Setelah aksi serangan udara pimpinan AS selama lebih dari satu setengah tahun gagal mengendalikan kelompok yang sekarang terbukti menjadi ancaman duniaSerangan teroris di Paris menjadi momentum bagi AS untuk meningkatkan aksi militer terhadap ISIS di Suriah dan Irak. (Reuters/Christian Hartmann)
Serangan teroris di Paris tampaknya akan memicu reaksi militer global terhadap ISIS, setelah aksi serangan udara pimpinan AS selama lebih dari satu setengah tahun gagal mengendalikan kelompok yang sekarang terbukti menjadi ancaman dunia.
Amerika Serikat, yang sejak lama dituding mengambil pendekatan bertahap melawan ISIS, kini mendapat tekanan politik di dalam dan di luar negeri untuk bertindak lebih jauh. Akibatnya, negara ini diperkirakan akan mempelajari upaya meningkatkan kampanye melawan ISIS, termasuk menambah serangan udara.
Para pejabat AS mengatakan negaranya terutama akan meminta sekutu Eropa dan Arab untuk meningkatkan partisipasi militer dalam perang di Irak dan Suriah.
Namun, belum jelas apakah Paris dan Washington akan bersedia memperluas cakupan keterlibatan militer mereka secara radikal, mengingat ada keengganan mendalam untuk terlibat dalam perang di darat di wilayah Timur Tengah.
Tetapi Presiden Barack Obama dalam beberapa bulan terakhir telah mengemukakan komitmen lebih pada pertempuran ini, sementara anggota Kongres dan para pakar terorisme akan memandang serangan di Paris sebagai faktor yang memperkuat argumentasi mereka agar ada penambahan kekuatan militer.
ISIS telah menyatakan bertanggung jawab atas serangan di Paris (13/11) yang menewaskan 129 orang ini. Serangan itu adalah serangan paling berdarah di Perancis sejak Perang Dunia II berakhir.
Dalam dua minggu terakhir, ISIS telah mengklaim bertanggung jawab atas sejumlah serangan besar.
Dua serangan bom bunuh diri di wilayah Muslim Syiah Beirut, Lebanon yang menewaskan 43 orang. Dan ketika pesawat penumpang Rusia dengan 224 penumpang jatuh di Semenanjung Sinai, Mesir.
Senator Dianne Feinstein, petinggi partai Demokrat di Komite Intelijen Senat AS, mengatakan semakin terlihat jelas bahwa strategi serangan udara terbatas yang dikombinasikan dengan dukungan pasukan darat di Irak dan Suriah dari Presiden Obama "tidak cukup untuk melindungi negara kami dan sekutu kami."
"Pertempuran dengan cepat menyebar ke luar Irak dan Suriah. Dan itu sebabnya kita harus melakukan pertempuran di wilayah itu," kata Feinstein.
Bruce Riedel, mantan pakar CIA untuk Timur Tengah yang pernah menjadi penasehat Obama, mengatakan serangkaian serangan baru-baru ini telah membungkam seluruh perdebatan apakah ISIS akan memusatkan perhatian pada perang di Irak dan Suriah.
"Ini menjadi satu faktor pengubah dalam hal itu: ada pihak yang berdebat apakah ISIS akan tetap memusatkan perhatian di wilayah mereka - atau memperluas ke tingkat global. Menurut saya perdebatan itu sekarang sudah selesai," kata Riedel.Amerika Serikat hanya melakukan serangan udara terbatas ke ISIS dengan jet tempur dan rudal yang dilepas dari kapal perang. (Reuters/Abe McNatt/U.S. Navy/Handout)
Perancis, yang menggambarkan serangan di Paris itu sebagai aksi perang, bisa dengan cepat meningkatkan peran sertanya dalam serangan udara ke sasaran ISIS.
Bahkan sebelum serangan di Paris ini, Perancis telah mengumumkan bahwa kapal induk satu-satunya milik negara itu, Charles de Gaulle, akan dikerahkan ke Timur Tengah dan akan tiba pada 18 November.
"Hanya dalam beberapa hari kapal induk Perancis berlayar menuju Teluk Persia untuk mulai mengerahkan jet tempur mereka untuk mengebom ISIS," kata Martin Reardon, mantan pejabat FBI.
"Menurut saya Perancis akan lebih terlibat."
Baru bulan lalu Obama menyetujui pengerahan pasukan operasi khusus AS ke Suriah untuk bekerja sama dengan para pejuang oposisi di darat. Hal ini sebelumnya ditentang.
Obama juga mengerahkan lebih banyak pesawat tempur AS ke pangkalan militer di Incirlik, Turki.
Para pejabat AS mengatakan masih dalam pembicaraan dengan sekutu, termasuk negara-negara Arab, untuk meningkatkan peran mereka dalam serangan udara.
Sementara itu, perundingan terkait pengerahan pasukan operasi khusus sekutu di Irak dan Suriah, masih terus berjalan.
Riedel dan sejumlah mantan pejabat AS mengatakan satu jalan cepat AS dan sekutunya menekan ISIS adalah meningkatkan tekanan pada kepemimpinan kelompok itu.
Tekanan semacam ini terus meningkat melalui serangan-serangan tepat sasaran dalam beberapa bulan. Serangan AS ke ISIS mulai terarah dengan mensasar target-target penting, salah satunya adalah simbol kekejaman ISIS "JIhadi John".(Reuters/SITE Intel Group/Handout)
Di hari serangan Paris, AS melakukan operasi untuk membunuh pemimpin ISIS di Libya. Sehari sebelumnya, negara ini mengumumkan kematian satu sasaran yang lebih merupakan simbol ISIS, yaitu mensasar "Jihadi John" yang pernah memanas-manasi Barat dalam video eksekusi sandera.
Para pejabat AS mengatakan serangan semacam ini memperlihatkan bahwa AS bisa memperluas medan pertempuran.
"Yang terjadi sekarang adalah mengejar ISIS di tempat manapun mereka bisa digempur," kata satu pejabat AS.
Namun sejauh ini, AS masih menahan diri dari aksi pengeboman gedung markas ISIS di ibukota de fakto kelompok itu di Raqqa, Suriah.
Hal ini menurut sumber Reuters disebabkan karena risiko jatuh korban sipil dalam jumlah besar.
Masih harus dilihat apakah aksi menahan diri ini akan terus berjalan, dan apakah pemerintah Obama akan secara umum melonggarkan peraturan serangan udara yang menurut Kongres dan pihak lain terlalu terbatas. (Reuters/yns)
Serangan teroris di Paris tampaknya akan memicu reaksi militer global terhadap ISIS, setelah aksi serangan udara pimpinan AS selama lebih dari satu setengah tahun gagal mengendalikan kelompok yang sekarang terbukti menjadi ancaman dunia.
Amerika Serikat, yang sejak lama dituding mengambil pendekatan bertahap melawan ISIS, kini mendapat tekanan politik di dalam dan di luar negeri untuk bertindak lebih jauh. Akibatnya, negara ini diperkirakan akan mempelajari upaya meningkatkan kampanye melawan ISIS, termasuk menambah serangan udara.
Para pejabat AS mengatakan negaranya terutama akan meminta sekutu Eropa dan Arab untuk meningkatkan partisipasi militer dalam perang di Irak dan Suriah.
Namun, belum jelas apakah Paris dan Washington akan bersedia memperluas cakupan keterlibatan militer mereka secara radikal, mengingat ada keengganan mendalam untuk terlibat dalam perang di darat di wilayah Timur Tengah.
Tetapi Presiden Barack Obama dalam beberapa bulan terakhir telah mengemukakan komitmen lebih pada pertempuran ini, sementara anggota Kongres dan para pakar terorisme akan memandang serangan di Paris sebagai faktor yang memperkuat argumentasi mereka agar ada penambahan kekuatan militer.
ISIS telah menyatakan bertanggung jawab atas serangan di Paris (13/11) yang menewaskan 129 orang ini. Serangan itu adalah serangan paling berdarah di Perancis sejak Perang Dunia II berakhir.
Dalam dua minggu terakhir, ISIS telah mengklaim bertanggung jawab atas sejumlah serangan besar.
Dua serangan bom bunuh diri di wilayah Muslim Syiah Beirut, Lebanon yang menewaskan 43 orang. Dan ketika pesawat penumpang Rusia dengan 224 penumpang jatuh di Semenanjung Sinai, Mesir.
Senator Dianne Feinstein, petinggi partai Demokrat di Komite Intelijen Senat AS, mengatakan semakin terlihat jelas bahwa strategi serangan udara terbatas yang dikombinasikan dengan dukungan pasukan darat di Irak dan Suriah dari Presiden Obama "tidak cukup untuk melindungi negara kami dan sekutu kami."
"Pertempuran dengan cepat menyebar ke luar Irak dan Suriah. Dan itu sebabnya kita harus melakukan pertempuran di wilayah itu," kata Feinstein.
Bruce Riedel, mantan pakar CIA untuk Timur Tengah yang pernah menjadi penasehat Obama, mengatakan serangkaian serangan baru-baru ini telah membungkam seluruh perdebatan apakah ISIS akan memusatkan perhatian pada perang di Irak dan Suriah.
"Ini menjadi satu faktor pengubah dalam hal itu: ada pihak yang berdebat apakah ISIS akan tetap memusatkan perhatian di wilayah mereka - atau memperluas ke tingkat global. Menurut saya perdebatan itu sekarang sudah selesai," kata Riedel.Amerika Serikat hanya melakukan serangan udara terbatas ke ISIS dengan jet tempur dan rudal yang dilepas dari kapal perang. (Reuters/Abe McNatt/U.S. Navy/Handout)
Perancis, yang menggambarkan serangan di Paris itu sebagai aksi perang, bisa dengan cepat meningkatkan peran sertanya dalam serangan udara ke sasaran ISIS.
Bahkan sebelum serangan di Paris ini, Perancis telah mengumumkan bahwa kapal induk satu-satunya milik negara itu, Charles de Gaulle, akan dikerahkan ke Timur Tengah dan akan tiba pada 18 November.
"Hanya dalam beberapa hari kapal induk Perancis berlayar menuju Teluk Persia untuk mulai mengerahkan jet tempur mereka untuk mengebom ISIS," kata Martin Reardon, mantan pejabat FBI.
"Menurut saya Perancis akan lebih terlibat."
Baru bulan lalu Obama menyetujui pengerahan pasukan operasi khusus AS ke Suriah untuk bekerja sama dengan para pejuang oposisi di darat. Hal ini sebelumnya ditentang.
Obama juga mengerahkan lebih banyak pesawat tempur AS ke pangkalan militer di Incirlik, Turki.
Para pejabat AS mengatakan masih dalam pembicaraan dengan sekutu, termasuk negara-negara Arab, untuk meningkatkan peran mereka dalam serangan udara.
Sementara itu, perundingan terkait pengerahan pasukan operasi khusus sekutu di Irak dan Suriah, masih terus berjalan.
Riedel dan sejumlah mantan pejabat AS mengatakan satu jalan cepat AS dan sekutunya menekan ISIS adalah meningkatkan tekanan pada kepemimpinan kelompok itu.
Tekanan semacam ini terus meningkat melalui serangan-serangan tepat sasaran dalam beberapa bulan. Serangan AS ke ISIS mulai terarah dengan mensasar target-target penting, salah satunya adalah simbol kekejaman ISIS "JIhadi John".(Reuters/SITE Intel Group/Handout)
Di hari serangan Paris, AS melakukan operasi untuk membunuh pemimpin ISIS di Libya. Sehari sebelumnya, negara ini mengumumkan kematian satu sasaran yang lebih merupakan simbol ISIS, yaitu mensasar "Jihadi John" yang pernah memanas-manasi Barat dalam video eksekusi sandera.
Para pejabat AS mengatakan serangan semacam ini memperlihatkan bahwa AS bisa memperluas medan pertempuran.
"Yang terjadi sekarang adalah mengejar ISIS di tempat manapun mereka bisa digempur," kata satu pejabat AS.
Namun sejauh ini, AS masih menahan diri dari aksi pengeboman gedung markas ISIS di ibukota de fakto kelompok itu di Raqqa, Suriah.
Hal ini menurut sumber Reuters disebabkan karena risiko jatuh korban sipil dalam jumlah besar.
Masih harus dilihat apakah aksi menahan diri ini akan terus berjalan, dan apakah pemerintah Obama akan secara umum melonggarkan peraturan serangan udara yang menurut Kongres dan pihak lain terlalu terbatas. (Reuters/yns)
♘ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.