✈ Desain pesawat tempur KFX/IFX [Mildom]
Meski sempat tertunda dan menghadapi kendala, program pengembangan pesawat tempur produksi kerja sama Indonesia-Korea Selatan yang dinamakan Korean Fighter (KF)-X/Indonesian Fighter (IF)-X terus berlanjut. Saat ini, program itu sudah memasuki fase kedua dari tiga fase yang ada, yaitu pengembangan teknik industri (engineering manufacture development), yang akan menghasilkan prototipe pada 2021.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Anne Kusmayati, di Kementerian Pertahanan, Jumat (28/7), mengatakan, saat ini tahap EMD mencapai 14 persen. PT Dirgantara Indonesia (DI), sebuah badan usaha milik negara strategis, telah mengirimkan 81 insinyur ke Korean Aerospace Industry (KAI). Mereka akan mendalami konfigurasi pesawat sesuai kebutuhan Indonesia dan Korsel.
”Program ini jadi awal kemandirian industri pertahanan karena kita akan buat pesawat tempur,” kata Anne. Produksi itu akan memengaruhi peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kemampuan PT DI secara umum. Selanjutnya akan dibutuhkan cluster-cluster industri yang memproduksi alat-alat berteknologi sesuai pesawat generasi 4,5 ini. ”Seperti alat elektronik radar dan GPS,” ucapnya.
Menurut dia, program tersebut juga harus ditopang kebijakan politik karena program ini butuh waktu yang panjang, terutama dari segi komitmen dan pembiayaan. ”Presiden menyatakan mendukung penuh program ini. Hal itu disampaikan saat kami presentasi,” ujar Anne.
Fase pengembangan dan produksi
Sejauh ini, fase pertama, yaitu pengembangan teknologi pesawat tempur produksi bersama Korsel, sudah dilalui. Setelah selesainya fase kedua tahun 2021, KF-X/IF-X akan dibuatkan prototipe yang terus diuji hingga produksi tahun 2026. Namun, baru pada fase ketiga, tahun 2040, KF-X/IF-X akan diproduksi secara massal oleh PT DI.
Terkait rencana produksi pesawat tempur itu, Kepala Sub-Dinas Penerangan Umum Dinas Penerangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Kolonel Fajar Adriyanto mengatakan, pihaknya menyambut baik pembangunan KF-X/IF-X. Program ini tak hanya dilihat dari sisi pertahanan udara, tetapi juga upaya pemerintah mengadopsi teknologi. ”Untuk kesiapan pesawat tempur, kan, untuk F16 C/D masa pakainya masih sampai 2030. Juga masih ada Sukhoi,” kata Fajar soal kebutuhan TNI AU selama KF-X/IF-X belum ada.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Totok Sugiharto menambahkan, jika Indonesia membuat sendiri, kebutuhan operasi TNI AU akan diakomodasi lewat desain pesawat. Selain juga kebebasan menentukan konfigurasi pesawat sehingga menjamin kemampuan pengembangan teknologi berkelanjutan. Namun, sejauh ini, masih ada kendala karena AS tak ingin memberikan empat teknologi utama, di antaranya electronically scanned array radar.
Meski sempat tertunda dan menghadapi kendala, program pengembangan pesawat tempur produksi kerja sama Indonesia-Korea Selatan yang dinamakan Korean Fighter (KF)-X/Indonesian Fighter (IF)-X terus berlanjut. Saat ini, program itu sudah memasuki fase kedua dari tiga fase yang ada, yaitu pengembangan teknik industri (engineering manufacture development), yang akan menghasilkan prototipe pada 2021.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Anne Kusmayati, di Kementerian Pertahanan, Jumat (28/7), mengatakan, saat ini tahap EMD mencapai 14 persen. PT Dirgantara Indonesia (DI), sebuah badan usaha milik negara strategis, telah mengirimkan 81 insinyur ke Korean Aerospace Industry (KAI). Mereka akan mendalami konfigurasi pesawat sesuai kebutuhan Indonesia dan Korsel.
”Program ini jadi awal kemandirian industri pertahanan karena kita akan buat pesawat tempur,” kata Anne. Produksi itu akan memengaruhi peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kemampuan PT DI secara umum. Selanjutnya akan dibutuhkan cluster-cluster industri yang memproduksi alat-alat berteknologi sesuai pesawat generasi 4,5 ini. ”Seperti alat elektronik radar dan GPS,” ucapnya.
Menurut dia, program tersebut juga harus ditopang kebijakan politik karena program ini butuh waktu yang panjang, terutama dari segi komitmen dan pembiayaan. ”Presiden menyatakan mendukung penuh program ini. Hal itu disampaikan saat kami presentasi,” ujar Anne.
Fase pengembangan dan produksi
Sejauh ini, fase pertama, yaitu pengembangan teknologi pesawat tempur produksi bersama Korsel, sudah dilalui. Setelah selesainya fase kedua tahun 2021, KF-X/IF-X akan dibuatkan prototipe yang terus diuji hingga produksi tahun 2026. Namun, baru pada fase ketiga, tahun 2040, KF-X/IF-X akan diproduksi secara massal oleh PT DI.
Terkait rencana produksi pesawat tempur itu, Kepala Sub-Dinas Penerangan Umum Dinas Penerangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Kolonel Fajar Adriyanto mengatakan, pihaknya menyambut baik pembangunan KF-X/IF-X. Program ini tak hanya dilihat dari sisi pertahanan udara, tetapi juga upaya pemerintah mengadopsi teknologi. ”Untuk kesiapan pesawat tempur, kan, untuk F16 C/D masa pakainya masih sampai 2030. Juga masih ada Sukhoi,” kata Fajar soal kebutuhan TNI AU selama KF-X/IF-X belum ada.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Totok Sugiharto menambahkan, jika Indonesia membuat sendiri, kebutuhan operasi TNI AU akan diakomodasi lewat desain pesawat. Selain juga kebebasan menentukan konfigurasi pesawat sehingga menjamin kemampuan pengembangan teknologi berkelanjutan. Namun, sejauh ini, masih ada kendala karena AS tak ingin memberikan empat teknologi utama, di antaranya electronically scanned array radar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.