Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin tak percaya dengan statement Gubernur Papua Lukas Enembe yang mengatakan bahwa personel TNI-Polri kerap menjual amunisi ke warga Papua. Menurut Hasanuddin, kelompok bersenjata Papua atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) menggunakan senjata lama atau senjata tua.
"Kalau saya tak percaya, TNI (khususnya non organik) menjual peluru ke gerombolan OPM. Senjata yang digunakan OPM adalah senjata tua jenis LE, SP 1 dan Steyer," ujar TB Hasanuddin kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2).
Hasanuddin menjelaskan, TNI organik adalah TNI yang bertugas tetap di kodam wilayah tersebut. Sedangkan TNI non organik merupakan tentara yang sifatnya hanya bantuan sementara dari luar kodam. Kemudian setelah tugas mereka ditarik kembali ke induk pasukannya.
"Senjata-senjata itu sudah tidak dipakai lagi oleh TNI yang bertugas sebagai satuan-satuan nonorganik. Yang mungkin harus mendapat perhatian justru satuan TNI organik terutama putra daerah, karena hubungan kekerabatan mereka mungkin saja saling menukar peluru dengan barang-barang lain," jelas TB Hasanuddin.
Oleh karenanya, tegas Politisi PDIP itu, diperlukan penyelidikan lebih lanjut akan masalah ini. "Perlu penyelidikan yang lebih dalam lagi agar peluru tak jatuh ke tangan yang tak berhak," tandasnya.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengadu ke DPR soal kondisi terkini yang terjadi di wilayah paling timur Indonesia itu. Salah satu yang disoroti adalah soal seringnya terjadi kontak senjata antara kelompok bersenjata dengan aparat keamanan di Papua.
Lukas menegaskan, bahwa penembakan itu terjadi karena ulah aparat yang justru datang ke Papua dengan menjual amunisi ke masyarakat lokal. Karena itu, dia meminta Kapolri dan Panglima TNI menertibkan para prajuritnya yang kerap kali menjual amunisi ke warga Papua.
"Kapolri, Panglima tertibkan, itu amunisi, karena amunisinya dijual oleh anggota kita sendiri," kata Lukas di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/2).
Kecurigaan ini bukan tanpa alasan, dia yakin hal ini terjadi karena kelompok bersenjata tak pernah kehabisan peluru saat baku tembak. Soal pembelian secara ilegal, dia menegaskan, bahwa keamanan di Papua sangat ketat sehingga sulit membawa senjata atau amunisi ilegal dari luar Papua kecuali membeli dari aparat yang bertugas di Papua.(mdk/ded)
"Kalau saya tak percaya, TNI (khususnya non organik) menjual peluru ke gerombolan OPM. Senjata yang digunakan OPM adalah senjata tua jenis LE, SP 1 dan Steyer," ujar TB Hasanuddin kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2).
Hasanuddin menjelaskan, TNI organik adalah TNI yang bertugas tetap di kodam wilayah tersebut. Sedangkan TNI non organik merupakan tentara yang sifatnya hanya bantuan sementara dari luar kodam. Kemudian setelah tugas mereka ditarik kembali ke induk pasukannya.
"Senjata-senjata itu sudah tidak dipakai lagi oleh TNI yang bertugas sebagai satuan-satuan nonorganik. Yang mungkin harus mendapat perhatian justru satuan TNI organik terutama putra daerah, karena hubungan kekerabatan mereka mungkin saja saling menukar peluru dengan barang-barang lain," jelas TB Hasanuddin.
Oleh karenanya, tegas Politisi PDIP itu, diperlukan penyelidikan lebih lanjut akan masalah ini. "Perlu penyelidikan yang lebih dalam lagi agar peluru tak jatuh ke tangan yang tak berhak," tandasnya.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengadu ke DPR soal kondisi terkini yang terjadi di wilayah paling timur Indonesia itu. Salah satu yang disoroti adalah soal seringnya terjadi kontak senjata antara kelompok bersenjata dengan aparat keamanan di Papua.
Lukas menegaskan, bahwa penembakan itu terjadi karena ulah aparat yang justru datang ke Papua dengan menjual amunisi ke masyarakat lokal. Karena itu, dia meminta Kapolri dan Panglima TNI menertibkan para prajuritnya yang kerap kali menjual amunisi ke warga Papua.
"Kapolri, Panglima tertibkan, itu amunisi, karena amunisinya dijual oleh anggota kita sendiri," kata Lukas di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/2).
Kecurigaan ini bukan tanpa alasan, dia yakin hal ini terjadi karena kelompok bersenjata tak pernah kehabisan peluru saat baku tembak. Soal pembelian secara ilegal, dia menegaskan, bahwa keamanan di Papua sangat ketat sehingga sulit membawa senjata atau amunisi ilegal dari luar Papua kecuali membeli dari aparat yang bertugas di Papua.(mdk/ded)
♞ Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.