✈ F-15 Pamer Majalah PlayboySaat Perang Dingin wilayah antara Greenland Islandia dan Inggris (atau yang dikenal dengan GIUK Gap) menjadi jalur utama yang digunakan oleh pembom Soviet dan pesawat pengintai maritim ke Kuba. NATO dan sejumlah negara pun kemudian memperketat pengawasan daerah ini.
Dikerahkanlah FIS (Fighter Squadron Interceptor) Black Knights ke-57 ke pangkalan udara Keflavik, di Islandia sejak November 1954. Mereka ditugaskan untuk mencegat pesawat Soviet seperti Tu-95 dan Tu-142.
FIS ke-57 diperkuat dengan sejumlah pesawat tempur paling canggih kala itu seperti F-102, F-106 dan F-4E. Kemudian pada November 1985 Skuadron ini menerima F-15C / D.
Eagles milik-57 FIS yang dilengkapi dengan CFT (Conformal Fuel Tank) yang mendorong jangkauan mereka lebih memungkinkan untuk terbang jauh dan lama untuk mencegat pesawat lawan.
Seorang mantan Pilot Black Knights, Letnan Kolonel Tim “Sweet Lou” Kline menjelaskan kepada Steve Davies untuk bukunya F-15 Eagle Engaged kisah pencegatan yang dia lakukan terhadap pesawat Rusia. “Kami terbang lama, menatap air, gunung dengan puncak es mengisi bahan bakar dari kapal tanker sambil menunggu situasi. Kami hanya berharap peralatan pengisian bahan bakar kami bekerja dengan baik karena kami jauh dari Keflavik. Kadang-kadang kita bisa berada di luar selama enam jam."
“Ketika mereka muncul, mereka akan ada di ketinggian. Sering kali kita hanya mengejar murni dan kembali karena untuk bisa mengunci akan memberitahu keberadaan kami kepada mereka dan juga memungkinkan bomber ‘Bear’ EWO (Electronic Warfare Operator) memulai duel elektrik dengan F-15. Penting untuk tidak membiarkan mereka tahu banyak hal tentang teknologi kita,” katanya.
Jika pesawat rusia yang datang adalah pesawat pengintai maritim biasanya akan terbang di ketinggian 300-500 kaki dan memperlambat sekitar 230 knot untuk mulai menjatuhkan sonobuoys. ”Dan kami call the drops sehingga AWACS bisa merencanakan lokasi mereka untuk Intel. Ketika mereka selesai mereka akan berbalik dan kembali timur laut ke Rusia,” tambahnya.
Berbagai cara untuk menipu musuh pun dilakukan. Salah satunya ketika puncak ketegangan Perang Dingin, mekanik Skadron FIS-57 membuat EW fiktif. Untuk membuatnya lebih realistis, alat palsu dilengkapi dengan berbagai jenis antena. Bahkan antena mobil pun pernah dipasang. Ketika pesawat membawa EW palsu itu mendekat ke pesawat Rusia, kru mereka dengan penuh semangat mengambil gambar alat itu. Alhasil intelijen Rusia dipaksa kerja keras untuk mengidentifikasi alat tersebut. Padahal palsu.
Sejumlah ulah konyol juga dilakukan para pilot F-15. Salah satunya dengan memamerkan sampul majalah playboy yang berisi gambar wanita telanjang melalui kanopi mereka. Mau tak mau kru pesawat Rusia pun tersenyum sejenak. Black Knights tidak bertahan terlalu lama setelah berakhirnya Perang Dingin. F-15 dari 57 FIS tetap berada di QRA Keflavik sampai 1 Maret 1995 ketika mereka akhirnya bubar.
✈ Kru Tu-95 Malah Tawari Vodka Dikembangkan sebagai pencegat untuk melindungi Angkatan Laut AS (U.S. Navy’s Carrier Battle Groups/CVBG) menjadikan F-4 mau tidak mau harus kerap bertemu pesawat Soviet seperti Tu-95 dan Tu-16 pembom di berbagai belahan dunia.
Jet F-4 Phantom US Navy seringkali diluncurkan oleh flattops Amerika untuk mencegat dan membayangi pembom strategis Uni Soviet yang mengitari kapal induk Amerika dengan ketinggian rendah sebagai sebuah bentuk provokasi.
Sejumlah F-4 memiliki tugas utama untuk memastikan bahwa semua penyusup udara bertemu dalam luar perimeter pertahanan udara Carrier Group.
LCDR Fred Staudenmayer, yang dulu dikenal dengan istilah RIO (Radar Intercept Officer) yang bertugas bersama F-4 di East Coast F-4J operasional USN skuadron (VF-33 Tarsius dari 21 Juni 1973 sampai 19 Januari 1974 mengaku memiliki beberapa pengalaman mencegat Tu -9s dan Tu-16 selama penugasannya di laut Mediterania.
Dalam buku Soviet bombers in Peter E. Davies book F-4 Phantoms U.S. Navy and Marine Corps Gray Ghosts Staudenmayer menjelaskan kerap kali bomber Rusia masuk ke kawasan mereka.
“Aku melihat radar dan mendeteksi blip radar di sekitar dua belas mil, diikuti langsung oleh visual, dan kami langsung mendekatinya. Terbang di dekat sayap dengan ketinggian 500 ft. Hal ini sebagai bentuk mengawal tamu tidak diundang. Selama pelayaran di Teluk Biscay di USS Independence kami sering kali menemui pesawat Soviet menyusup. Seingat saya sekitar 30 hingga 40 kali dan semuanya kami cegat,” katanya.
F-4 milik VF-11 Red Ripper juga terlibat dalam banyak mencegat Tu-16. Salah satunya dilakukan William Greer dan Davies yang terjadi pada malam hari.
Biar kerap kali dalam suasana tegang, tak jarang terjadi hal-hal yang lucu tetapi menjengkelkan. Seperti yang terjadi ketika Steve RUDLOFF mencegat sebuah Tu-95. Seorang kru bomber yang berposisi sebagai penembak belakang dengan santainya menawarkan Vodka dengan mengangkat botol tersebut ke arahnya.
”Dalam status Alert 5 (kondisi siaga tinggi untuk awak di dek) aku pun segera meraih majalah playboy dan aku tunjukkan kepadanya. Orang itu tersenyum hangat dan mengacungkan jempol. Kami selalu mengambil gambar dari mereka, dan sebaliknya. Bahkan kami kerap melepas masker agar bisa saling mengambil gambar kami.”
Tidak jarang justru ketika mencegat sesama kru pesawat itu saling ngobrol dengan hangat. “Suatu saat saya berbicara dengan kru dalam bahasa Inggris. Dia mengaku tinggal di Moskow. Tetapi kemudian ada orang lain berbicara Rusia yang masuk dan akhirnya pembicaraan kami berhenti,” ujar Rudolf.
Dikerahkanlah FIS (Fighter Squadron Interceptor) Black Knights ke-57 ke pangkalan udara Keflavik, di Islandia sejak November 1954. Mereka ditugaskan untuk mencegat pesawat Soviet seperti Tu-95 dan Tu-142.
FIS ke-57 diperkuat dengan sejumlah pesawat tempur paling canggih kala itu seperti F-102, F-106 dan F-4E. Kemudian pada November 1985 Skuadron ini menerima F-15C / D.
Eagles milik-57 FIS yang dilengkapi dengan CFT (Conformal Fuel Tank) yang mendorong jangkauan mereka lebih memungkinkan untuk terbang jauh dan lama untuk mencegat pesawat lawan.
Seorang mantan Pilot Black Knights, Letnan Kolonel Tim “Sweet Lou” Kline menjelaskan kepada Steve Davies untuk bukunya F-15 Eagle Engaged kisah pencegatan yang dia lakukan terhadap pesawat Rusia. “Kami terbang lama, menatap air, gunung dengan puncak es mengisi bahan bakar dari kapal tanker sambil menunggu situasi. Kami hanya berharap peralatan pengisian bahan bakar kami bekerja dengan baik karena kami jauh dari Keflavik. Kadang-kadang kita bisa berada di luar selama enam jam."
“Ketika mereka muncul, mereka akan ada di ketinggian. Sering kali kita hanya mengejar murni dan kembali karena untuk bisa mengunci akan memberitahu keberadaan kami kepada mereka dan juga memungkinkan bomber ‘Bear’ EWO (Electronic Warfare Operator) memulai duel elektrik dengan F-15. Penting untuk tidak membiarkan mereka tahu banyak hal tentang teknologi kita,” katanya.
Jika pesawat rusia yang datang adalah pesawat pengintai maritim biasanya akan terbang di ketinggian 300-500 kaki dan memperlambat sekitar 230 knot untuk mulai menjatuhkan sonobuoys. ”Dan kami call the drops sehingga AWACS bisa merencanakan lokasi mereka untuk Intel. Ketika mereka selesai mereka akan berbalik dan kembali timur laut ke Rusia,” tambahnya.
Berbagai cara untuk menipu musuh pun dilakukan. Salah satunya ketika puncak ketegangan Perang Dingin, mekanik Skadron FIS-57 membuat EW fiktif. Untuk membuatnya lebih realistis, alat palsu dilengkapi dengan berbagai jenis antena. Bahkan antena mobil pun pernah dipasang. Ketika pesawat membawa EW palsu itu mendekat ke pesawat Rusia, kru mereka dengan penuh semangat mengambil gambar alat itu. Alhasil intelijen Rusia dipaksa kerja keras untuk mengidentifikasi alat tersebut. Padahal palsu.
Sejumlah ulah konyol juga dilakukan para pilot F-15. Salah satunya dengan memamerkan sampul majalah playboy yang berisi gambar wanita telanjang melalui kanopi mereka. Mau tak mau kru pesawat Rusia pun tersenyum sejenak. Black Knights tidak bertahan terlalu lama setelah berakhirnya Perang Dingin. F-15 dari 57 FIS tetap berada di QRA Keflavik sampai 1 Maret 1995 ketika mereka akhirnya bubar.
✈ Kru Tu-95 Malah Tawari Vodka Dikembangkan sebagai pencegat untuk melindungi Angkatan Laut AS (U.S. Navy’s Carrier Battle Groups/CVBG) menjadikan F-4 mau tidak mau harus kerap bertemu pesawat Soviet seperti Tu-95 dan Tu-16 pembom di berbagai belahan dunia.
Jet F-4 Phantom US Navy seringkali diluncurkan oleh flattops Amerika untuk mencegat dan membayangi pembom strategis Uni Soviet yang mengitari kapal induk Amerika dengan ketinggian rendah sebagai sebuah bentuk provokasi.
Sejumlah F-4 memiliki tugas utama untuk memastikan bahwa semua penyusup udara bertemu dalam luar perimeter pertahanan udara Carrier Group.
LCDR Fred Staudenmayer, yang dulu dikenal dengan istilah RIO (Radar Intercept Officer) yang bertugas bersama F-4 di East Coast F-4J operasional USN skuadron (VF-33 Tarsius dari 21 Juni 1973 sampai 19 Januari 1974 mengaku memiliki beberapa pengalaman mencegat Tu -9s dan Tu-16 selama penugasannya di laut Mediterania.
Dalam buku Soviet bombers in Peter E. Davies book F-4 Phantoms U.S. Navy and Marine Corps Gray Ghosts Staudenmayer menjelaskan kerap kali bomber Rusia masuk ke kawasan mereka.
“Aku melihat radar dan mendeteksi blip radar di sekitar dua belas mil, diikuti langsung oleh visual, dan kami langsung mendekatinya. Terbang di dekat sayap dengan ketinggian 500 ft. Hal ini sebagai bentuk mengawal tamu tidak diundang. Selama pelayaran di Teluk Biscay di USS Independence kami sering kali menemui pesawat Soviet menyusup. Seingat saya sekitar 30 hingga 40 kali dan semuanya kami cegat,” katanya.
F-4 milik VF-11 Red Ripper juga terlibat dalam banyak mencegat Tu-16. Salah satunya dilakukan William Greer dan Davies yang terjadi pada malam hari.
Biar kerap kali dalam suasana tegang, tak jarang terjadi hal-hal yang lucu tetapi menjengkelkan. Seperti yang terjadi ketika Steve RUDLOFF mencegat sebuah Tu-95. Seorang kru bomber yang berposisi sebagai penembak belakang dengan santainya menawarkan Vodka dengan mengangkat botol tersebut ke arahnya.
”Dalam status Alert 5 (kondisi siaga tinggi untuk awak di dek) aku pun segera meraih majalah playboy dan aku tunjukkan kepadanya. Orang itu tersenyum hangat dan mengacungkan jempol. Kami selalu mengambil gambar dari mereka, dan sebaliknya. Bahkan kami kerap melepas masker agar bisa saling mengambil gambar kami.”
Tidak jarang justru ketika mencegat sesama kru pesawat itu saling ngobrol dengan hangat. “Suatu saat saya berbicara dengan kru dalam bahasa Inggris. Dia mengaku tinggal di Moskow. Tetapi kemudian ada orang lain berbicara Rusia yang masuk dan akhirnya pembicaraan kami berhenti,” ujar Rudolf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.