Sebagai reaksi atas penculikan Mayor Mar. Edyanto Abbas - Komandan Satgas Marinir daerah Lhoksumawe
2 November 1998
Meletus aksi massa di Lhokseumawe, Aceh Utara, yang dipimpin orang tak dikenal yang bersenjata. Mereka menyebarkan isu rencana kerusuhan. Aparat gabungan TNI/Polri membiarkannya dan tidak terjadi bentrokan atau kerusuhan. Bendera Merah Putih dibakar.
Minggu Ke-2 Desember
Isu ninja menyebar melalui teror telepon.
21 Desember
Beredar isu bahwa seorang anggota komando rayon militer stempat (koramil) merampas mukena seorang wanita warga Desa Bayu, Lhokseumawe, setelah salat tarawih. Warga yang marah lalu memblokir jalan dan melakukan operasi KTP dengan sasaran utama anggota ABRI. Terjadi pembakaran gedung pemerintah dan mobil Komando Pasukan Khusus.
Selasa, 29 Desember
Dua ratus massa bersenjata parang melakukan aksi sweeping di Lhoknibong, Aceh Timur. Tujuh prajurit yang tidak bisa menunjukkan KTP disandera, lalu dibantai massa. Mayat mereka ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Di antaranya adalah Prajurti Satu (Pratu) Mangaliat Turnip, Prajurit Dua (Prada) Respons Siallagan, Prada Mangasi Sinaga, Prada Yusuf Tarigan, dan Pratu Tulus Sidabutar.
Rabu, 30 Desember
Mayor (Marinir) Edyanto Abbas dan Serka Syaefuddin diculik di kawasan jalan pipa PT Mobil Oil. Hingga kini, nasib mereka tak tentu rimbanya. Dibentuk Operasi Satgas Wibawa '99.
Minggu, 3 Januari 1999
Tentara menyerbu Desa Kandang, Aceh Utara, yang diduga menjadi markas Ahmad Kandang, pentolan Gerakan Aceh Merdeka dan dalang penculikan anggota ABRI. Ribuan warga (beberapa menyandang senapan AK-47) bergerak dari Masjid Desa Pusong ke Kantor Kabupaten Lhokseumawe. Bentrokan serupa terjadi di beberapa lokasi lain. Akibat
tembakan aparat, 17 orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka.
Sabtu, 9 Januari
Pukul 06.30
Desa Kandang diserbu lagi. Sekitar 1.000 prajurit diterjunkan dalam sebuah tim gabungan. Tak berhasil menangkap Ahmad Kandang, tentara lalu menciduk 40 warga. Salah satunya perempuan.
Pukul 10.00
Dua warga yang tertembus pelor lalu dibawa ke Rumah Sakit Umum Lhokseumawe. Sisanya diangkut dan ditahan di Gedung KNPI Lhokseumawe, di sebelah markas komando resor militer (makorem). Tiga orang provos dan lima orang tentara dari korem setempat menjaganya.
Pukul 10.30
Para tahanan diperiksa oleh tim penyidik dari Kepolisian Resor Aceh Utara. Secara sembunyi-sembunyi, beberapa orang tentara dari Yonif 121/MK, Korem Lilawangsa, dan Kodim Aceh Utara yang masih berada di situ melakukan pemukulan terhadap beberapa tahanan. Provos mencegahnya dan meminta mereka keluar.
Pukul 11.30
Mayor Inf. Bayu Najib, pelaksana tugas harian Komandan Yonif 113/JS, datang. Dengan emosional ia lalu memukuli beberapa tahanan dengan kabel. Tanpa dikomandoi lagi, anak buahnya ikut beraksi. Komandan Kodim dan Kepala Polres Aceh Utara buru-buru mencegahnya. Pemeriksaan dilanjutkan.
Pukul 17.45
Sepuluh tahanan yang akan diproses lebih lanjut dipindahkan ke Markas Polres Aceh Utara.
Pukul 18.30
Petugas membagikan makanan untuk berbuka puasa.
Pukul 19.45
Tiba-tiba, tanpa bisa dicegah provos, sekitar 50 orang anggota ABRI yang mengenakan kaus oblong hijau menyerbu masuk. Diidentifikasi, mereka berasal dari Detasemen (Den) Rudal 001, Batalyon Infanteri (Yonif) 131/YS, Yonif 111/KB, Den Bekang RFM 011/LW, Makodim 0103/AUT, dan Makorem 011/LW.
29 Desember 1999
Korp Marinir mengungkapkan kesedihan mendalam akibat belum diketahuinya nasib Mayor (Mar) Edy Suyanto Abbas yang diculik massa perusuh di Paloh Punti, Aceh Utara, Rabu (29/12) lalu. Kolonel (Mar) Safzen Noerdin, pejabat dari Mabes Angkatan Laut yang datang ke Lhokseumawe, Senin (3/1) menyatakan kesedihan korpnya atas penculikan Dan Satgas Marinir yang sedang melaksanakan tugasnya di Aceh. "Apa salah kami, kok tega mereka menculiknya. Dia putra Aceh asli yang kini ada di Korp Marinir. Tapi saudaranya sedarah Aceh tega menculiknya," kata Kolonel S Noerdin dalam bahasa Aceh.
Kolonel (Mar) S Noerdin yang mendarat dengan Helikopter TNI AL bersama gubernur Syamsuddin Mahmud di Lhokseumawe, menjawab Serambi, mengaku pihaknya bersedia bernegosiasi dengan kelompok penculik Mayor Edy. Mayor Edy, katanya, adalah putra "Tanah rencong" kelahiran Banda Aceh.
Selama ini ia telah banyak membantu masyarakat. Bahkan beberapa hari lalu baru saja menyerahkan bantuan untuk anak yatim, pembangunan masjid dan pembangunan rumah janda miskin di Aceh Utara. "Ia tidak pernah ragu bertugas di sini, karena Aceh adalah darah dagingnya," sebut S Noerdin.
Menurut S Noerdin, orangtua Edy Suyanto bernama Tgk Abbas saat ini berada di Banda Aceh dan menanyakan nasib anak mereka. "Kami Marinir bukan ingin membersihkan diri, tapi belum pernah melukai hati rakyat," kata komandan satuan baret ungu itu. Sehingga sejak DOM dicabut, pasukan Marinir tetap tinggal di Aceh atas permintaan rakyat Aceh sendiri. "Kalau kami tidak boleh lagi di sini, hari ini juga kami berangkat," kata perwira yang juga putra Aceh itu.
Kolonel S Noerdin minta kepada masyarakat yang mengetahui dimana berada Mayor Edy, supaya diberitahukan. "Kalau memang ia sudah dibunuh supaya mayatnya diantarkan kepada kami," pintanya. Mayor Edy Suyanto Abbas, katanya, putra Aceh asli kelahiran Banda Aceh. Ia bersekolah sejak SD, SLTP, dan SMA Negeri di Banda Aceh, dan masuk taruna Akabari tahun 83-an yang kemudian karena prestasinya ditarik menjadi pasukan elite Marinir. "Kami minta diserahkan dikembalikan dia hidup atau mati," kata perwira TNI AL itu.
Menurut S Noerdin, Mayor Edy Suyanto pada Selasa (29/12) malam kejadian mendatangi Kantor Koramil Bayu dengan maksud mencari anak buahnya yang ikut disekap massa. Namun, kemudian perwira itu disandera hingga saat ini belum diketahui nasibnya.
Meletus aksi massa di Lhokseumawe, Aceh Utara, yang dipimpin orang tak dikenal yang bersenjata. Mereka menyebarkan isu rencana kerusuhan. Aparat gabungan TNI/Polri membiarkannya dan tidak terjadi bentrokan atau kerusuhan. Bendera Merah Putih dibakar.
Minggu Ke-2 Desember
Isu ninja menyebar melalui teror telepon.
21 Desember
Beredar isu bahwa seorang anggota komando rayon militer stempat (koramil) merampas mukena seorang wanita warga Desa Bayu, Lhokseumawe, setelah salat tarawih. Warga yang marah lalu memblokir jalan dan melakukan operasi KTP dengan sasaran utama anggota ABRI. Terjadi pembakaran gedung pemerintah dan mobil Komando Pasukan Khusus.
Selasa, 29 Desember
Dua ratus massa bersenjata parang melakukan aksi sweeping di Lhoknibong, Aceh Timur. Tujuh prajurit yang tidak bisa menunjukkan KTP disandera, lalu dibantai massa. Mayat mereka ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Di antaranya adalah Prajurti Satu (Pratu) Mangaliat Turnip, Prajurit Dua (Prada) Respons Siallagan, Prada Mangasi Sinaga, Prada Yusuf Tarigan, dan Pratu Tulus Sidabutar.
Rabu, 30 Desember
Mayor (Marinir) Edyanto Abbas dan Serka Syaefuddin diculik di kawasan jalan pipa PT Mobil Oil. Hingga kini, nasib mereka tak tentu rimbanya. Dibentuk Operasi Satgas Wibawa '99.
Minggu, 3 Januari 1999
Tentara menyerbu Desa Kandang, Aceh Utara, yang diduga menjadi markas Ahmad Kandang, pentolan Gerakan Aceh Merdeka dan dalang penculikan anggota ABRI. Ribuan warga (beberapa menyandang senapan AK-47) bergerak dari Masjid Desa Pusong ke Kantor Kabupaten Lhokseumawe. Bentrokan serupa terjadi di beberapa lokasi lain. Akibat
tembakan aparat, 17 orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka.
Sabtu, 9 Januari
Pukul 06.30
Desa Kandang diserbu lagi. Sekitar 1.000 prajurit diterjunkan dalam sebuah tim gabungan. Tak berhasil menangkap Ahmad Kandang, tentara lalu menciduk 40 warga. Salah satunya perempuan.
Pukul 10.00
Dua warga yang tertembus pelor lalu dibawa ke Rumah Sakit Umum Lhokseumawe. Sisanya diangkut dan ditahan di Gedung KNPI Lhokseumawe, di sebelah markas komando resor militer (makorem). Tiga orang provos dan lima orang tentara dari korem setempat menjaganya.
Pukul 10.30
Para tahanan diperiksa oleh tim penyidik dari Kepolisian Resor Aceh Utara. Secara sembunyi-sembunyi, beberapa orang tentara dari Yonif 121/MK, Korem Lilawangsa, dan Kodim Aceh Utara yang masih berada di situ melakukan pemukulan terhadap beberapa tahanan. Provos mencegahnya dan meminta mereka keluar.
Pukul 11.30
Mayor Inf. Bayu Najib, pelaksana tugas harian Komandan Yonif 113/JS, datang. Dengan emosional ia lalu memukuli beberapa tahanan dengan kabel. Tanpa dikomandoi lagi, anak buahnya ikut beraksi. Komandan Kodim dan Kepala Polres Aceh Utara buru-buru mencegahnya. Pemeriksaan dilanjutkan.
Pukul 17.45
Sepuluh tahanan yang akan diproses lebih lanjut dipindahkan ke Markas Polres Aceh Utara.
Pukul 18.30
Petugas membagikan makanan untuk berbuka puasa.
Pukul 19.45
Tiba-tiba, tanpa bisa dicegah provos, sekitar 50 orang anggota ABRI yang mengenakan kaus oblong hijau menyerbu masuk. Diidentifikasi, mereka berasal dari Detasemen (Den) Rudal 001, Batalyon Infanteri (Yonif) 131/YS, Yonif 111/KB, Den Bekang RFM 011/LW, Makodim 0103/AUT, dan Makorem 011/LW.
29 Desember 1999
Korp Marinir mengungkapkan kesedihan mendalam akibat belum diketahuinya nasib Mayor (Mar) Edy Suyanto Abbas yang diculik massa perusuh di Paloh Punti, Aceh Utara, Rabu (29/12) lalu. Kolonel (Mar) Safzen Noerdin, pejabat dari Mabes Angkatan Laut yang datang ke Lhokseumawe, Senin (3/1) menyatakan kesedihan korpnya atas penculikan Dan Satgas Marinir yang sedang melaksanakan tugasnya di Aceh. "Apa salah kami, kok tega mereka menculiknya. Dia putra Aceh asli yang kini ada di Korp Marinir. Tapi saudaranya sedarah Aceh tega menculiknya," kata Kolonel S Noerdin dalam bahasa Aceh.
Kolonel (Mar) S Noerdin yang mendarat dengan Helikopter TNI AL bersama gubernur Syamsuddin Mahmud di Lhokseumawe, menjawab Serambi, mengaku pihaknya bersedia bernegosiasi dengan kelompok penculik Mayor Edy. Mayor Edy, katanya, adalah putra "Tanah rencong" kelahiran Banda Aceh.
Selama ini ia telah banyak membantu masyarakat. Bahkan beberapa hari lalu baru saja menyerahkan bantuan untuk anak yatim, pembangunan masjid dan pembangunan rumah janda miskin di Aceh Utara. "Ia tidak pernah ragu bertugas di sini, karena Aceh adalah darah dagingnya," sebut S Noerdin.
Menurut S Noerdin, orangtua Edy Suyanto bernama Tgk Abbas saat ini berada di Banda Aceh dan menanyakan nasib anak mereka. "Kami Marinir bukan ingin membersihkan diri, tapi belum pernah melukai hati rakyat," kata komandan satuan baret ungu itu. Sehingga sejak DOM dicabut, pasukan Marinir tetap tinggal di Aceh atas permintaan rakyat Aceh sendiri. "Kalau kami tidak boleh lagi di sini, hari ini juga kami berangkat," kata perwira yang juga putra Aceh itu.
Kolonel S Noerdin minta kepada masyarakat yang mengetahui dimana berada Mayor Edy, supaya diberitahukan. "Kalau memang ia sudah dibunuh supaya mayatnya diantarkan kepada kami," pintanya. Mayor Edy Suyanto Abbas, katanya, putra Aceh asli kelahiran Banda Aceh. Ia bersekolah sejak SD, SLTP, dan SMA Negeri di Banda Aceh, dan masuk taruna Akabari tahun 83-an yang kemudian karena prestasinya ditarik menjadi pasukan elite Marinir. "Kami minta diserahkan dikembalikan dia hidup atau mati," kata perwira TNI AL itu.
Menurut S Noerdin, Mayor Edy Suyanto pada Selasa (29/12) malam kejadian mendatangi Kantor Koramil Bayu dengan maksud mencari anak buahnya yang ikut disekap massa. Namun, kemudian perwira itu disandera hingga saat ini belum diketahui nasibnya.
Diduga, Enam Pria Berjaket Hitam Komandoi "Sweeping"
Serambi-Simpang Ulim
Serambi-Simpang Ulim
Kegiatan sweeping oleh massa di Lhoknibong, Aceh Timur, Selasa (29/12), diduga dikomandani enam pria berjaket hitam sebatas lutut, kata Komandan Kodim Aceh Timur Letkol Inf Ilyas kepada Serambi, kemarin.
Ketika massa melakukan sweeping di sana, menurut Dandim, enam pria itu berdiri di tepi jalan. Setiap kendaraan lewat, pria misterius tersebut, katanya, memerintah massa memeriksa penumpang. Kalau ditemukan anggota ABRI, diturunkan dan disandera di lokasi sweeping.
Dandim memperkirakan, satu di antara enam pria misterius itu adalah Ahmad Kandang. Bahkan, ketika 25 warga ditangkap dan dibawa ke Markas Koramil Simpang Ulim, orang yang diduga sebagai Ahmad Kandang, katanya, datang dan berdiri di jalan umum berjarak 50 meter dengan Markas Koramil setempat. Menurut Dandim, yang kemudian dicurigai sebagai Ahmad Kandang itu diantar temannya mengendarai Honda GL-Max. Diduga, kedatangan Ahmad Kandang ke sana untuk membebaskan tahanan di Markas Koramil Simpang Ulim. Tapi karena ABRI lebih banyak, akhirnya ia menghilang dengan mobil.
Dandim Ilyas didamping Pasi Intelnya Syamsul Bahri mengatakan, terungkapnya ada "pria berjaket hitam" itu merupakan hasil pengembangan petugas ABRI selama ini. Baik saksi mata maupun keterangan dari pemuda asal Simpang Ulim dan Aceh Utara yang tertangkap di lokasi sweeping mengaku melihat enam pria berjaket memerintah massa. "Tapi ketika aparat keamanan datang ke lokasi itu, pria tersebut menghilang," kata Dandim.
Sumber lainnya mengatakan, pria berjaket hitam ini memilik senjata laras panjang dan pendek, tapi warga tidak mengetahui jenis apa senjata yang bersembunyi di balik jaket pemuda misterius itu. Tidak hanya mengawasi massa, tapi pria itu ikut memeriksa penumpang yang diturunkan dalam bus sekaligus menyita identitas korban.
Menurut warga Lhoknibong, sehari sebelumnya Senin (28/12) sejak siang banyak terlihat pemuda tak dikenal berdomisili di kawasan Lhoknibong, umumnya mereka memakai kendaraan GL-Max dan GL Pro. Setelah itu mulai pukul 20.30 WIB kedatangan tamu ke daerah itu semakin ramai dan tersebar berita dari mulut ke mulut akan diadakan dakwah oleh kelompok Gerakan Aceh Merdeka.
Kegiatan sweeping massa baru dilakukan hari Selasa (29/12) sekitar pukul 3.30 WIB dini hari, tujuh anggota ABRI ditangkap. Enam di antaranya kemudian ditemukan telah menjadi mayat terapung dalam Sungai Arakundoe. Dalam upaya mencari korban prajurit ABRI yang belum ditemukan mayatnya, Dandim terus berada di lokasi pencarian. Ratusan personil dari Satuan Marinir, Yonif 111, dan Yonif 125 terus menyisir berbagai tempat yang dicurigai. Posko di tepi sungai Arakundoe tetap disiagakan. Pada malam hari, Posko itu dihidupkan lampu sorot memantau korban dalam sungai itu.
Ketika massa melakukan sweeping di sana, menurut Dandim, enam pria itu berdiri di tepi jalan. Setiap kendaraan lewat, pria misterius tersebut, katanya, memerintah massa memeriksa penumpang. Kalau ditemukan anggota ABRI, diturunkan dan disandera di lokasi sweeping.
Dandim memperkirakan, satu di antara enam pria misterius itu adalah Ahmad Kandang. Bahkan, ketika 25 warga ditangkap dan dibawa ke Markas Koramil Simpang Ulim, orang yang diduga sebagai Ahmad Kandang, katanya, datang dan berdiri di jalan umum berjarak 50 meter dengan Markas Koramil setempat. Menurut Dandim, yang kemudian dicurigai sebagai Ahmad Kandang itu diantar temannya mengendarai Honda GL-Max. Diduga, kedatangan Ahmad Kandang ke sana untuk membebaskan tahanan di Markas Koramil Simpang Ulim. Tapi karena ABRI lebih banyak, akhirnya ia menghilang dengan mobil.
Dandim Ilyas didamping Pasi Intelnya Syamsul Bahri mengatakan, terungkapnya ada "pria berjaket hitam" itu merupakan hasil pengembangan petugas ABRI selama ini. Baik saksi mata maupun keterangan dari pemuda asal Simpang Ulim dan Aceh Utara yang tertangkap di lokasi sweeping mengaku melihat enam pria berjaket memerintah massa. "Tapi ketika aparat keamanan datang ke lokasi itu, pria tersebut menghilang," kata Dandim.
Sumber lainnya mengatakan, pria berjaket hitam ini memilik senjata laras panjang dan pendek, tapi warga tidak mengetahui jenis apa senjata yang bersembunyi di balik jaket pemuda misterius itu. Tidak hanya mengawasi massa, tapi pria itu ikut memeriksa penumpang yang diturunkan dalam bus sekaligus menyita identitas korban.
Menurut warga Lhoknibong, sehari sebelumnya Senin (28/12) sejak siang banyak terlihat pemuda tak dikenal berdomisili di kawasan Lhoknibong, umumnya mereka memakai kendaraan GL-Max dan GL Pro. Setelah itu mulai pukul 20.30 WIB kedatangan tamu ke daerah itu semakin ramai dan tersebar berita dari mulut ke mulut akan diadakan dakwah oleh kelompok Gerakan Aceh Merdeka.
Kegiatan sweeping massa baru dilakukan hari Selasa (29/12) sekitar pukul 3.30 WIB dini hari, tujuh anggota ABRI ditangkap. Enam di antaranya kemudian ditemukan telah menjadi mayat terapung dalam Sungai Arakundoe. Dalam upaya mencari korban prajurit ABRI yang belum ditemukan mayatnya, Dandim terus berada di lokasi pencarian. Ratusan personil dari Satuan Marinir, Yonif 111, dan Yonif 125 terus menyisir berbagai tempat yang dicurigai. Posko di tepi sungai Arakundoe tetap disiagakan. Pada malam hari, Posko itu dihidupkan lampu sorot memantau korban dalam sungai itu.
Serambi-Lhokseumawe
Aparat keamanan Senin kemarin kembali menciduk dan menahan 12 warga Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Aceh Utara, menyusul penggerebekan Masjid Pusong yang disinyalir telah dijadikan pusat pengendalian operasi oleh kelompok GAM. Danrem 011/Lilawangsa, Kolonel Inf Johnny Wahab menjelaskan tengah malam tadi, kecuali menangkap anggota kelompoknya, aparat pelaksana Operasi Wibawa '99 juga menemukan satu bundel dokumen, satu unit mesin ketik, sejumlah selebaran gelap berbahasa Aceh, plus bendera Aceh Merdeka. Mereka yang diciduk itu, menurut Danrem, dicurigai sebagai pengikut kelompok AK dan terlibat dalam rentetan peristiwa perlawanan massa terhadap ABRI ketika berlangsungnya Operasi Wibawa '99, subuh Minggu (3/1). Penggeledahan masjid Pusong kemarin, jelas Danrem, dilancarkan sekitar pukul 14:00 WIB. "Penggerebekan kita lakukan karena tempat ibadah itu telah dijadikan semacam pusat pengendalian operasi oleh kelompok tersebut," katanya.
Danrem menduga, mereka memilih masjid sebagai markas pergerakannya karena di rumah ibadah itu tersedia fasilitas lengkap, termasuk pesawat telepon. Dengan ditangkapnya 12 anggota kelompok GAM kemarin, hingga berita ini dilaporkan pukul 23.15 WIB tadi malam tercatat sudah 170 orang ditahan. Sehari sebelumnya, pihak keamanan mengamankan 158 orang. Sejauh itu, sampai kemarin ditegaskan Danrem tidak ada yang dilepas. "Semua mereka masih menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian," sebut Kolonel Johnny Wahab. Seperti diberitakan sehari sebelumnya, dalam menjalankan operasi pencarian anggota Marinir yang diduga diculik kelompok GAM, aparat terpaksa menahan 158 warga setelah beberapa jam terlibat kontak senjata. Perlawananan massa terhadap missi ABRI itu juga merembes pada pembakaran tiga polsek dan sejumlah gedung kantor pemerintahan lainnya di beberapa kecamatan sebelah timur Kota Lhokseumawe.
Menurut pantauan Serambi, Kehidupan Kota Lhokseumawe sendiri Senin malam tadi berlangsung normal. Jalan Merdeka yang merupakan ruas masuk ke kota yang sejak pukul 14:00 WIB ditutup menyusul penggeledahan Desa Pusong, selepas buka puasa dibuka kembali. Sehingga mobilitas masyarakat berlangsung stabil. Namun, masyarakat tetap ekstra hati-hati. Itu terlihat dari tingkat mobilitas kendaraan bermotor yang berangsur sepi terhitung pukul 22.00 WIB.
Masjid-masjid di Kota Lhokseumawe dan lainnya di wilayah Kecamatan Banda Sakti juga tetap melangsungkan shalat tarawih kendati jumlah jamaah jauh berkurang dibandingkan malam-malam sebelum meletusnya peristiwa subuh Minggu itu. Bahkan, di Masjid Raya Baiturrahman Lhokseumawe, tadi malam dilangsungkan peringatan Nuzulul Quran.
Danrem menduga, mereka memilih masjid sebagai markas pergerakannya karena di rumah ibadah itu tersedia fasilitas lengkap, termasuk pesawat telepon. Dengan ditangkapnya 12 anggota kelompok GAM kemarin, hingga berita ini dilaporkan pukul 23.15 WIB tadi malam tercatat sudah 170 orang ditahan. Sehari sebelumnya, pihak keamanan mengamankan 158 orang. Sejauh itu, sampai kemarin ditegaskan Danrem tidak ada yang dilepas. "Semua mereka masih menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian," sebut Kolonel Johnny Wahab. Seperti diberitakan sehari sebelumnya, dalam menjalankan operasi pencarian anggota Marinir yang diduga diculik kelompok GAM, aparat terpaksa menahan 158 warga setelah beberapa jam terlibat kontak senjata. Perlawananan massa terhadap missi ABRI itu juga merembes pada pembakaran tiga polsek dan sejumlah gedung kantor pemerintahan lainnya di beberapa kecamatan sebelah timur Kota Lhokseumawe.
Menurut pantauan Serambi, Kehidupan Kota Lhokseumawe sendiri Senin malam tadi berlangsung normal. Jalan Merdeka yang merupakan ruas masuk ke kota yang sejak pukul 14:00 WIB ditutup menyusul penggeledahan Desa Pusong, selepas buka puasa dibuka kembali. Sehingga mobilitas masyarakat berlangsung stabil. Namun, masyarakat tetap ekstra hati-hati. Itu terlihat dari tingkat mobilitas kendaraan bermotor yang berangsur sepi terhitung pukul 22.00 WIB.
Masjid-masjid di Kota Lhokseumawe dan lainnya di wilayah Kecamatan Banda Sakti juga tetap melangsungkan shalat tarawih kendati jumlah jamaah jauh berkurang dibandingkan malam-malam sebelum meletusnya peristiwa subuh Minggu itu. Bahkan, di Masjid Raya Baiturrahman Lhokseumawe, tadi malam dilangsungkan peringatan Nuzulul Quran.
Kapolda: Dalangnya Segera Diciduk
Serambi-Lhokseumawe
Keamanan dalam Kota Lhokseumawe, kemarin, dalam keadaan terkendali. Pada beberapa tempat terlihat petugas berjaga-jaga mencegah berbagai kemungkinan. Suasana agak tegang berlangsung sekitar pukul 14.00 WIB, ketika secara mendadak aparat keamanan memerintahkan warga mengosongkan kota. Semua jalan masuk ke pusat kota dihalangi dengan perintang dan dijaga ketat oleh petugas.
Suasana di luar kota, terutama pada lokasi-lokasi yang sempat menjadi sasaran kerusuhan pada Minggu (3/1), kemarin relatif normal. Jalan raya Banda Aceh-Medan yang sehari sebelumnya tertutup total untuk kendaraan umum, mulai dari depan Pos Polantas Cunda, Lhokseumawe hingga kawasan Lhoksukon (bukan Matangkuli-red), sejak kemarin pagi telah dapat dilintasi kendaraan roda empat.
Rintangan-rintangan dari beton tiang listrik yang dibentangkan selebar badan jalan, kemarin telah digeser sedikit, sehingga sudah dapat dilintasi kendaraan roda empat, kendati dengan cara berjalan zig-zag. Aral rintang itu masih terlihat di badan jalan antara Cunda hingga kawasan Punteuet (sekitar 10 km).
Terhadap informasi bahwa pada hari Minggu, hubungan lalulintas Banda Aceh - Medan terganggu akibat perintang tiang listrik dari beton yang dilakukan warga sekitar Kandang dan Matangkuli, polisi mengalihkan angkutan angkutan bus umum melalui jalan Mobil Oil (Serambi, 4/1), Camat Matangkuli, Usman Ishak, via telepon kepada Serambi, kemarin mengaku tidak ada warganya yang meletakkan perintang di jalan umum di sana.
Sejumlah awak angkutan umum antar propinsi di Lhokseumawe, kemarin, mengaku bus-bus ukuran besar belum dapat melintasi rute jalan umum Lhokseumawe-Lhoksukon. Mereka masih melintasi lewat jalan pipa gas Mobil Oil. Demikian juga dengan kendaraan truk ukuran besar.
Kapolda Aceh Kolonel Pol Drs Djuharnus Wiradinata yang ditanyai ketika menghadiri pertemuan dengan pejabat dan ulama se-Aceh Utara, kemarin, berjanji dalam waktu dekat dalang perusuh segera ditangkap. "Dalam waktu singkat tokoh kejahatan ini dapat ditangkap," tandasnya.
Menurutnya, situasi kerusuhan dan kekacauan yang dilakukan sekelompok warga, tidak lebih dari keinginan untuk selalu melakukan kejahatan. Hal itu diamati dari cara melakukan provokasi dan melakukan pengancaman terhadap warga masyarakat yang tidak tahu apa-apa. Ironisnya, kata Kapolda, kelompok itu menjadikan wanita dan anak- anak sebagai tameng sehingga menimbulkan korban sia-sia. "Tokoh kejahatan itu tidak bisa dibiarkan," tegas Kolonel Djuharnus Wiradinata.
Sementara itu, menurut pengakuan beberapa warga Lhokseumawe, pengosongan kota dengan memblokir jalan Perdagangan Ujung kawasan terminal bus kecil - penghubung dengan kawasan reklamasi Pusong, jalan menuju Mon Geudong, Jalan Merdeka Simpang Empat Pos Lantas menuju jalan Samudera, dan Simpang Jalan Pasar Inpres, dilakukan setelah terjadi insiden kecil antara masyarakat dengan petugas. Namun warga tidak mengetahui persis insiden tersebut. Menurut pengakuan seorang warga, oknum militer yang melakukan pengawasan kota telah bertindak kasar terhadap sejumlah pedagang di pasar Lhokseumawe.
Hal itu menimbulkan kemarahan warga. "Kami ditendang dan dipukul. Mestinya ABRI itu melindungi kami," kata Agam kepada Gubernur Syamsuddin Mahmud di Meuligoe Bupati Aceh Utara, kemarin. Mendapat pengaduan tersebut, Gubernur Syamsuddin Mahmud yang dicegat Agam itu seusai bermusyawarah dengan sejumlah tokoh ulama di Aceh Utara, Senin (3/1) petang mengatakan, "Kita minta pihak komandan satuan supayamengendalikan anggotanya agar tidak bertindak berlebihan."
Pusong
Selama pasukan ABRI memblokir tepi pantai, ribuan warga Desa Pusong Baru dan Pusong Lama otomatis tidak bisa mencari nafkah. "Yang jelas Pusong mencekam sampai Senin sore," kata Kepala Desa Pusong Baru, M Yunus Yacob, yang dihubungi Serambi, kemarin petang.
Menurut Kades, ratusan keluarga miskin yang kerjanya mocok-mocok, sebagai tukang sepatu, tukang bengkel, dan buruh bangunan tidak bisa melakukan aktivitas. Selebihnya, sebagian besar kaum pria lain yang bekerja sebagai nelayan sejak Minggu sampai Senin (4/1) belum bisa kerja sehingga ada warga kehabisan stok beras.
Penduduk Pusong Lama dan Pusong Baru mencapai 4000 jiwa. Seorang gadis warga setempat bernama Asma (19) ikut menjadi korban operasi penegakan hukum oleh pihak keamanan. Gadis yang aktif di grup drum band itu tewas diterjang peluru bersama empat warga lainnya. Selain lima warga Pusong yang tewas, ada belasan orang lainnya yang harus menjalani operasi dan perawatan intensif di rumah sakit akibat terkena tembakan.
Suasana di luar kota, terutama pada lokasi-lokasi yang sempat menjadi sasaran kerusuhan pada Minggu (3/1), kemarin relatif normal. Jalan raya Banda Aceh-Medan yang sehari sebelumnya tertutup total untuk kendaraan umum, mulai dari depan Pos Polantas Cunda, Lhokseumawe hingga kawasan Lhoksukon (bukan Matangkuli-red), sejak kemarin pagi telah dapat dilintasi kendaraan roda empat.
Rintangan-rintangan dari beton tiang listrik yang dibentangkan selebar badan jalan, kemarin telah digeser sedikit, sehingga sudah dapat dilintasi kendaraan roda empat, kendati dengan cara berjalan zig-zag. Aral rintang itu masih terlihat di badan jalan antara Cunda hingga kawasan Punteuet (sekitar 10 km).
Terhadap informasi bahwa pada hari Minggu, hubungan lalulintas Banda Aceh - Medan terganggu akibat perintang tiang listrik dari beton yang dilakukan warga sekitar Kandang dan Matangkuli, polisi mengalihkan angkutan angkutan bus umum melalui jalan Mobil Oil (Serambi, 4/1), Camat Matangkuli, Usman Ishak, via telepon kepada Serambi, kemarin mengaku tidak ada warganya yang meletakkan perintang di jalan umum di sana.
Sejumlah awak angkutan umum antar propinsi di Lhokseumawe, kemarin, mengaku bus-bus ukuran besar belum dapat melintasi rute jalan umum Lhokseumawe-Lhoksukon. Mereka masih melintasi lewat jalan pipa gas Mobil Oil. Demikian juga dengan kendaraan truk ukuran besar.
Lengang
Akan tetapi, Kota Lhokseumawe yang sejak Senin pagi normal, pada petang hari mendadak tegang. Suasana dalam sekejap menjadi lengang. Sebab, pada pukul 14.00 WIB, petugas keamanan memasuki pusat kota dan mengintruksikan warga untuk menghentikan seluruh aktivitas perdagangan.
Terlihat beberapa ruas jalan dalam kota sepi, kecuali sejumlah kendaraan yang melintas. Itu pun segera dihalau petugas yang terdiri dari satuan Brimob dan Yonif yang bersenjata lengkap. Informasi yang diperoleh Serambi menyebutkan, langkah itu dilakukan petugas keamanan untuk melancarkan usaha menggeledah kawasan Pusong bagi mencari orang-orang yang dicurigai.
Akan tetapi, Kota Lhokseumawe yang sejak Senin pagi normal, pada petang hari mendadak tegang. Suasana dalam sekejap menjadi lengang. Sebab, pada pukul 14.00 WIB, petugas keamanan memasuki pusat kota dan mengintruksikan warga untuk menghentikan seluruh aktivitas perdagangan.
Terlihat beberapa ruas jalan dalam kota sepi, kecuali sejumlah kendaraan yang melintas. Itu pun segera dihalau petugas yang terdiri dari satuan Brimob dan Yonif yang bersenjata lengkap. Informasi yang diperoleh Serambi menyebutkan, langkah itu dilakukan petugas keamanan untuk melancarkan usaha menggeledah kawasan Pusong bagi mencari orang-orang yang dicurigai.
Kapolda Aceh Kolonel Pol Drs Djuharnus Wiradinata yang ditanyai ketika menghadiri pertemuan dengan pejabat dan ulama se-Aceh Utara, kemarin, berjanji dalam waktu dekat dalang perusuh segera ditangkap. "Dalam waktu singkat tokoh kejahatan ini dapat ditangkap," tandasnya.
Menurutnya, situasi kerusuhan dan kekacauan yang dilakukan sekelompok warga, tidak lebih dari keinginan untuk selalu melakukan kejahatan. Hal itu diamati dari cara melakukan provokasi dan melakukan pengancaman terhadap warga masyarakat yang tidak tahu apa-apa. Ironisnya, kata Kapolda, kelompok itu menjadikan wanita dan anak- anak sebagai tameng sehingga menimbulkan korban sia-sia. "Tokoh kejahatan itu tidak bisa dibiarkan," tegas Kolonel Djuharnus Wiradinata.
Sementara itu, menurut pengakuan beberapa warga Lhokseumawe, pengosongan kota dengan memblokir jalan Perdagangan Ujung kawasan terminal bus kecil - penghubung dengan kawasan reklamasi Pusong, jalan menuju Mon Geudong, Jalan Merdeka Simpang Empat Pos Lantas menuju jalan Samudera, dan Simpang Jalan Pasar Inpres, dilakukan setelah terjadi insiden kecil antara masyarakat dengan petugas. Namun warga tidak mengetahui persis insiden tersebut. Menurut pengakuan seorang warga, oknum militer yang melakukan pengawasan kota telah bertindak kasar terhadap sejumlah pedagang di pasar Lhokseumawe.
Hal itu menimbulkan kemarahan warga. "Kami ditendang dan dipukul. Mestinya ABRI itu melindungi kami," kata Agam kepada Gubernur Syamsuddin Mahmud di Meuligoe Bupati Aceh Utara, kemarin. Mendapat pengaduan tersebut, Gubernur Syamsuddin Mahmud yang dicegat Agam itu seusai bermusyawarah dengan sejumlah tokoh ulama di Aceh Utara, Senin (3/1) petang mengatakan, "Kita minta pihak komandan satuan supayamengendalikan anggotanya agar tidak bertindak berlebihan."
Pusong
Selama pasukan ABRI memblokir tepi pantai, ribuan warga Desa Pusong Baru dan Pusong Lama otomatis tidak bisa mencari nafkah. "Yang jelas Pusong mencekam sampai Senin sore," kata Kepala Desa Pusong Baru, M Yunus Yacob, yang dihubungi Serambi, kemarin petang.
Menurut Kades, ratusan keluarga miskin yang kerjanya mocok-mocok, sebagai tukang sepatu, tukang bengkel, dan buruh bangunan tidak bisa melakukan aktivitas. Selebihnya, sebagian besar kaum pria lain yang bekerja sebagai nelayan sejak Minggu sampai Senin (4/1) belum bisa kerja sehingga ada warga kehabisan stok beras.
Beberapa warga kemarin mengaku amat ketakutan, karena Minggu (3/1) mulai pukul 08.30 WIB aparat keamanan memblokir desa pantai yang dihiasi dengan ratusan rumah kumuh itu. Bukan sekadar memblokir, tapi terdengarnya rentetan letusan senjata api membuat warga sangat ketakutan. Jerit tangis ibu rumah tangga dan anak-anak akrab terdengar. Kemarin semua aktivitas warga setempat lumpuh. Pihak keamanan menggeledah rumah-rumah penduduk. "Saya tidak setuju kalau warga Pusong disebut sebagai Aceh Merdeka. Kalaupun ada itu berarti pendatang yang bersembunyi di rumah-rumah. Jadi, jangan semua orang Pusong dianggap terlibat. Itu tuduhan yang sangat berlebihan," kata seorang warga Pusong.
Lhokseumawe Diblokir, Posko GAM Digerebek
12 Anggota Kelompok Diciduk - Lhokseumawe
Aparat keamanan di Lhokseumawe Senin siang menggerebek apa yang disebut sebagai Posko GAM di kawasan Desa Pusong, menyusul upaya pemblokiran beberapa kawasan strategis di kota itu. Sejumlah 12 orang yang disebut anggota kelompok GAM diciduk bersama dengan sejumlah dokumen.
Penggerebakan
dilakukan di masjid Desa Pusong yang dijadikan markas kelompok tersebut. Bersamaan itu aparat menggeledah rumah-rumah penduduk di kasawan Desa Pusong, aktivitas kota dihentikan, seluruh warga dilarang ke luar rumah. Namun suasana malam ramadhan tetap berlangsung. Shalat jamaah tarawih di masjid-masjid dan mushalla berjalan normal. Bahkan di Masjid Raya Baiturrahim tadi malam berlangsung upacara peringatan Nuzul Quran yang dihadiri banyak jamaah.
Danrem, 011/Lilawangsa Kolonel Inf Johnny Wahab menjelaskan tadi malam, penggerebekan Masjid Pusong karena adanya informasi yang mensinyalir rumah ibadat itu telah dijadikan pusat pengendalian operasi oleh kelompok GAM. Selain berhasil menangkap 12 anggota kelompoknya, aparat pelaksana Operasi Wibawa '99 juga menemukan satu bundel dokumen, satu unit mesin ketik, sejumlah selebaran gelap berbahasa Aceh, dan bendera Aceh Merdeka. Mereka yang diciduk, menurut Danrem, menjadi tersangka pengikut kelompok GAM dan diduga terlibat dalam rentetan peristiwa perlawanan massa terhadap ABRI ketika berlangsungnya Operasi Wibawa '99, subuh Minggu (3/1). Penggeledahan masjid Pusong kemarin, jelas Danrem, dilancarkan sekitar pukul 14:00 WIB. "Penggerebekan kita lakukan karena tempat ibadah itu telah dijadikan semacam pusat pengendalian operasi oleh kelompok tersebut," katanya. Danrem menduga, mereka memilih masjid sebagai markas pergerakannya karena di rumah ibadah itu tersedia fasilitas lengkap, termasuk pesawat telepon.
Dengan ditangkapnya 12 anggota kelompok GAM kemarin, hingga berita ini dilaporkan pukul 23.15 WIB tadi malam tercatat sudah 170 orang ditahan. Sehari sebelumnya, pihak keamanan mengamankan 158 orang. Sejauh itu, kata Danrem, sampai kemarin belum ada tersangka yang dilepas. "Semua mereka masih menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian," sebut Kolonel Johnny Wahab.
Berangsur normal
Menurut pantauan Serambi, Kehidupan Kota Lhokseumawe sendiri Senin malam tadi berlangsung normal. Jalan Merdeka yang merupakan ruas masuk ke kota yang sejak pukul 14:00 WIB ditutup menyusul penggeledahan Desa Pusong, selepas buka puasa dibuka kembali. Sehingga mobilitas masyarakat berlangsung stabil. Namun, masyarakat tetap ekstra hati-hati. Itu terlihat dari tingkat mobilitas kendaraan bermotor yang berangsur sepi terhitung pukul 22.00 WIB.
Masjid-masjid di Kota Lhokseumawe dan lainnya di wilayah Kecamatan Banda Sakti juga tetap melangsungkan shalat tarawih kendati jumlah jamaah jauh berkurang dibandingkan malam-malam sebelum meletusnya peristiwa subuh Minggu itu. Bahkan, di Masjid Raya Baiturrahman Lhokseumawe, tadi malam dilangsungkan peringatan Nuzulul Quran.
Suasana mencekam hanya dirasakan sekitar pukul 14.00 WIB siang, ketika secara mendadak aparat keamanan memblokir seluruh kota. Aktivitas kota terhenti ketika aparat memerintahkan warga mengosongkan kota. Semua jalan masuk ke pusat kota dihalangi dengan barikade dan dijaga ketat oleh petugas. Akibatnya beberapa ruas jalan dalam kota sepi, kecuali sejumlah kendaraan yang melintas. Itu pun segera dihalau petugas yang terdiri dari satuan Brimob dan Yonif yang bersenjata lengkap. Informasi yang diperoleh Serambi menyebutkan, langkah itu dilakukan petugas keamanan untuk melancarkan usaha
menggeledah kawasan Pusong bagi mencari orang-orang yang dicurigai.
Kapolda Aceh Kolonel Pol Drs Djuharnus Wiradinata yang ditanyai ketika menghadiri pertemuan dengan pejabat dan ulama se-Aceh Utara, kemarin, mengatakan aparat keamanan masih mencari dalang penggerak kerusuhan massa. Dalam waktu dekat dalang perusuh segera ditangkap. Kata Kapolda, provokasi yang menggerakkan massa hari Minggu merupakan keinginan dari orang tertentu untuk selalu melakukan kejahatan. Hal itu, tandas Kapolda, diamati dari cara pihak yang melakukan provokasi." Mereka mengancam warga masyarakat agar bergerombol menjadi himpunan massa, padahal warga tersebut tidak tahu apa-apa," kata Kolonel Pol Djuharnus. Ironisnya, kata Kapolda, kelompok itu menjadikan wanita dan anak- anak sebagai tameng sehingga menimbulkan korban sia-sia. "Tokoh kejahatan itu tidak bisa dibiarkan," katanya dengan nada tegas.
Penggerebakan
dilakukan di masjid Desa Pusong yang dijadikan markas kelompok tersebut. Bersamaan itu aparat menggeledah rumah-rumah penduduk di kasawan Desa Pusong, aktivitas kota dihentikan, seluruh warga dilarang ke luar rumah. Namun suasana malam ramadhan tetap berlangsung. Shalat jamaah tarawih di masjid-masjid dan mushalla berjalan normal. Bahkan di Masjid Raya Baiturrahim tadi malam berlangsung upacara peringatan Nuzul Quran yang dihadiri banyak jamaah.
Danrem, 011/Lilawangsa Kolonel Inf Johnny Wahab menjelaskan tadi malam, penggerebekan Masjid Pusong karena adanya informasi yang mensinyalir rumah ibadat itu telah dijadikan pusat pengendalian operasi oleh kelompok GAM. Selain berhasil menangkap 12 anggota kelompoknya, aparat pelaksana Operasi Wibawa '99 juga menemukan satu bundel dokumen, satu unit mesin ketik, sejumlah selebaran gelap berbahasa Aceh, dan bendera Aceh Merdeka. Mereka yang diciduk, menurut Danrem, menjadi tersangka pengikut kelompok GAM dan diduga terlibat dalam rentetan peristiwa perlawanan massa terhadap ABRI ketika berlangsungnya Operasi Wibawa '99, subuh Minggu (3/1). Penggeledahan masjid Pusong kemarin, jelas Danrem, dilancarkan sekitar pukul 14:00 WIB. "Penggerebekan kita lakukan karena tempat ibadah itu telah dijadikan semacam pusat pengendalian operasi oleh kelompok tersebut," katanya. Danrem menduga, mereka memilih masjid sebagai markas pergerakannya karena di rumah ibadah itu tersedia fasilitas lengkap, termasuk pesawat telepon.
Dengan ditangkapnya 12 anggota kelompok GAM kemarin, hingga berita ini dilaporkan pukul 23.15 WIB tadi malam tercatat sudah 170 orang ditahan. Sehari sebelumnya, pihak keamanan mengamankan 158 orang. Sejauh itu, kata Danrem, sampai kemarin belum ada tersangka yang dilepas. "Semua mereka masih menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian," sebut Kolonel Johnny Wahab.
Berangsur normal
Menurut pantauan Serambi, Kehidupan Kota Lhokseumawe sendiri Senin malam tadi berlangsung normal. Jalan Merdeka yang merupakan ruas masuk ke kota yang sejak pukul 14:00 WIB ditutup menyusul penggeledahan Desa Pusong, selepas buka puasa dibuka kembali. Sehingga mobilitas masyarakat berlangsung stabil. Namun, masyarakat tetap ekstra hati-hati. Itu terlihat dari tingkat mobilitas kendaraan bermotor yang berangsur sepi terhitung pukul 22.00 WIB.
Masjid-masjid di Kota Lhokseumawe dan lainnya di wilayah Kecamatan Banda Sakti juga tetap melangsungkan shalat tarawih kendati jumlah jamaah jauh berkurang dibandingkan malam-malam sebelum meletusnya peristiwa subuh Minggu itu. Bahkan, di Masjid Raya Baiturrahman Lhokseumawe, tadi malam dilangsungkan peringatan Nuzulul Quran.
Suasana mencekam hanya dirasakan sekitar pukul 14.00 WIB siang, ketika secara mendadak aparat keamanan memblokir seluruh kota. Aktivitas kota terhenti ketika aparat memerintahkan warga mengosongkan kota. Semua jalan masuk ke pusat kota dihalangi dengan barikade dan dijaga ketat oleh petugas. Akibatnya beberapa ruas jalan dalam kota sepi, kecuali sejumlah kendaraan yang melintas. Itu pun segera dihalau petugas yang terdiri dari satuan Brimob dan Yonif yang bersenjata lengkap. Informasi yang diperoleh Serambi menyebutkan, langkah itu dilakukan petugas keamanan untuk melancarkan usaha
menggeledah kawasan Pusong bagi mencari orang-orang yang dicurigai.
Kapolda Aceh Kolonel Pol Drs Djuharnus Wiradinata yang ditanyai ketika menghadiri pertemuan dengan pejabat dan ulama se-Aceh Utara, kemarin, mengatakan aparat keamanan masih mencari dalang penggerak kerusuhan massa. Dalam waktu dekat dalang perusuh segera ditangkap. Kata Kapolda, provokasi yang menggerakkan massa hari Minggu merupakan keinginan dari orang tertentu untuk selalu melakukan kejahatan. Hal itu, tandas Kapolda, diamati dari cara pihak yang melakukan provokasi." Mereka mengancam warga masyarakat agar bergerombol menjadi himpunan massa, padahal warga tersebut tidak tahu apa-apa," kata Kolonel Pol Djuharnus. Ironisnya, kata Kapolda, kelompok itu menjadikan wanita dan anak- anak sebagai tameng sehingga menimbulkan korban sia-sia. "Tokoh kejahatan itu tidak bisa dibiarkan," katanya dengan nada tegas.
Sementara itu suasana di luar kota, terutama pada lokasi-lokasi yang sempat menjadi sasaran kerusuhan pada Minggu (3/1), kemarin relatif normal. Jalan raya Banda Aceh-Medan yang sehari sebelumnya tertutup total untuk kendaraan umum, mulai dari depan Pos Polantas Cunda, Lhokseumawe hingga kawasan Lhoksukon (bukan Matangkuli-red), sejak kemarin pagi telah dapat dilintasi kendaraan roda empat. Rintangan-rintangan dari beton tiang listrik yang dibentangkan selebar badan jalan, kemarin telah digeser sedikit, sehingga sudah dapat dilintasi kendaraan roda empat, kendati dengan cara berjalan zig-zag. Aral rintang itu masih terlihat di badan jalan antara Cunda hingga kawasan Punteuet (sekitar 10 km). Tentang informasi kemacatan hubungan lalulintas Banda Aceh - Medan akibat perintang tiang listrik dari beton di sekitar Kandang dan Matangkuli, di bantah oleh Camat Matangkuli Usman Ishak. Melalui saluran telepon Camat Usman kemarin mengatakan kepada Serambi, tidak ada warganya yang meletakkan perintang di jalan umum di sana.
Tapi sejumlah awak angkutan umum antar propinsi di Lhokseumawe, kemarin, mengaku bus-bus ukuran besar belum dapat melintasi rute jalan umum Lhokseumawe-Lhoksukon. Mereka masih melintasi lewat jalan pipa gas Mobil Oil. Demikian juga dengan kendaraan truk ukuran besar. Keluhan dipihak lain, perintah pengosongan kota kemarin menimbulkan berbagai keluhan masyarakat.
Menurut pengakuan beberapa warga Lhokseumawe, pengosongan kota dilakukan dengan memblokir jalan Perdagangan Ujung kawasan terminal bus kecil - penghubung dengan kawasan reklamasi Pusong, jalan menuju Mon Geudong, Jalan Merdeka Simpang Empat Pos Lantas menuju jalan Samudera, dan Simpang Jalan Pasar Inpres. Pemblokiran itu dilakukan setelah terjadi insiden kecil antara masyarakat dengan petugas. Namun warga tidak mengetahui persis insiden tersebut. Menurut pengakuan seorang warga, oknum militer yang melakukan pengawasan kota telah bertindak kasar terhadap sejumlah pedagang di pasar Lhokseumawe. Hal itu menimbulkan kemarahan warga. "Kami ditendang dan dipukul. Mestinya ABRI itu melindungi kami," kata Agam kepada Gubernur Syamsuddin Mahmud di Meuligoe Bupati Aceh Utara, kemarin.
Mendapat pengaduan tersebut, Gubernur Syamsuddin Mahmud yang dicegat Agam seusai bermusyawarah dengan sejumlah tokoh ulama di Aceh Utara, Senin (3/1) petang mengatakan, "Kita minta pihak komandan satuan supaya mengendalikan anggotanya agar tidak bertindak berlebihan." Selama pasukan ABRI memblokir tepi pantai, ribuan warga Desa Pusong Baru dan Pusong Lama otomatis tidak bisa mencari nafkah. "Yang jelas Pusong mencekam sampai Senin sore," kata Kepala Desa Pusong Baru, M Yunus Yacob, yang dihubungi Serambi, kemarin petang.
Menurut Kades, ratusan keluarga miskin yang kerjanya mocok-mocok, sebagai tukang sepatu, tukang bengkel, dan buruh bangunan tidak bisa melakukan aktivitas. Selebihnya, sebagian besar kaum pria lain yang bekerja sebagai nelayan sejak Minggu sampai Senin (4/1) belum bisa kerja sehingga ada warga kehabisan stok beras. Beberapa warga kemarin mengaku amat ketakutan, karena Minggu (3/1) mulai pukul 08.30 WIB aparat keamanan memblokir desa pantai yang terdiri dari ratusan rumah kumuh itu. Warga setempat menyatakan amat ketakutan, bukan hanya soal memblokir. Akan tetapi terdengarnya rentetan letusan senjata api membuat warga sangat ketakutan. Jerit tangis ibu rumah tangga dan anak-anak akrab terdengar.
Kemarin semua aktivitas warga setempat lumpuh. Pihak keamanan menggeledah rumah-rumah penduduk. "Saya tidak setuju kalau warga Pusong disebut perusuh atau terlibat gerakan tertentu. Kalaupun ada itu berarti pendatang yang bersembunyi di rumah-rumah. Jadi, jangan semua orang Pusong dianggap terlibat. Itu tuduhan yang sangat berlebihan," kata seorang warga Pusong.
Penduduk Pusong Lama dan Pusong Baru mencapai 4000 jiwa. Seorang gadis warga setempat bernama Asma (19) ikut menjadi korban operasi penegakan hukum oleh pihak keamanan. Gadis yang aktif di grup drum band itu tewas diterjang peluru bersama empat warga lainnya. Selain lima warga Pusong yang tewas, ada belasan orang lainnya yang harus menjalani operasi dan perawatan intensif di rumah sakit akibat terkena tembakan.
Normal
Sementara itu lalu lintas angkutan umum Banda Aceh-Medan diperkirakan segera berjalan normal. Sejumlah pengusaha angkutan mengatakan tetap mengoperasikan armadanya. Hal itu untuk melayani masyarakat yang ingin berangkat ke Aceh Utara dan Timur meski hingga kemarin pihak militer belum menghentikan Operasi Wibawa 99. Pantauan Serambi di stasion bus CV Kurnia, PT Anugerah dan Pusaka, misalnya pagi kemarin mulai "dibanjiri" calon penumpang yang akan mudik lebaran ke Aceh Utara dan Aceh Timur. Padahal sehari sebelumnya banyak calon penumpang yang sudah memesan tiket terpaksa menunda keberangkatannya ke Medan.
Mengenai adanya calon penumpang yang membatalkan keberangkatannya, pengusaha jasa angkutan umum jurusan Banda Aceh - Medan kepada Serambi mengatakan jumlah masyarakat yang menunda keberangkatan sangat sedikit dibandingkan dengan calon penumpang yang memesan tiket. "Penundaan itu wajar-wajar saja. Tapi, kita tetap mengoperasikan armada sesuai jadwal meski kondisi keamanan di Aceh Utara belum begitu pulih," kata Azhari, petugas loket di stasion CV Kurnia. Sementara Yusmiati, petugas loket di stasion CV Atra kepada Serambi mengatakan, gangguan keamanan di lintasan Aceh Utara tidak banyak mempengaruhi masyarakat yang ingin mudik lebaran. Penumpang yang memesan tiket masih tetap ramai. Kecuali bagi mereka yang akan berangkat dalam minggu ini. "Kita doakan kondisi keamanan di Aceh Utara segera pulih," harapnya.
Mayor Edi Dibunuh Tewas Bersama Serka Syarifuddin Ditanam Satu Liang
Lhokseumawe
Nasib Mayor Marinir Edianto (Komandan Satgas Marinir Lhokseumawe) yang diculik dekat Lhokseumawe, 29 Desember 1998, kemarin (22/3) pagi terungkap. Perwira muda itu ditemukan tewas dibunuh bersama Serka Syarifuddin (anggota Kodim 0103/Aceh Utara). Mayat keduanya yang masih berseragam loreng ABRI ditanam berhimpitan satu liang dalam kebun kelapa kawasan Desa Cot Trieng Kecamatan Muara Dua, 22 Km barat Lhokseumawe.
Kedua prajurit ABRI yang diculik setelah "Kasus Sweeping Lhoknibong" itu diperkirakan sudah dibunuh dan ditanam pada akhir Desember 1998. Saat liang mayat itu dibongkar kemarin, kedua jenazah didapati berhimpitan. Kedua jenazah masih berseragam loreng ABRI lengkap dengan atribut kesatuan masing-masing.
Setelah diangkat dari liang, kedua mayat prajurit ABRI itu dibawa ke ruang jenazah Rumkit Korem 011/LW Lhokseumawe. Tim dokter setempat membersihkan lumpur yang membalut kedua jenazah itu. Kemudiannya, kedua jenazah dimandikan secara Islam. Menurut rencana, mayat Mayor Marinir Edianto akan dimakamkan di Surabaya. Sedangkan mayat Serka Syarifuddin dimakamkan di pekuburan keluarga di Banda Aceh.
Penemuan mayat kedua prajurit yang tewas dibunuh itu, segera menyemburkan suasana berkabung di kalangan keluarga besar ABRI. Beberapa anggota Marinir di RS Korem kemarin tampak tak bisa menahan tangis atas kepergian sang komandan, Mayor Marinir Edianto. Dokter yang menangani kedua jenazah itu menemukan luka besar pada leher Mayor Edi yang diperkirakan akibat tebasan parang atau pedang. Luka-luka akibat bacokan juga terlihat pada sekujur jasad Serka Syarifuddin.
Pengakuan Sulaiman
Komandan Korem 011/LW Kolonel Inf Johnny Wahab yang dikonfirmasi Serambi di kantornya mengatakan, informasi mengenai lokasi lubang penanaman kedua mayat itu diperoleh dari Sulaiman (40) lelaki yang ditembak dan ditangkap aparat karena membawa senjata M-16 Pada Minggu (21/3) malam (baca Serambi, 22/3). Mendapat ketarangan itu, kemarin pagi sekitar satu kompi aparat keamanan gabungan terdiri anggota Satgas Marinir, Gegana, Kodim 0103 AU, dan pasukan Korem 011/LW mencari lokasi tersebut yang terletak dalam sebuah kebun di Desa Cot Trieng Kecamatan Muara Dua Lhokseumawe.
Pencarian dilakukan mulai pukul 09.15 WIB dan tepat pukul 13.00 WIB lokasi yang dicari ketemu sekitar enam kilometer dari lokasi Mayor Edianto diculik. Dalam penggalian pada kedalaman 30 centimeter ditemukan sosok tubuh telungkup yang ternyata mayat Serka Syarifuddin. Setelah mayat pertama terangkat, di bawahnya terlihat satu lagi yang ternyata mayat Mayor Marinir Edianto.
Saat penggalian dilakukan lokasi yang hanya puluhan meter dari jalan Desa Cot Trieng itu juga dilalui sejumlah warga desa yang pulang dan pergi ke rumahnya. Namun mereka hanya melihat dari jauh penggalian yang sedang dilakukan aparat keamanan. Juga warga menyaksikan ketika kedua temuan jenazah itu diangkut ke rumah sakit di Lhokseumawe. Dengan ditemukannya kedua jenazah berakhirlah berbagai spekulasi yang muncul dalam masyarakat tentang peristiwa penculikan Mayor Marinir Edianto dan Serka Syarifuddin (Babinsa Kecamatan Muara Dua) yang terjadi 29 Desember 1998.
Sebelumnya beredar cerita bahwa penculikan itu hanya semacam sandiwara hasil rekayasa pihak tertentu. Sehingga sering ada isu muncul mengatakan bahwa Mayor Edianto masih hidup dan berada di sebuah tempat. Juga isu bahwa Edianto mengirim surat kepada istrinya.
Penantian panjang keluarga Tengku Abbas dan Rantani, Senin kemarin berakhir sudah setelah menerima kabar bahwa anaknya, Mayor (Mar) Edyanto yang diculik tiga bulan lalu, ditemukan telah jadi mayat. Walau sekian lama menanti, kedua orang tua dan keluarga almarhum Edyanto tetap tak dapat melihat keadaan jenazah tersebut. Menurut kabar yang diterima pihak keluarga dari Komandan Marinir di Rancong Lhokseumawe, jenazah almarhum Edyanto, Selasa (23/3) siang, akan diterbangkan ke Surabaya untuk dikebumikan di sana. Tengku Abbas dan Rantani yang ditemui Serambi di rumahnya, Jalan Utama Nomor 16 Kelurahan Peuniti, Banda Aceh sore kemarin mengatakan, ia sangat yakin bahwa jenazah yang ditemukan itu adalah anaknya. "Saya yakin karena di jari kanan mayat Edy masih melekat cincin pemberian ayahnya," ungkap Rantani.
Baik Rantani maupun Tengku Abbas mengaku baru mengetahui penemuan jenazah anaknya, Senin pukul 15.00 WIB. Mereka menerima kabar itu dari Komandan Marinir yang bertugas di Rancong, Aceh Utara. Saat telepon pertama yang mengabarkan penemuan mayat tersebut, Rantani mengaku sangat kaget dan langsung lemas.
Begitupun, Rantani dan suaminya Tengku Abbas masih dapat menguasai perasaannya, apalagi sejak kejadian penculikan tiga bulan lalu, ia sudah bayangkan apa yang bakal dialami anaknya itu. Akhirnya, perasaan yang sudah lama dipendam , kemarin menjadi kenyataan setelah aparat keamanan di Aceh Utara berhasil menemukan mayat Edy di dalam sebuah lubang. Rantani yang didampingi Fitri Hartarti Ningsih, anak sulungnya itu mengaku sudah belasan kali menerima telepon dari Lhokseumawe sejak penemuan mayat itu. Telepon yang selalu berdering, lebih banyak mengabarkan tentang rencana Mabes Marinir tentang pemakaman anaknya itu.
Terakhir, ia mendapat kabar bahwa jenazah Edy harus dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Surabaya. Kabar yang sangat menyesakkan perasaan Rantani itu, menurut si penelopon dari Markas Marinir di Rancong, Aceh Utara disebutkan, kesimpulan pemakaman Edy di Surabaya atas keputusan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL). Karena keputusan itu tak dapat ditawar-tawar lagi, Rantani balik menanyakan apakah anggota keluarga mereka diikutkan. Dari jawaban yang diperoleh, pihak Mabes Marinir menginzinkan tiga orang anggota keluarga mendampingi jenazah Edy ke Surabaya. Ketiga orang yang dipastikan ikut bersama jenazah Edy ke Surabaya, selain kedua orang tua Edy, juga adik kandung Edyanto yaitu Ir Nazaruddin. Mereka bertiga akan berangkat, Senin (22/3) malam ke Lhokseumawe. Sesampainya di Lhokseumawe, pagi Selasa harus melaporkan diri ke Korem 011/Lilawangsa.
Pasangan almarhum Mayor (Mar) Edyanto dengan dr Fauti ini, memang belum dikaruniai anak. Edyanto yang kelahiran Banda Aceh 36 tahun silam, merupakan lulusan AKABRI tahun 1986. Ia merupakan alumnus SDN 22, SMPN 3, dan SMAN 2 yang semuanya di Banda Aceh. Edyanto merupakan anak ke tiga dari enam bersaudara. Anak pertama pasangan Tengku Abbas dan Rantani adalah Ir Iriani yang kini berdomesili di Langsa, Ir Irwanto yang kini di Surabaya, dan yang ketiga adalah almarhum Kolonel (Mar) Edyanto, lalu Ir Nazaruddin (bertugas di Banda Aceh), Drs Tuti Martiani (berdomesili di Langsa) serta yang terakhir Fitri Hartarti Ningsih MD yang kini bersama kedua orang tuanya.
Mayor Edi Dihabisi Enam Pria
Lhokseumawe
"Drama" penculikan dan pembunuhan Mayor (Mar) Edianto beserta Serka Syarifuddin tersingkap habis. Dansatgas Marinir Lhokseumawe dan anggota Babinsa Koramil Muara Dua, Aceh Utara, yang jasadnya baru ditemukan, Senin (22/3) itu diculik dan dihabisi enam lelaki. Kedua korban dibunuh di bibir liang tempat mayatnya ditemukan di sebuah kebun kelapa kawasan Desa Cot Trieng, sekitar 10 Km dari pusat Kota Lhokseumawe, hanya beberapa jam setelah disandera pada 29 Desember 1998 lalu.
Babak demi babak kisah pembunuhan dua anggota ABRI itu terungkap kemarin melalui pengakuan Sulaiman (40), lelaki bersenjata M-16 yang disergap dan ditembak Tim Gabungan Gegana Brimob Polri dan Satgas Marinir di SPBU Simpang Leubu, Kecamatan Gandapura, Senin (22/3) malam, sekitar pukul 21.00 WIB. Ia me-replay semua aksi itu ketika diinterogasi tim pemeriksa gabungan dari Satgas Marinir, Intel Korem 011/Lilawangsa, dan Gegana Polri, pukul 09.00 WIB kemarin, di tempat perawatannya RS Kesrem Lhokseumawe.
Kepada tim pemeriksa yang dipimpin seorang perwira menengah marinir itu, Sulaiman menyebut nama lima rekannya yang menculik serta membunuh Mayor Edi dan Serka Syarifuddin. Sulaiman belum mau melayani Serambi yang berusaha mewawancarinya kemarin di tempat perawatan. Namun, kepada tim aparat keamanan, lelaki yang ditangkap dan ditembak dua hari lalu itu menyebutkan, sehabis diculik dekat Lhokseumawe 29 Desember dinihari, Mayor Edi dan Serka Syarifuddin dengan menggunakan mobil dumptruk dibawa ke suatu tempat. Dari tempat itu, kedua korban dengan tangan terikat - - Mayor Edi tangan diikat ke bawah kaki dan Syarifuddin tangan ke belakang -- selanjutnya dibawa ke kebun kelapa di kawasan Cot Trieng, Kecamatan Muara Dua, (dekat komplek perumahan PT Arun NGL Co). Di kebun ini, sekitar pukul 03.00 dinihari kedua korban dihabisi menggunakan senjata tajam. Korban pertama adalah Mayor Edianto yang disusul Serka Syarifuddin.
Pengakuan Sulaiman itu cocok dengan temuan lapangan. Saat lubang tempat kedua korban dikubur digali Tim Gabungan ABRI pukul 14.00 WIB hari Senin, jenazah Mayor Edi berada paling bawah yang ditindih dengan jenazah Serka Syarifuddin. Jasad Syarifuddin ditemukan hanya 20 cm dari permukaan tanah. Kedalaman liang itu sendiri hanya satu meter.
Amunisi
Sementara itu, senjata M-16 beserta 148 amunisi yang disita dari tangan Sulaiman pada saat penyergapan, kemarin diserahkan pihak Korem 011/Lilawangsa kepada Polres Aceh Utara untuk pengusutan lebih lanjut. Menurut Kapolres setempat, Letkol Pol Drs Iskandar Hasan, melalui saluran telepon selular dari Lembang, Bandung, kepada Serambi, kemarin, senjata yang larasnya telah diganti kayu itu akan dikirim ke laboratorium Kriminal (Labkrim) untuk uji balistik. Pemeriksaan itu dimaksud untuk mengetahui secara ilmiah kemungkinan keterlibatan Sulaiman dalam serangkaian aksi penembakan misterius yang terjadi di Aceh Utara sejak pengujung Oktober 1998 lalu. Sebab, jelas Kapolres, dari 23 kasus petrus yang terjadi selama ini, enam kasus di antaranya di TKP ditemukan selongsong peluru M-16 sejenis dengan yang dikuasai Sulaiman. "Untuk penegakan hukum, kita akan buktikan apakah selongsong itu benar dilepaskan dari senjata M-16 yang dipegang Sulaiman atau bukan. Semua itu akan terbukti dari gesekan peluru yang akan diperiksa di Labkrim nantinya," ungkap kapolres yang penjelasan rincinya disampaikan Kasatserse, Kapten Pol Dwi Tjahyono, di Lhokseumawe.
Sebagai institusi pengayom hukum, menurut kapolres, kepolisian tidak akan menangkap dan menembak orang sembarangan. "Bicara hukum adalah bicara bukti. Yang salah tak mungkin dibenarkan dan yang benar tidak mungkin disalahkan," jelasnya. Selain senjata M-16 yang dibungkus kain batik panjang dan dua magazine serta 148 butir peluru yang ditaruh dalam tas pinggang, pada saat penyergapan juga ditemukan selembar dokumen yang berisikan 21 nama dan nomor plat mobil yang menjadi "target operasi" Sulaiman. Dokumen itu didapat di dalam dompetnya. Kecuali itu, juga ditemukan beberapa benda lain.
Babak demi babak kisah pembunuhan dua anggota ABRI itu terungkap kemarin melalui pengakuan Sulaiman (40), lelaki bersenjata M-16 yang disergap dan ditembak Tim Gabungan Gegana Brimob Polri dan Satgas Marinir di SPBU Simpang Leubu, Kecamatan Gandapura, Senin (22/3) malam, sekitar pukul 21.00 WIB. Ia me-replay semua aksi itu ketika diinterogasi tim pemeriksa gabungan dari Satgas Marinir, Intel Korem 011/Lilawangsa, dan Gegana Polri, pukul 09.00 WIB kemarin, di tempat perawatannya RS Kesrem Lhokseumawe.
Kepada tim pemeriksa yang dipimpin seorang perwira menengah marinir itu, Sulaiman menyebut nama lima rekannya yang menculik serta membunuh Mayor Edi dan Serka Syarifuddin. Sulaiman belum mau melayani Serambi yang berusaha mewawancarinya kemarin di tempat perawatan. Namun, kepada tim aparat keamanan, lelaki yang ditangkap dan ditembak dua hari lalu itu menyebutkan, sehabis diculik dekat Lhokseumawe 29 Desember dinihari, Mayor Edi dan Serka Syarifuddin dengan menggunakan mobil dumptruk dibawa ke suatu tempat. Dari tempat itu, kedua korban dengan tangan terikat - - Mayor Edi tangan diikat ke bawah kaki dan Syarifuddin tangan ke belakang -- selanjutnya dibawa ke kebun kelapa di kawasan Cot Trieng, Kecamatan Muara Dua, (dekat komplek perumahan PT Arun NGL Co). Di kebun ini, sekitar pukul 03.00 dinihari kedua korban dihabisi menggunakan senjata tajam. Korban pertama adalah Mayor Edianto yang disusul Serka Syarifuddin.
Pengakuan Sulaiman itu cocok dengan temuan lapangan. Saat lubang tempat kedua korban dikubur digali Tim Gabungan ABRI pukul 14.00 WIB hari Senin, jenazah Mayor Edi berada paling bawah yang ditindih dengan jenazah Serka Syarifuddin. Jasad Syarifuddin ditemukan hanya 20 cm dari permukaan tanah. Kedalaman liang itu sendiri hanya satu meter.
Amunisi
Sementara itu, senjata M-16 beserta 148 amunisi yang disita dari tangan Sulaiman pada saat penyergapan, kemarin diserahkan pihak Korem 011/Lilawangsa kepada Polres Aceh Utara untuk pengusutan lebih lanjut. Menurut Kapolres setempat, Letkol Pol Drs Iskandar Hasan, melalui saluran telepon selular dari Lembang, Bandung, kepada Serambi, kemarin, senjata yang larasnya telah diganti kayu itu akan dikirim ke laboratorium Kriminal (Labkrim) untuk uji balistik. Pemeriksaan itu dimaksud untuk mengetahui secara ilmiah kemungkinan keterlibatan Sulaiman dalam serangkaian aksi penembakan misterius yang terjadi di Aceh Utara sejak pengujung Oktober 1998 lalu. Sebab, jelas Kapolres, dari 23 kasus petrus yang terjadi selama ini, enam kasus di antaranya di TKP ditemukan selongsong peluru M-16 sejenis dengan yang dikuasai Sulaiman. "Untuk penegakan hukum, kita akan buktikan apakah selongsong itu benar dilepaskan dari senjata M-16 yang dipegang Sulaiman atau bukan. Semua itu akan terbukti dari gesekan peluru yang akan diperiksa di Labkrim nantinya," ungkap kapolres yang penjelasan rincinya disampaikan Kasatserse, Kapten Pol Dwi Tjahyono, di Lhokseumawe.
Sebagai institusi pengayom hukum, menurut kapolres, kepolisian tidak akan menangkap dan menembak orang sembarangan. "Bicara hukum adalah bicara bukti. Yang salah tak mungkin dibenarkan dan yang benar tidak mungkin disalahkan," jelasnya. Selain senjata M-16 yang dibungkus kain batik panjang dan dua magazine serta 148 butir peluru yang ditaruh dalam tas pinggang, pada saat penyergapan juga ditemukan selembar dokumen yang berisikan 21 nama dan nomor plat mobil yang menjadi "target operasi" Sulaiman. Dokumen itu didapat di dalam dompetnya. Kecuali itu, juga ditemukan beberapa benda lain.
sumber : Dari berbagai media/mailing list dan Artikel yang di poskan oleh rudy79.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.