Ilustrasi. (ANTARA/Sigid Kurniawan)
Analis pertahanan Indonesia Institute for Maritime Studies, Connie Rahakundini Bakrie, berpendapat pemerintah Indonesia harus lebih tegas sekaligus cerdas menangani berbagai konflik atau ketegangan di perairan Natuna yang berhadapan dengan Laut China Selatan –wilayah sengketa sejumlah negara di Asia.
“Benahi penjaga perairan Indonesia. Bangun coast guard yang kuat dan besar. Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Jokowi harus menyusun strategi,” kata Connie kepada CNNIndonesia.com.
Indonesia mesti pintar-pintar menyusun strategi karena ada empat faktor saling berkelindan dalam tiap konflik di wilayah perairan, yakni soal zona laut nasional, zona tradisional perikanan, kepentingan bisnis perikanan, dan hubungan dengan negara-negara tetangga.
Terkait insiden di Natuna yang membuat kapal perang Republik Indonesia melepas tembakan peringatan kepada selusin kapal asing hingga akhirnya mengenai kapal China, yang mengemuka ialah masalah traditional fishing ground.
Indonesia menyebut kapal China yang tertembak, Han Tan Cou, mencuri ikan di Natuna, sedangkan China mengatakan kapal itu berada di zona perikanan tradisional negaranya.
“Indonesia memerlukan kekuatan maritim mumpuni bukan hanya untuk Angkatan Laut, tapi juga untuk nelayannya di laut,” kata Connie.
Secara terpisah pada konferensi pers di Markas Komando Armada RI Kawasan Barat, Panglima Komando Armabar Laksamana Muda TNI A Taufiq R menyatakan curiga pencurian ikan di Natuna oleh kapal-kapal China direstui pemerintah negeri itu.
Menurut Taufiq, ada kapal pengawas China yang mengawal kapal-kapal nelayan China itu. “Kami curiga ini terstruktur. Dikawal artinya direstui oleh pemerintah (China). China juga protes, merasa itu wilayahnya,” kata dia, Selasa (21/6).
China dalam protes yang dilayangkan kepada Indonesia mengatakan, meski tak membantah kedaulatan Indonesia atas Natuna, insiden antara KRI Imam Bonjol dan kapal ikan Han Tan Cou terjadi di wilayah yang memiliki klaim tumpang-tindih.
Taufiq berkata, tak lama setelah KRI Imam Bonjol menangkap Han Tan Cou, muncul kapal pengawas China yang langsung mendekati kapal TNI Angkatan Laut itu. KRI Imam Bonjol diminta melepas Han Tan Cou beserta awaknya.
“Tapi kami bilang tidak. Kami tegakkan hukum,” kata Taufiq.
Kapal ikan China, Han Tan Cou, yang ditangkap KRI Imam Bonjol milik TNI AL di perairan Natuna. (Dok. Dinas Penerangan TNI AL)
KRI Imam Bonjol dan kapal pengawas China sempat melontarkan argumentasi masing-masing. Menurut China, Indonesia tak berhak menangkap nelayannya karena wilayah penangkapan merupakan traditional fishing ground China, sehingga aktivitas nelayan China menangkap ikan di sana dianggap sah.
“Tapi saya sampaikan ini zona ekonomi eksklusif Indonesia. Ini kewenangan negara (Indonesia) untuk menggunakan hak berdaulat,” ujar Taufiq.
Mendengar penjelasan itu, kapal pengawas China sempat pergi. Namun tengah malam, kapal pengawas yang berbeda datang lagi. Kali ini kapal itu provokatif.
"Dia tiba-tiba dengan kecepatan tinggi berhenti di depan kami," kata Taufiq. Kapal itu mencegat KRI Imam Bonjol dan kembali mendesak Han Tan Cou dilepas. Tuntutan itu kembali tak direspons Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat ini tak ingin berasumsi atas kejadian tersebut dan menyerahkan pada investigasi yang masih berlangsung.
“Ini dalam investigasi. Bagi kami (KKP) itu adalah pencurian ikan illegal, unreported dan unregulated,” kata Susi.
Ia menyatakan Satuan Tugas 115 Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal yang berada di bawah kementeriannya akan menindak tegas tiap kapal asing yang hendak mencuri ikan di perairan Indonesia.
“Saya tidak peduli negara apa, kapalnya apa, punya siapa, kalau mencuri ikan ya mencuri. Kami tegaskan, Satgas 115 serius dan kami tidak melihat hubungan negara atau apapun. Murni kejahatan pencurian ikan,” ujar Susi.
Kemarin, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah sedang mencari solusi atas persoalan ini. Indonesia ingin menjaga hubungan baik dengan China tanpa merusak kedaulatan negara.
Oleh sebab itu pemerintah Indonesia membentuk tim pakar yang dipimpin ahli hukum laut internasional Hasyim Djalal untuk menyusun solusi atas permasalahan di Laut China Selatan, termasuk Natuna. (agk)
Analis pertahanan Indonesia Institute for Maritime Studies, Connie Rahakundini Bakrie, berpendapat pemerintah Indonesia harus lebih tegas sekaligus cerdas menangani berbagai konflik atau ketegangan di perairan Natuna yang berhadapan dengan Laut China Selatan –wilayah sengketa sejumlah negara di Asia.
“Benahi penjaga perairan Indonesia. Bangun coast guard yang kuat dan besar. Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Jokowi harus menyusun strategi,” kata Connie kepada CNNIndonesia.com.
Indonesia mesti pintar-pintar menyusun strategi karena ada empat faktor saling berkelindan dalam tiap konflik di wilayah perairan, yakni soal zona laut nasional, zona tradisional perikanan, kepentingan bisnis perikanan, dan hubungan dengan negara-negara tetangga.
Terkait insiden di Natuna yang membuat kapal perang Republik Indonesia melepas tembakan peringatan kepada selusin kapal asing hingga akhirnya mengenai kapal China, yang mengemuka ialah masalah traditional fishing ground.
Indonesia menyebut kapal China yang tertembak, Han Tan Cou, mencuri ikan di Natuna, sedangkan China mengatakan kapal itu berada di zona perikanan tradisional negaranya.
“Indonesia memerlukan kekuatan maritim mumpuni bukan hanya untuk Angkatan Laut, tapi juga untuk nelayannya di laut,” kata Connie.
Secara terpisah pada konferensi pers di Markas Komando Armada RI Kawasan Barat, Panglima Komando Armabar Laksamana Muda TNI A Taufiq R menyatakan curiga pencurian ikan di Natuna oleh kapal-kapal China direstui pemerintah negeri itu.
Menurut Taufiq, ada kapal pengawas China yang mengawal kapal-kapal nelayan China itu. “Kami curiga ini terstruktur. Dikawal artinya direstui oleh pemerintah (China). China juga protes, merasa itu wilayahnya,” kata dia, Selasa (21/6).
China dalam protes yang dilayangkan kepada Indonesia mengatakan, meski tak membantah kedaulatan Indonesia atas Natuna, insiden antara KRI Imam Bonjol dan kapal ikan Han Tan Cou terjadi di wilayah yang memiliki klaim tumpang-tindih.
Taufiq berkata, tak lama setelah KRI Imam Bonjol menangkap Han Tan Cou, muncul kapal pengawas China yang langsung mendekati kapal TNI Angkatan Laut itu. KRI Imam Bonjol diminta melepas Han Tan Cou beserta awaknya.
“Tapi kami bilang tidak. Kami tegakkan hukum,” kata Taufiq.
Kapal ikan China, Han Tan Cou, yang ditangkap KRI Imam Bonjol milik TNI AL di perairan Natuna. (Dok. Dinas Penerangan TNI AL)
KRI Imam Bonjol dan kapal pengawas China sempat melontarkan argumentasi masing-masing. Menurut China, Indonesia tak berhak menangkap nelayannya karena wilayah penangkapan merupakan traditional fishing ground China, sehingga aktivitas nelayan China menangkap ikan di sana dianggap sah.
“Tapi saya sampaikan ini zona ekonomi eksklusif Indonesia. Ini kewenangan negara (Indonesia) untuk menggunakan hak berdaulat,” ujar Taufiq.
Mendengar penjelasan itu, kapal pengawas China sempat pergi. Namun tengah malam, kapal pengawas yang berbeda datang lagi. Kali ini kapal itu provokatif.
"Dia tiba-tiba dengan kecepatan tinggi berhenti di depan kami," kata Taufiq. Kapal itu mencegat KRI Imam Bonjol dan kembali mendesak Han Tan Cou dilepas. Tuntutan itu kembali tak direspons Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat ini tak ingin berasumsi atas kejadian tersebut dan menyerahkan pada investigasi yang masih berlangsung.
“Ini dalam investigasi. Bagi kami (KKP) itu adalah pencurian ikan illegal, unreported dan unregulated,” kata Susi.
Ia menyatakan Satuan Tugas 115 Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal yang berada di bawah kementeriannya akan menindak tegas tiap kapal asing yang hendak mencuri ikan di perairan Indonesia.
“Saya tidak peduli negara apa, kapalnya apa, punya siapa, kalau mencuri ikan ya mencuri. Kami tegaskan, Satgas 115 serius dan kami tidak melihat hubungan negara atau apapun. Murni kejahatan pencurian ikan,” ujar Susi.
Kemarin, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah sedang mencari solusi atas persoalan ini. Indonesia ingin menjaga hubungan baik dengan China tanpa merusak kedaulatan negara.
Oleh sebab itu pemerintah Indonesia membentuk tim pakar yang dipimpin ahli hukum laut internasional Hasyim Djalal untuk menyusun solusi atas permasalahan di Laut China Selatan, termasuk Natuna. (agk)
♖ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.