Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia, Bob Carr, menilai rencana penarikan duta besar (dubes) Australia dari Jakarta sebagai wujud reaksi pemerintah Australia terhadap eksekusi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Rabu, adalah langkah yang keliru.
"Kita semua menentang hukuman mati, tapi saya rasa langkah menarik dubes bukanlah kepentingan bangsa Australia. Ketika kita menarik dubes, kita terkunci dengan pertanyaan kapan mengirim dia kembali?" kata Bob Carr dalam sebuah wawancara dengan televisi SkyNews, Rabu.
Ia melanjutkan bahwa Australia dan Indonesia memiliki banyak kerja sama diplomasi di bidang-bidang yang sangat krusial; kerja sama bidang pencegahan perahu pendatang ilegal, bidang penangkalan terorisme, kerja sama keamanan agar warga Australia yang sedang di Bali tidak terancam keselamatannya.
"Kita punya banyak kepentingan perdagangan dan investasi, kita menjual sapi hidup (ke Indonesia), dan hak asasi manusia," tambah dia.
"Langkah menarik dubes dari Jakarta akan membuat semua agenda itu akan menjadi lambat (tercapai)," tegasnya.
Misalnya penarikan dubes berlangsung selama enam bulan, Australia tanpa perwakilan berjumpa dengan kementerian dan kalangan bisnis, serta berbagai kerja sama diplomasi.
Ia mengingatkan bahwa kantor kedutaan besar Australia di Jakarta adalah yang terbesar di dunia, bahkan jumlah stafnya lebih banyak daripada di Washington, "Ini adalah indikator besarnya pekerjaan kita di sana."
Bila Dubes Australia untuk Indonesia Paul Grigson ditarik ke Canberra, ini akan menjadi kali pertama Australia menarik dubes di Jakarta dan pertama kali pula seorang dubes Australia ditarik akibat kasus perdagangan narkoba.
"Kita harus punya kerja sama di bidang penangkalan terorisme di Indonesia, karena kalau tidak nanti turis dari Australia di Bali terancam keselamatannya," ujar Bob menegaskan kembali bahwa kerja sama Australia-Indonesia adalah sangat penting.
Bob juga menjelaskan bahwa tidak ada yang tahu dalam waktu dua pekan ke depan apakah ada keperluan mendesak konsuler Australia di Indonesia, sementara dubes tidak ada di negeri itu.
Ia menyarankan pemerintah Australia untuk berhati-hati ketika merespon perbedaan nilai dan pandangan antara Australia dan Indonesia, jangan hanya terpaku memaksakan nilai-nilai Australia, tapi seharusnya nilai-nilai yang lebih universal.
"Kita seharusnya mengundang mereka (pemerintah Indonesia) berdiskusi tentang hukuman mati dan kerja sama pencegahan perdagangan narkoba. Kita bisa menjadi pemimpin dalam kerja sama ini bersama dengan Brasil dan Prancis, serta negara-negara lain yang bermasalah dengan peredaran narkoba," jelasnya.
Pemotongan Bantuan Australia
Terkait dengan pertanyaan tentang rencana pemangkasan dana bantuan Australia ke Indonesia, Bob Carr menegaskan bahwa bantuan Australia ke Indonesia bukan sebagai tindakan yang patut dari sebuah negara kaya. Justru, bantuan Australia ke Indonesia adalah karena Australia ingin kepentingannya terjaga di Indonesia.
"Langkah pemangkasan bantuan akan menjadi malapetaka. Kita memberikan bantuan ini adalah kepentingan Australia. Kita bisa saja membatalkan bantuan kita, tapi bila kita berhenti membangun sekolah di Indonesia, nanti masuk Yayasan dari Saudi Arabia yang membangun madrasah dan mengajarkan kurikulum yang bukan Islam moderat tapi Wahabi," ujar dia.
Ia mengaku pernah melihat bantuan Australia di daerah miskin yang mengubah sebuah desa menjadi lebih sejahtera dengan produksi jamur, perbaikan pendidikan, dan pembangunan ekonomi berbasis gender.
Kalau Australia memutus bantuan, secara politik itu adalah tindakan tegas dan bisa menghemat, tapi jelas itu bukan kepentingan besar yaitu memastikan Indonesia menjadi negara yang moderat dan bertumbuh ekonominya.
"Aksi memangkas bantuan adalah langkah bodoh dan saya rasa Australia adalah negara yang pintar dan penuh kasih," pungkasnya.Eksekusi Dianggap Penghinaan, Menhan Australia "Serang" Jokowi Menhan Australia, Kevin Andrews, menyebut Presiden Jokowi sebagai pemimpin lemah dan eksekusi dianggap penghinaan pada Australia. (Reuters)
Menteri Pertahanan (Menhan) Australia, Kevin Andrews, telah meluncurkan “serangan” keras terhadap Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Menhan Australia itu menilai eksekusi terhadap duo Bali Nine sebagai penghinaan terhadap Australia yang dilakukan Pemerintah Jokowi.
Menhan Andrews menyebut Jokowi sebagai pemimpin “lemah” dan sengaja melakukan penghinaan terhadap Australia. Menteri senior Australia itu mengaku tersentak dengan penolakan Jokowi atas permohonan ampunan untuk duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang diajukan Perdana Menteri Tony Abbott.
Penolakan grasi dari Jokowi itu, kata dia, membuat situasi yang sulit jadi buruk. Dia menekankan pentingnya hubungan Australia dengan Indonesia.
“(Presiden) Joko membuat kesalahan perhitungan yang sangat serius dengan memberitahukan orang-orang dieksekusi segera pada Anzac Day. Sebuah langkah yang berbau penghinaan pada Australia,” katanya, seperti dilansir The Australian, Kamis (30/4/2015).
Pemerintah Australia sebelumnya memang meminta Pemerintah Indonesia untuk tidak mengumumkan eksekusi mati duo Bali Nine pada peringatan “Anzac Day”, tapi Pemerintah Indonesia telanjur menyampaikan pemberitahuan atau notifikasi beberapa jam sebelum ekekusi dilakukan Selasa tengah malam.
”Fakta bahwa eksekusi diumumkan pada Anzac Day. Fakta bahwa imbauan penasihat spiritual ditolak, seperti yang saya mengerti, dalam periode terakhir dari kehidupan mereka (duo Bali Nine), semuanya menunjukkan atau berbau penghinaan pada Australia. Dan jika itu terjadi, maka saya berpikir bahwa ini adalah kesalahan perhitungan yang sangat serius atas nama pimpinan Indonesia,” ujar Andrews.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, ketika ditanya apakah dia setuju dengan tudingan Indonesia menghina Australia, Bishop menolak untuk mendukung argumen Andrews.
”Biarkan saya menggunakan kata-kata saya. Saya mengatakan bahwa saya sangat menyesali apa yang telah terjadi, saya membuat banyak representasi pribadi, pada setiap tingkat yang saya bisa, dan itu adalah situasi yang disesalkan. Namun, Indonesia adalah mitra penting Australia dan hubungan harus terus untuk kepentingan kedua negara,” kata Bishop, yang berupaya meredam ketegangan.(mas)Ini Kali Pertama Kami Panggil Pulang Dubes Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop menyatakan, pemanggilan pulang Duta Besar (Dubes) mereka dari sebuah negara bukanlah hal yang biasa bagi Australia. [Skynews]
Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop menyatakan, pemanggilan pulang Duta Besar (Dubes) mereka dari sebuah negara bukanlah hal yang biasa bagi Australia. Bahkan, dirinya menyebut pemanggilan Philip Gibson, Dubes Australia untuk Indonesia adalah yang pertama kali mereka lakukan.
“Australia berencana untuk menarik Dubesnya dari Indonesia. Ini adalah suatu tindakan yang sama sekali tidak wajar. Tindakan yang akan kami lakukan ini sama sekali belum pernah terjadi sebelumnya,” ucap Bishop, seperti dilansir Guardian pada Kamis (30/4/2015).
Bishop, dalam pernyataannya juga menyatakan sedikit bingung dengan sikap pemerintah Indonesia yang terkesan sangat santai menanggapi rencana pemanggilan pulang Dubes oleh Australia tersebut. Pemanggilan pulang Gibson ini merupakan aksi protes pemerintah Australia terhadap eksekusi mati yang dilakukan Indonesia terhadap dua warga negara mereka, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Gibson rencananya akan kembali ke Canbera pada akhir pekan ini, dan dikabarkan akan berada di sana selama satu atau dua pekan.
Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri Indonesia sendiri mengatakan, pemerintah Australia sudah memanggil Kuasa Usaha Kedutaan Indonesia di Canbera untuk menyampaikan rencana pemanggilan Dubes ini.
"Kuasa usaha di Brasil dan Australia sudah dipanggil untuk menyampaikan (sikap mereka). Intinya, apa yang kami terima adalah apa yang sudah disampaikan oleh Perdana Menteri (Tony) Abbott di Media, begitu pula di Brasil," kata juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nassir.
Namun, ketika ditanya, apakah sudah ada komunikasi antar-Menteri Luar Negeri, baik dengan Australia ataupun dengan Brasil terkait eksekusi, Arrmanatha menegaskan belum ada komunikasi antar-Menlu.(esn)
"Kita semua menentang hukuman mati, tapi saya rasa langkah menarik dubes bukanlah kepentingan bangsa Australia. Ketika kita menarik dubes, kita terkunci dengan pertanyaan kapan mengirim dia kembali?" kata Bob Carr dalam sebuah wawancara dengan televisi SkyNews, Rabu.
Ia melanjutkan bahwa Australia dan Indonesia memiliki banyak kerja sama diplomasi di bidang-bidang yang sangat krusial; kerja sama bidang pencegahan perahu pendatang ilegal, bidang penangkalan terorisme, kerja sama keamanan agar warga Australia yang sedang di Bali tidak terancam keselamatannya.
"Kita punya banyak kepentingan perdagangan dan investasi, kita menjual sapi hidup (ke Indonesia), dan hak asasi manusia," tambah dia.
"Langkah menarik dubes dari Jakarta akan membuat semua agenda itu akan menjadi lambat (tercapai)," tegasnya.
Misalnya penarikan dubes berlangsung selama enam bulan, Australia tanpa perwakilan berjumpa dengan kementerian dan kalangan bisnis, serta berbagai kerja sama diplomasi.
Ia mengingatkan bahwa kantor kedutaan besar Australia di Jakarta adalah yang terbesar di dunia, bahkan jumlah stafnya lebih banyak daripada di Washington, "Ini adalah indikator besarnya pekerjaan kita di sana."
Bila Dubes Australia untuk Indonesia Paul Grigson ditarik ke Canberra, ini akan menjadi kali pertama Australia menarik dubes di Jakarta dan pertama kali pula seorang dubes Australia ditarik akibat kasus perdagangan narkoba.
"Kita harus punya kerja sama di bidang penangkalan terorisme di Indonesia, karena kalau tidak nanti turis dari Australia di Bali terancam keselamatannya," ujar Bob menegaskan kembali bahwa kerja sama Australia-Indonesia adalah sangat penting.
Bob juga menjelaskan bahwa tidak ada yang tahu dalam waktu dua pekan ke depan apakah ada keperluan mendesak konsuler Australia di Indonesia, sementara dubes tidak ada di negeri itu.
Ia menyarankan pemerintah Australia untuk berhati-hati ketika merespon perbedaan nilai dan pandangan antara Australia dan Indonesia, jangan hanya terpaku memaksakan nilai-nilai Australia, tapi seharusnya nilai-nilai yang lebih universal.
"Kita seharusnya mengundang mereka (pemerintah Indonesia) berdiskusi tentang hukuman mati dan kerja sama pencegahan perdagangan narkoba. Kita bisa menjadi pemimpin dalam kerja sama ini bersama dengan Brasil dan Prancis, serta negara-negara lain yang bermasalah dengan peredaran narkoba," jelasnya.
Pemotongan Bantuan Australia
Terkait dengan pertanyaan tentang rencana pemangkasan dana bantuan Australia ke Indonesia, Bob Carr menegaskan bahwa bantuan Australia ke Indonesia bukan sebagai tindakan yang patut dari sebuah negara kaya. Justru, bantuan Australia ke Indonesia adalah karena Australia ingin kepentingannya terjaga di Indonesia.
"Langkah pemangkasan bantuan akan menjadi malapetaka. Kita memberikan bantuan ini adalah kepentingan Australia. Kita bisa saja membatalkan bantuan kita, tapi bila kita berhenti membangun sekolah di Indonesia, nanti masuk Yayasan dari Saudi Arabia yang membangun madrasah dan mengajarkan kurikulum yang bukan Islam moderat tapi Wahabi," ujar dia.
Ia mengaku pernah melihat bantuan Australia di daerah miskin yang mengubah sebuah desa menjadi lebih sejahtera dengan produksi jamur, perbaikan pendidikan, dan pembangunan ekonomi berbasis gender.
Kalau Australia memutus bantuan, secara politik itu adalah tindakan tegas dan bisa menghemat, tapi jelas itu bukan kepentingan besar yaitu memastikan Indonesia menjadi negara yang moderat dan bertumbuh ekonominya.
"Aksi memangkas bantuan adalah langkah bodoh dan saya rasa Australia adalah negara yang pintar dan penuh kasih," pungkasnya.Eksekusi Dianggap Penghinaan, Menhan Australia "Serang" Jokowi Menhan Australia, Kevin Andrews, menyebut Presiden Jokowi sebagai pemimpin lemah dan eksekusi dianggap penghinaan pada Australia. (Reuters)
Menteri Pertahanan (Menhan) Australia, Kevin Andrews, telah meluncurkan “serangan” keras terhadap Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Menhan Australia itu menilai eksekusi terhadap duo Bali Nine sebagai penghinaan terhadap Australia yang dilakukan Pemerintah Jokowi.
Menhan Andrews menyebut Jokowi sebagai pemimpin “lemah” dan sengaja melakukan penghinaan terhadap Australia. Menteri senior Australia itu mengaku tersentak dengan penolakan Jokowi atas permohonan ampunan untuk duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang diajukan Perdana Menteri Tony Abbott.
Penolakan grasi dari Jokowi itu, kata dia, membuat situasi yang sulit jadi buruk. Dia menekankan pentingnya hubungan Australia dengan Indonesia.
“(Presiden) Joko membuat kesalahan perhitungan yang sangat serius dengan memberitahukan orang-orang dieksekusi segera pada Anzac Day. Sebuah langkah yang berbau penghinaan pada Australia,” katanya, seperti dilansir The Australian, Kamis (30/4/2015).
Pemerintah Australia sebelumnya memang meminta Pemerintah Indonesia untuk tidak mengumumkan eksekusi mati duo Bali Nine pada peringatan “Anzac Day”, tapi Pemerintah Indonesia telanjur menyampaikan pemberitahuan atau notifikasi beberapa jam sebelum ekekusi dilakukan Selasa tengah malam.
”Fakta bahwa eksekusi diumumkan pada Anzac Day. Fakta bahwa imbauan penasihat spiritual ditolak, seperti yang saya mengerti, dalam periode terakhir dari kehidupan mereka (duo Bali Nine), semuanya menunjukkan atau berbau penghinaan pada Australia. Dan jika itu terjadi, maka saya berpikir bahwa ini adalah kesalahan perhitungan yang sangat serius atas nama pimpinan Indonesia,” ujar Andrews.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, ketika ditanya apakah dia setuju dengan tudingan Indonesia menghina Australia, Bishop menolak untuk mendukung argumen Andrews.
”Biarkan saya menggunakan kata-kata saya. Saya mengatakan bahwa saya sangat menyesali apa yang telah terjadi, saya membuat banyak representasi pribadi, pada setiap tingkat yang saya bisa, dan itu adalah situasi yang disesalkan. Namun, Indonesia adalah mitra penting Australia dan hubungan harus terus untuk kepentingan kedua negara,” kata Bishop, yang berupaya meredam ketegangan.(mas)Ini Kali Pertama Kami Panggil Pulang Dubes Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop menyatakan, pemanggilan pulang Duta Besar (Dubes) mereka dari sebuah negara bukanlah hal yang biasa bagi Australia. [Skynews]
Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop menyatakan, pemanggilan pulang Duta Besar (Dubes) mereka dari sebuah negara bukanlah hal yang biasa bagi Australia. Bahkan, dirinya menyebut pemanggilan Philip Gibson, Dubes Australia untuk Indonesia adalah yang pertama kali mereka lakukan.
“Australia berencana untuk menarik Dubesnya dari Indonesia. Ini adalah suatu tindakan yang sama sekali tidak wajar. Tindakan yang akan kami lakukan ini sama sekali belum pernah terjadi sebelumnya,” ucap Bishop, seperti dilansir Guardian pada Kamis (30/4/2015).
Bishop, dalam pernyataannya juga menyatakan sedikit bingung dengan sikap pemerintah Indonesia yang terkesan sangat santai menanggapi rencana pemanggilan pulang Dubes oleh Australia tersebut. Pemanggilan pulang Gibson ini merupakan aksi protes pemerintah Australia terhadap eksekusi mati yang dilakukan Indonesia terhadap dua warga negara mereka, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Gibson rencananya akan kembali ke Canbera pada akhir pekan ini, dan dikabarkan akan berada di sana selama satu atau dua pekan.
Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri Indonesia sendiri mengatakan, pemerintah Australia sudah memanggil Kuasa Usaha Kedutaan Indonesia di Canbera untuk menyampaikan rencana pemanggilan Dubes ini.
"Kuasa usaha di Brasil dan Australia sudah dipanggil untuk menyampaikan (sikap mereka). Intinya, apa yang kami terima adalah apa yang sudah disampaikan oleh Perdana Menteri (Tony) Abbott di Media, begitu pula di Brasil," kata juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nassir.
Namun, ketika ditanya, apakah sudah ada komunikasi antar-Menteri Luar Negeri, baik dengan Australia ataupun dengan Brasil terkait eksekusi, Arrmanatha menegaskan belum ada komunikasi antar-Menlu.(esn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.