Pemanduan ini demi keselamatan pelayaran sekaligus menjaga kedaulatan. KCR60M, KRI 630 ketika bermain di perairan Malaysia ★
Malaysia dan Singapura sepakat Indonesia mengelola perairan Selat Malaka dan Selat Singapura dalam “Pandu Luar Biasa” melalui PT Pelabuhan Indonesia I (Persero). Hal itu diungkapkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Kesepakatan ini didapat setelah ketiga negara pesisir (Littoral States), yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura, bertemu dalam Forum Tripartite Technical Expert Group (TTEG), di Batam, Senin, 10 April kemarin.
Dengan begitu, Indonesia menjadi negara pertama yang siap melaksanakan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura. "Kesiapan pemanduan ini selain untuk meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim, juga untuk menjaga kedaulatan Indonesia," kata Budi.
PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) sebagai operator yang memandu kapal asing dan domestik di Selat Malaka, melalui Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor BX.428/PP 304 tanggal 25 November 2016 tentang Pemberian Izin kepada Pelindo I untuk melaksanakan Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Budi berharap, dengan diresmikannya Pelayanan Pemanduan di Perairan Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura ini, keselamatan dan keamanan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar di kedua wilayah tersebut lebih terjaga.
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17/2008 Tentang Pelayaran, wilayah perairan Indonesia terbagi menjadi dua jenis pemanduan, yaitu Perairan Wajib Pandu dan Perairan Pandu Luar Biasa," ungkapnya.
Perairan Wajib Pandu merupakan wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran 500 GT (Gross Tonnage) atau lebih, sedangkan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services) merupakan suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan.
Nakhoda kapal dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura. Dua kawasan maritim itu digolongkan sebagai Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services).
Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu kawasan terpenting jalur laut di Asia Tenggara. Kawasan sepanjang 550 mil laut ini merupakan salah satu jalur laut sempit, namun dilalui 70 ribu hingga 80 ribu kapal dari berbagai negara setiap tahun. (ren)
Malaysia dan Singapura sepakat Indonesia mengelola perairan Selat Malaka dan Selat Singapura dalam “Pandu Luar Biasa” melalui PT Pelabuhan Indonesia I (Persero). Hal itu diungkapkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Kesepakatan ini didapat setelah ketiga negara pesisir (Littoral States), yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura, bertemu dalam Forum Tripartite Technical Expert Group (TTEG), di Batam, Senin, 10 April kemarin.
Dengan begitu, Indonesia menjadi negara pertama yang siap melaksanakan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura. "Kesiapan pemanduan ini selain untuk meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim, juga untuk menjaga kedaulatan Indonesia," kata Budi.
PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) sebagai operator yang memandu kapal asing dan domestik di Selat Malaka, melalui Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor BX.428/PP 304 tanggal 25 November 2016 tentang Pemberian Izin kepada Pelindo I untuk melaksanakan Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Budi berharap, dengan diresmikannya Pelayanan Pemanduan di Perairan Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura ini, keselamatan dan keamanan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar di kedua wilayah tersebut lebih terjaga.
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17/2008 Tentang Pelayaran, wilayah perairan Indonesia terbagi menjadi dua jenis pemanduan, yaitu Perairan Wajib Pandu dan Perairan Pandu Luar Biasa," ungkapnya.
Perairan Wajib Pandu merupakan wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran 500 GT (Gross Tonnage) atau lebih, sedangkan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services) merupakan suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan.
Nakhoda kapal dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura. Dua kawasan maritim itu digolongkan sebagai Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services).
Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu kawasan terpenting jalur laut di Asia Tenggara. Kawasan sepanjang 550 mil laut ini merupakan salah satu jalur laut sempit, namun dilalui 70 ribu hingga 80 ribu kapal dari berbagai negara setiap tahun. (ren)
★ VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.