CN235 MPA [PTDI] ✬
Kementerian Perindustrian mendorong pelaku industri nasional untuk memperluas pasar ekspor ke Angola terutama alat transportasi dan pertahanan serta elektronika, guna memacu kontribusi sektor nonmigas terhadap nilai perdagangan kedua negara yang berkisar 292,8 juta dolar AS tahun lalu.
"Angola bisa menjadi negara pusat untuk promosi produk-produk industri Indonesia ke pesisir barat Afrika," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai menerima Menteri Luar Negeri Angola Georges Rebelo Pinto Chikoti beserta delegasi di Jakarta, Rabu.
Airlangga, melalui keterangan tertulis, menjelaskan bahwa dalam pertemuan bilateral itu kedua belah pihak saling memberikan informasi mengenai regulasi teknis serta mendalami sektor-sektor potensial di bidang investasi industri.
“Nantinya, kami berharap adanya komitmen kerja sama yang komprehensif dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi masing-masing negara,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia telah menawarkan beberapa produk industri strategis nasional, antara lain pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (DI), kendaraan angkut militer buatan PT Pindad, kapal laut buatan PT PAL dan gerbong kereta dari PT INKA.
Bahkan, Menlu Angola berencana mengunjungi secara langsung PT DI dan PT Pindad untuk menjajaki peluang kerja sama yang dapat dikembangkan. “Mereka sempat menanyakan cara pembelian pesawat dari Indonesia,” tutur Airlangga.
Di samping itu, Angola tengah memerlukan bantuan pelatihan di bidang industri seperti yang dilakukan Indonesia kepada Nigeria dan Mozambique. Misalnya, pelatihan untuk peningkatan kapasitas produksi sektor tekstil dan makanan.
Selanjutnya, Indonesia membuka peluang kerja sama di sektor industri kecil dan menengah (IKM). Apalagi, Kemenperin sedang mendongkrak pasar ekspor bagi produk IKM dalam negeri, salah satunya dengan memanfaatkan program e-smart IKM.
“Langkah ini turut mewujudkan target penumbuhan wirausaha baru di Indonesia sebanyak 20.000 orang pada akhir tahun 2019,” ungkapnya.
Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin RI, Harjanto mengatakan, semua bisnis baru di Angola harus terdaftar dalam Angolan Private Investment Agency (ANIP).
“Terdapat beberapa cara bagi perusahaan untuk dapat beroperasi di Angola, di antaranya adalah mendaftar sebagai perusahaan asing, bekerja sama dengan perusahaan lokal, dan mengembangkan anak perusahaan dengan mendaftar sebagai perusahaan Angola,” paparnya.
Harjanto menambahkan, adanya persyaratan konten lokal menuntut investor asing menggunakan jasa dari perusahaan yang sahamnya sebagian besar dimiliki Angola. Selain itu, pemerintah Angola sedang melakukan proses “Angolanising”, yang menuntut perusahaan untuk mempekerjakan masyarakat lokal.
“Pada tahun 2012, peraturan penanaman modal bagi perusahaan swasta di sana, mensyaratkan investasi minimal USD 1 Juta untuk memperoleh insentif,” ungkapnya.
Dalam rangka diversifikasi ekonomi, menurut Harjanto, Pemerintah Angola juga menawarkan kepada pengusaha Indonesia untuk pembangunan industri perikanan, pertanian, pertambangan, infrastruktur, makanan, dan mineral.
Pemain utama pada sektor minyak dan pertambangan di Angola adalah Sonangol (perusahaan afiliasi China), British Petroleum (perusahaan afiliasi Inggris), dan Exxon (perusahaan afiliasi Amerika Serikat). Hubungan diplomatik kedua negara telah dibuka sejak 2001 dan Angola merupakan mitra dagang Indonesia terbesar ke-3 di kawasan Afrika sub-Sahara setelah Afrika Selatan dan Nigeria.
Komoditas impor Indonesia dari Angola adalah minyak dan gas bumi, sementara produk ekspor Indonesia adalah pipa besi, sabun, seng, korek api, kendaraan, margarin, ikan olahan, obat, kertas dan minyak sawit.
Kementerian Perindustrian mendorong pelaku industri nasional untuk memperluas pasar ekspor ke Angola terutama alat transportasi dan pertahanan serta elektronika, guna memacu kontribusi sektor nonmigas terhadap nilai perdagangan kedua negara yang berkisar 292,8 juta dolar AS tahun lalu.
"Angola bisa menjadi negara pusat untuk promosi produk-produk industri Indonesia ke pesisir barat Afrika," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai menerima Menteri Luar Negeri Angola Georges Rebelo Pinto Chikoti beserta delegasi di Jakarta, Rabu.
Airlangga, melalui keterangan tertulis, menjelaskan bahwa dalam pertemuan bilateral itu kedua belah pihak saling memberikan informasi mengenai regulasi teknis serta mendalami sektor-sektor potensial di bidang investasi industri.
“Nantinya, kami berharap adanya komitmen kerja sama yang komprehensif dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi masing-masing negara,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia telah menawarkan beberapa produk industri strategis nasional, antara lain pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (DI), kendaraan angkut militer buatan PT Pindad, kapal laut buatan PT PAL dan gerbong kereta dari PT INKA.
Bahkan, Menlu Angola berencana mengunjungi secara langsung PT DI dan PT Pindad untuk menjajaki peluang kerja sama yang dapat dikembangkan. “Mereka sempat menanyakan cara pembelian pesawat dari Indonesia,” tutur Airlangga.
Di samping itu, Angola tengah memerlukan bantuan pelatihan di bidang industri seperti yang dilakukan Indonesia kepada Nigeria dan Mozambique. Misalnya, pelatihan untuk peningkatan kapasitas produksi sektor tekstil dan makanan.
Selanjutnya, Indonesia membuka peluang kerja sama di sektor industri kecil dan menengah (IKM). Apalagi, Kemenperin sedang mendongkrak pasar ekspor bagi produk IKM dalam negeri, salah satunya dengan memanfaatkan program e-smart IKM.
“Langkah ini turut mewujudkan target penumbuhan wirausaha baru di Indonesia sebanyak 20.000 orang pada akhir tahun 2019,” ungkapnya.
Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin RI, Harjanto mengatakan, semua bisnis baru di Angola harus terdaftar dalam Angolan Private Investment Agency (ANIP).
“Terdapat beberapa cara bagi perusahaan untuk dapat beroperasi di Angola, di antaranya adalah mendaftar sebagai perusahaan asing, bekerja sama dengan perusahaan lokal, dan mengembangkan anak perusahaan dengan mendaftar sebagai perusahaan Angola,” paparnya.
Harjanto menambahkan, adanya persyaratan konten lokal menuntut investor asing menggunakan jasa dari perusahaan yang sahamnya sebagian besar dimiliki Angola. Selain itu, pemerintah Angola sedang melakukan proses “Angolanising”, yang menuntut perusahaan untuk mempekerjakan masyarakat lokal.
“Pada tahun 2012, peraturan penanaman modal bagi perusahaan swasta di sana, mensyaratkan investasi minimal USD 1 Juta untuk memperoleh insentif,” ungkapnya.
Dalam rangka diversifikasi ekonomi, menurut Harjanto, Pemerintah Angola juga menawarkan kepada pengusaha Indonesia untuk pembangunan industri perikanan, pertanian, pertambangan, infrastruktur, makanan, dan mineral.
Pemain utama pada sektor minyak dan pertambangan di Angola adalah Sonangol (perusahaan afiliasi China), British Petroleum (perusahaan afiliasi Inggris), dan Exxon (perusahaan afiliasi Amerika Serikat). Hubungan diplomatik kedua negara telah dibuka sejak 2001 dan Angola merupakan mitra dagang Indonesia terbesar ke-3 di kawasan Afrika sub-Sahara setelah Afrika Selatan dan Nigeria.
Komoditas impor Indonesia dari Angola adalah minyak dan gas bumi, sementara produk ekspor Indonesia adalah pipa besi, sabun, seng, korek api, kendaraan, margarin, ikan olahan, obat, kertas dan minyak sawit.
♞ antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.