♝ Oleh : Kolonel Mar Sulthon Hasanudin
Ilustrasi Kontingen Garuda (Formil Kaskus) |
Georgia
adalah tujuan misi pertama saya ke luar negeri. Mereka yang pernah
melaksanakan misi pemeliharaan perdamaian, perasaan saat-saat menjelang
keberangkatan pertama ini mungkin tidak akan jauh berbeda dengan apa
yang saya rasakan waktu itu. Dalam hati selalu timbul pertanyaan, apa
yang harus saya hadapi di daerah misi. Terlebih lagi, situasi dunia
sedang tidak menentu. Saya ingat betul sebelum berangkat misi ini, dunia
sedang dihebohkan dengan runtuhnya menara WTC di New York pada bulan
September 2001.
Georgia
adalah suatu nama yang sebenarnya tidak asing lagi bagi saya waktu itu.
Kalau disebut nama itu, ingatan saya langsung tertuju pada salah satu
negara bagian di Amerika Serikat. Sungguh keliru pandangan saya waktu
itu, karena memang yang dimaksud Georgia ini adalah salah satu negara di
Eropa Timur bekas bagian dari Uni Soviet.
Permasalahan Di Negara-Negara Bekas Uni Sovyet
Keruntuhan
Uni Soviet menjadi negara-negara yang lebih kecil dan berdiri sendiri
serta musnahnya sistem komunis yang dulu terkenal tertutup, telah
membuka mata penduduk di bekas wilayahnya tentang adanya kebebasan
berekspresi dan adanya istilah demokrasi dalam kehidupan mereka. Di
samping hal-hal yang indah nan menjanjikan itu, ternyata timbul hal-hal
lain. Permasalahan-permasalahan muncul menyertai kemunculan
negara-negara baru di bekas wilayah Uni Sovyet.
Demokrasi
tentu saja berbeda dengan komunisme. Pada masa Uni Sovyet, segala
perikehidupan rakyat diatur oleh negara. Hak inisiatif rakyat sangat
terbatas. Efek dari itu, rakyat menjadi pasif yang hanya bergerak atas
komando atau diatur menurut kemauan negara.
Ketika
komunisme bubar, rakyat menjadi kebingungan. Rakyat harus menentukan
hidupnya sendiri. Mereka memang merdeka, punya kebebasan. Tapi
kemiskinan tersebar di mana-mana. Ini akibat sistem politik demokrasi
yang belum diadaptasi menurut karakteristik masyarakat. Krisis
multidimensi terjadi, baik politik, ekonomi, sosial budaya maupun
masalah pertahanan keamanan negara-negara itu.
Misi PBB Di Georgia-Abkhazia
Misi
PBB di Georgia, dilatarbelakangi oleh konflik di wilayah Abkhazia.
Georgia berpendapat Abkhazia adalah bagian dari Georgia. Namun orang
Abkhazia menganggap bukan. Mereka merasa bukan sebagai bagian dari etnis
Georgia.
Sepintas
lalu, antara orang Georgia dengan Abkhazia sepertinya tidak ada
perbedaan. Tetapi bila dilihat lebih detail, secara budaya ternyata
mereka memang berbeda. Secara agama, orang Georgia pada umumnya penganut
Kristen Ortodoks, sementara mayoritas orang Abkhazia beragama Islam.
Meskipun
kedua etnis ini menganut agama, kalau diamati lebih dalam, sebagian
besar mereka bukanlah penganut agama yang taat. Bahkan boleh dikata,
tidak mengerti apa itu agama. Ini terjadi mungkin karena mereka sudah
terlalu lama meninggalkan praktek beragama akibat tindakan represif
Pemerintah Uni Sovyet menerapkan ideologi komunisme yang ateis di masa
lalu.
Misi
PBB di Georgia, Abkhazia tepatnya, adalah misi yang relatif aman. Kami
yang bertugas di sana, hanya menghadapi permasalahan-permasalahan sosial
saja, khususnya akibat kemiskinan. Kami tidak banyak mengalami kendala
dalam melaksanakan tugas pokok misi.
Patroli
yang kami lakukan adalah untuk mendapatkan informasi keberadaan pasukan
bersenjata, baik dari pihak Georgia ataupun pihak Abkhazia. Selama
penugasan saya, tidak pernah ada tanda-tanda adanya pertikaian di antara
keduanya. Secara de facto, Abkhazia sudah menyelenggarakan
pemerintahannya sendiri. Pada sektor keamanan, Abkhazia sudah membentuk
kesatuan polisi, walaupun senjata yang digunakan polisi Abkhazia ini
adalah AK-47, jenis senjata militer.
Ancaman
keamanan bagi personel Milobs justru datang dari dampak kemiskinan itu
sendiri. Perampokan, pencurian dan pembajakan bersenjata terhadap
patroli Milobs, dilakukan hanya dengan motif meminta uang. Para pelaku
menganggap Milobs memiliki banyak uang.
Perampokan US$ 50
Untuk
menghadapi ancaman ini, saat melakukan patroli Milobs di Georgia hanya
membawa uang sebanyak US$ 50. Ini dilakukan sebagai antisipasi saat
menghadapi perampokan. Bila dihentikan dan dimintai uang oleh perampok,
uang ini bisa kita berikan kepada para perampok itu sehingga mereka
melepaskan kita.
Saat
dirampok, tidak membawa uang sama sekali merupakan kondisi yang
berbahaya. Pernah terjadi sebelumnya, perampokan terhadap patroli Milobs
yang personelnya tidak membawa uang sama sekali. Para perampok menduga
korbannya berbohong dan menyembunyikan uangnya. Hal ini berakibat
penyiksaan terhadap personel Milobs dan interpreter yang menyertainya.
Sejak kejadian itu, saat melakukan patroli, para Milobs hanya membawa
uang sebanyak USD 50 saja.
Chacha Ambush
Mereka
yang pernah melaksanakan misi di Georgia, mengenal istilah Chacha
Ambush. Istilah ini sangat populer, karena hampir semua team patroli
pernah mengalami penghadangan penduduk yang menawari minuman khas mereka
"chacha", untuk diminum bersama. Awalnya, kita bisa mengelak dengan
mengatakan bahwa kita muslim, atau sedang mengemudi. Lama-lama, mereka
menjadi kelihatan kurang bersahabat. Bila Komandan Patroli tidak punya
alasan kuat untuk menghindar, dengan halus mereka bisa membujuk untuk
minum hanya satu gelas. Lalu membujuk lagi menjadi dua gelas, begitu
seterusnya. Ini pernah terjadi sampai ada Komandan Patroli yang kembali
ke markas dalam keadaan tidak sadar. Ini sungguh suatu pelanggaran
terhadap prosedur tetap yang ada, yaitu dilarang minum alkohol dalam jam
kerja. Situasi ini menjadi dilema. Di satu sisi, kita sangat ingin
menghormati tradisi mereka dalam rangka merebut simpati masyarakat, di
sisi lain kita harus mematuhi peraturan yang ada.
Konflik Kepentingan
Dalam
sebuah misi PBB, pelaksanaan mandat adalah suatu hal mendasar yang
harus betul-betul dipedomani. Sebagai Milobs, dituntut netralitas dan
imparsialitas serta menghindari konflik kepentingan di antara mereka
yang bertikai.
Seperti halnya misi PBB lainnya, personel PBB antara lain terdiri atas military observer (Milobs) dan peacekeepers.
Di Georgia, sekitar 19 negara berpartisipasi mengirimkan tentaranya
sebagai Milobs maupun Milstaf di UNOMIG (United Nation Mission in
Georgia). Sesuai mandat PBB yang tertuang dalam Moscow Agreement, yang bertindak sebagai peacekeepers adalah
tentara Rusia, walaupun sangat nampak bila Moskow sangat menginginkan
Abkhasia menjadi negara yang terpisah dari Georgia. Langkah ini penting
bagi keamanan regional Rusia, karena Georgia didukung oleh kelompok
barat, terutama Amerika Serikat. Ini sungguh sangat ironi, bagaimana
suatu pasukan perdamaian yang ditugaskan di daerah misi, tapi terlibat
dalam konflik kepentingan. Ini sungguh jauh dari prinsip netral dan
tidak memihak.
Apa
yang terjadi dan saya alami di Georgia ini, merupakan gambaran bahwa
berbagai kemungkinan bisa terjadi dalam suatu misi perdamaian di seluruh
dunia. Walaupun segala sesuatu telah dipersiapkan dengan baik atau
telah diatur dengan baik, selalu masih ada kemungkinan terjadinya
penyimpangan, ketidaksesuaian, hambatan bahkan ancaman. Oleh sebab itu,
seorang prajurit TNI harus selalu siap menghadapi kemungkinan terburuk
yang harus dihadapi dalam menjalankan misi pemeliharaan perdamaian dunia
di manapun ia bertugas.
♝ PKC-Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.