Ke Perairan Natuna Ilustrasi (dok TNI AL)
"Alarm" di Natuna kembali berdering pasca insiden penembakan kapal nelayan China oleh TNI Angkatan Laut. Indonesia menyalahkan China yang memasuki zona ekonomi eksklusifnya di Laut Natuna, sedangkan China mengklaim perairan itu sebagai zona perikanan tradisionalnya.
“Kami akan mengerahkan lima KRI (kapal perang Republik Indonesia) untuk mengintai (Natuna),” kata Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo usai rapat dengan Komisi I Bidang Pertahanan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, semalam.
Kelima kapal perang yang akan dilengkapi oleh satu pesawat C-212 itu memiliki misi khusus mengamankan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna. Di dalam ZEE, suatu negara berhak melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam.
Penembakan dan penangkapan kapal China yang dilakukan armadanya pekan lalu, ujar Gatot, merupakan antisipasi untuk menjaga laut Indonesia. Gatot meyakini langkah yang diambil TNI AL sudah tepat.
Gatot juga mendukung penuh niat Kementerian Pertahanan mengirim drone ke Natuna. Namun rencana tersebut belum terwujud karena masih menunggu anggaran turun.
Drone hendak dibeli dalam jumlah terbatas karena dinilai penting sebagai sumber informasi atas Natuna. Drone-drone tersebut akan merekam gambar perairan Natuna.
“Drone ini masih rencana, belum ada anggarannya, tapi ini kami prioritaskan tahun ini,” kata Gatot.
Rencana mengirim drone ke Natuna dikemukakan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada Maret lalu. Saat itu Ryamizard usai menyambangi Kepulauan Natuna dan jengkel melihat kondisi perbatasan Indonesia di sana yang memprihatinkan.
Ryamizard kesal karena gerbang perbatasan Natuna tidak dijaga aparat keamanan. “Itu pintu masuk (negara). Masuk kompleks perumahan saja dijaga, kok itu tidak dijaga. Sudah berapa lama (seperti itu)? Jadi kalau ada maling masuk, lumrah saja karena enggak dijaga.”
Komitmen meningkatkan penjagaan di Natuna juga disampaikan Kepala Badan Keamanan Laut RI Laksamana Madya TNI Arie Soedewo. Lembaganya akan berkoordinasi dengan TNI AL untuk memperketat keamanan di wilayah ZEE Natuna.
Soal Insiden Natuna : Kami Benar
Provokasi Kapal CG China di perairan Natuna [dok TNI AL]
Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat, Laksamana Muda A Taufiq R, menyatakan penangkapan kapal China di perairan Natuna oleh Kapal Perang RI (KRI) Imam Bonjol milik TNI Angkatan Laut, sudah sesuai prosedur hukum.
“Kami menegakkan ketentuan di sini. Kami benar dalam hukum internasional dan nasional,” kata Taufiq di Markas Koarmabar, Jakarta Pusat, Selasa (21/6).
Klaim China bahwa perairan Natuna merupakan wilayah perikanan tradisional mereka sehingga negeri itu menganggap wajar nelayannya mencari ikan di sana, disebut Taufiq tak bisa diteruskan.
“Itu tidak benar. Tidak ada istilah traditional fishing ground dalam hukum laut. Perairan Natuna adalah ZEE (zona ekonomi eksklusif) Indonesia. Sejauh 200 mil dalam hukum internasional ialah milik Indonesia. Itu dasar kami melakukan penangkapan,” ujar Taufiq.
Dalam wilayah laut yang menjadi zona ekonomi eksklusif, Indonesia berhak melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam.
Terkait istilah nine-dashed line yang dikenal China, Taufiq menegaskan hal itu pun tak ada dalam hukum internasional.
Nine-dashed line atau "sembilan garis putus-putus" merupakan garis demarkasi atau garis batas pemisah yang digunakan pemerintah Republik Rakyat China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia.
Persoalannya, pada 2014 China memasukkan sebagian perairan Natuna yang berhadapan dengan Laut China Selatan, ke dalam peta teritorial nine-dashed line mereka. Hal ini ditentang oleh Indonesia.
“Kita (Indonesia dan China) harus menyelesaikan masalah ini. Kalau tak selesai, kedua negara akan tetap dengan frame masing-masing," kata jenderal bintang dua itu.
Kemarin, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan juga melontarkan ucapan senada. Menurutnya, penembakan kapal China oleh TNI AL sudah sesuai prosedur karena pemerintah Indonesia tidak pernah mengakui zona perikanan tradisional China di perairan Natuna.
Kapal China yang ditembak, ditangkap, dan seluruh awaknya ditahan itu terdeteksi sedang menebar jala di Natuna, membuatnya langsung diburu oleh kapal perang Republik Indonesia.
Di sisi lain, Luhut mengatakan pemerintah Indonesia tetap ingin menjaga hubungan baik dengan China tanpa merusak kedaulatan negara. Oleh sebab itu Indonesia membentuk tim pakar yang dipimpin ahli hukum laut internasional Hasyim Djalal untuk mencari solusi persoalan di Laut China Selatan, termasuk Natuna.
Atas insiden di Natuna itu, China melayangkan protes kepada Indonesia. Ini kesekian kalinya kedua negara terlibat ketegangan serupa di wilayah yang sama. [agk]
"Alarm" di Natuna kembali berdering pasca insiden penembakan kapal nelayan China oleh TNI Angkatan Laut. Indonesia menyalahkan China yang memasuki zona ekonomi eksklusifnya di Laut Natuna, sedangkan China mengklaim perairan itu sebagai zona perikanan tradisionalnya.
“Kami akan mengerahkan lima KRI (kapal perang Republik Indonesia) untuk mengintai (Natuna),” kata Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo usai rapat dengan Komisi I Bidang Pertahanan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, semalam.
Kelima kapal perang yang akan dilengkapi oleh satu pesawat C-212 itu memiliki misi khusus mengamankan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna. Di dalam ZEE, suatu negara berhak melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam.
Penembakan dan penangkapan kapal China yang dilakukan armadanya pekan lalu, ujar Gatot, merupakan antisipasi untuk menjaga laut Indonesia. Gatot meyakini langkah yang diambil TNI AL sudah tepat.
Gatot juga mendukung penuh niat Kementerian Pertahanan mengirim drone ke Natuna. Namun rencana tersebut belum terwujud karena masih menunggu anggaran turun.
Drone hendak dibeli dalam jumlah terbatas karena dinilai penting sebagai sumber informasi atas Natuna. Drone-drone tersebut akan merekam gambar perairan Natuna.
“Drone ini masih rencana, belum ada anggarannya, tapi ini kami prioritaskan tahun ini,” kata Gatot.
Rencana mengirim drone ke Natuna dikemukakan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada Maret lalu. Saat itu Ryamizard usai menyambangi Kepulauan Natuna dan jengkel melihat kondisi perbatasan Indonesia di sana yang memprihatinkan.
Ryamizard kesal karena gerbang perbatasan Natuna tidak dijaga aparat keamanan. “Itu pintu masuk (negara). Masuk kompleks perumahan saja dijaga, kok itu tidak dijaga. Sudah berapa lama (seperti itu)? Jadi kalau ada maling masuk, lumrah saja karena enggak dijaga.”
Komitmen meningkatkan penjagaan di Natuna juga disampaikan Kepala Badan Keamanan Laut RI Laksamana Madya TNI Arie Soedewo. Lembaganya akan berkoordinasi dengan TNI AL untuk memperketat keamanan di wilayah ZEE Natuna.
Soal Insiden Natuna : Kami Benar
Provokasi Kapal CG China di perairan Natuna [dok TNI AL]
Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat, Laksamana Muda A Taufiq R, menyatakan penangkapan kapal China di perairan Natuna oleh Kapal Perang RI (KRI) Imam Bonjol milik TNI Angkatan Laut, sudah sesuai prosedur hukum.
“Kami menegakkan ketentuan di sini. Kami benar dalam hukum internasional dan nasional,” kata Taufiq di Markas Koarmabar, Jakarta Pusat, Selasa (21/6).
Klaim China bahwa perairan Natuna merupakan wilayah perikanan tradisional mereka sehingga negeri itu menganggap wajar nelayannya mencari ikan di sana, disebut Taufiq tak bisa diteruskan.
“Itu tidak benar. Tidak ada istilah traditional fishing ground dalam hukum laut. Perairan Natuna adalah ZEE (zona ekonomi eksklusif) Indonesia. Sejauh 200 mil dalam hukum internasional ialah milik Indonesia. Itu dasar kami melakukan penangkapan,” ujar Taufiq.
Dalam wilayah laut yang menjadi zona ekonomi eksklusif, Indonesia berhak melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam.
Terkait istilah nine-dashed line yang dikenal China, Taufiq menegaskan hal itu pun tak ada dalam hukum internasional.
Nine-dashed line atau "sembilan garis putus-putus" merupakan garis demarkasi atau garis batas pemisah yang digunakan pemerintah Republik Rakyat China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia.
Persoalannya, pada 2014 China memasukkan sebagian perairan Natuna yang berhadapan dengan Laut China Selatan, ke dalam peta teritorial nine-dashed line mereka. Hal ini ditentang oleh Indonesia.
“Kita (Indonesia dan China) harus menyelesaikan masalah ini. Kalau tak selesai, kedua negara akan tetap dengan frame masing-masing," kata jenderal bintang dua itu.
Kemarin, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan juga melontarkan ucapan senada. Menurutnya, penembakan kapal China oleh TNI AL sudah sesuai prosedur karena pemerintah Indonesia tidak pernah mengakui zona perikanan tradisional China di perairan Natuna.
Kapal China yang ditembak, ditangkap, dan seluruh awaknya ditahan itu terdeteksi sedang menebar jala di Natuna, membuatnya langsung diburu oleh kapal perang Republik Indonesia.
Di sisi lain, Luhut mengatakan pemerintah Indonesia tetap ingin menjaga hubungan baik dengan China tanpa merusak kedaulatan negara. Oleh sebab itu Indonesia membentuk tim pakar yang dipimpin ahli hukum laut internasional Hasyim Djalal untuk mencari solusi persoalan di Laut China Selatan, termasuk Natuna.
Atas insiden di Natuna itu, China melayangkan protes kepada Indonesia. Ini kesekian kalinya kedua negara terlibat ketegangan serupa di wilayah yang sama. [agk]
♖ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.