bertujuan memprovokasi siapa pun.
TNI tidak akan menggelar latihan militer apa pun dan dengan pihak mana pun di Laut China Selatan.
“Sikap Indonesia adalah menjaga situasi damai dan stabil di Laut China Selatan,” katanya.
Natuna memang menjadi wilayah sensitif. Batas luar utara Indonesia itu sering terkena kasus beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan Tiongkok.
Padahal, Indonesia bukanlah negara pengklaim Laut China Selatan seperti Filipina yang sedang bertikai dengan Tiongkok. (dod/bil/c10/ca/JPGrup)
Berikut video liputan Al Jazeera dari Youtube :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.