Oleh Ade P Marboen "Sentimental Journey", pesawat bomber B-17G Flying Fortress yang direstorasi ke kondisi awalnya saat beroperasi pada Perang Dunia II, saat terbang di udara Arizona, Amerika Serikat. Diperlukan upaya sangat ekstra untuk bisa mengembalikan warisan sejarah penerbangan Amerika Serikat itu hingga bisa diterbangkan kembali seperti dalam foto. (blogspot.com)
Phoenix, Arizona ★ Dua puluh delapan tahun diperlukan waktu untuk menerbangkan lagi Maid in the Shade, Boeing B-25 Mitchell, yang pernah bertugas di Pulau Corsica, Italia, memerangi kekuatan Aksis (Jerman, Italia, dan Jepang), di Theater Eropa, selama Perang Dunia II.
Maid in the Shade itu kini gagah terpajang di Commemorative Air Force Museum (CAF), Phoenix, Arizona, bersama puluhan lain rekan-rekannya yang pernah berjasa memenangkan Sekutu selama Perang Dunia II. Dia bertugas sebagai pengebom di ketinggian menengah dan rendah, satu misi berbahaya dan penuh tantangan karena jarak tembak meriam anti serangan udara saat itu kurang dari ratusan meter.
Semakin berbahaya karena teknologi pengeboman dan amunisi yang ada saat itu masih jauh dari canggih seperti sekarang. Juru amunisi dan penjera di dalam pesawat-pesawat pengebom itu harus membidik secara visual, dipadukan dengan perhitungan arah, kecepatan, dan kepadatan udara.
Murni visual; karena itulah diperlukan ketinggian rendah untuk melakukan carpet bombing atau terpilih.
Jadi, nilai-nilai keberanian dan kepahlawanan mereka itulah yang diabadikan dan diwariskan kepada generasi penerus saat ini di musium kedirgantaraan terbesar di Arizona yang memiliki iklim kering secara stabil sepanjang masa itu.
Maid in the Shade hanya satu dari puluhan koleksi museum yang pintu masuknya menghadap Greenfield Road, selain Highley Road, bersebelahan dengan Bandar Udara Internasional Phoenix Sky Harbour itu.
Lokasinya cukup mudah dituju dengan penanda yang jelas, namun jaraknya berjauhan walau jalan raya di ibukota negara bagian Arizona itu sangat mulus dan lebar-lebar.
Selain dia, ada ikon lain yang bisa dibilang menjadi bintang utama museum kedirgantaraan itu, yaitu Sentimental Journey, satu Boeing B-17G Flying Fortress yang diluncurkan dari pabriknya, Douglas, yang saat itu menjadi kompanyon Boeing, pada 1944.
Dia bertugas di Theater Pasifik, di antaranya mengebom Tokyo dalam Tokyo Raid yang sangat legendaris dan gagah berani itu.
Sentimental Journey dioper ke Pangkalan Udara Eglin Field, Florida, setelah Perang Dunia II berakhir, sebagai pesawat pengebom air untuk mengatasi kebakaran hutan. Modifikasi berat diperlukan, karena bomb bay (ruang penyimpanan bom) dan kompartemen lain diubah sedemikian rupa menjadi kontainer berton-ton air.
Pesawat terbang militer ini sangat istimewa dan sempat berkelana ke sana-sini sebelum dioper lagi ke Pangkalan Udara Davis-Monthan, di Tuscon, Arizona, pada 1959. Catatan di museum itu menunjukkan, Sentimental Journey kemudian dijual kepada perusahaan swasta di California sebagai pesawat terbang sipil dengan misi sama: pengebom air mengatasi kebakaran hutan.
Pada Januari 1978, bersamaan dengan pembentukan Airbase Wing, Boeing B-17G dengan nomor registrasi sipil N9323Z itu didonasikan kepada CAF di Phoenix, Arizona, oleh seorang kolektor pesawat terbang historikal, Mike Clarke.
Yang menarik, saat dipindahkan, Sentimental Journey bagian-bagian besarnya harus dilepas-lepas, dipindahkan melalui jalur darat.
Sentimental Jorney lalu dirakit direstorasi total, mulai dari struktur tubuh dan sayap, mesin, baling-baling, roda-roda dan sistem pendarat, perangkat radio dan penjera pengeboman, hingga pernik-pernik lain. Dia juga dicat dan diberi insignia dan nomor registrasi militer sesuai saat dia berdinas selama Perang Dunia II di Theater Pasifik.
Sangat detil dan sangat terawat; dia bisa diterbangkan lain dan mendapat sertifikasi laik terbang oleh FAA bertahun-tahun kemudian. Sungguh bukan usaha yang mudah dan cepat, tidak ada kata instan untuk upaya besar mengembalikan nilai sejarah seperti itu.
Bahkan, kulit alumunium tubuh dan sayap serta kaca kokpit dan kompartemen pengawak bom, radio, dan navigator, sangat persis seperti semula. antaranews.com berkesempatan merasakan atmosfer penerbangan masa itu di museum kedirgantaraan besar itu.
Kekuatan udara Amerika Serikat saat itu belum menjadi Angkatan Udara Amerika Serikat seperti saat ini, melainkan menjadi bagian dari Angkatan Darat Amerika Serikat (yaitu "cuma" US Army Air Force) namun telah dipimpin seorang perwira tinggi berbintang empat. Dia baru menjadi matra tersendiri dalam Angkatan Bersenjata Amerika Serikat pada 1947.
Bandingkan dengan AURI yang telah berdiri sendiri pada 1946! Indonesia lebih maju dalam hal ini.
Akan tetapi yang menarik disimak di sana adalah bagaimana mereka sangat sistematis dan konsisten dalam mewariskan nilai-nilai historik dan patriotisme, yang dibungkus sedemikian rupa dengan cara yang menyenangkan dan keren...
Melangkahkan kaki keluar dari Commemorative Air Force Museum di Phoenix itu, tidak terasa memori perjuangan para ksatria udara Amerika Serikat seolah hadir di depan mata...
Siapa pun kemudian menjadi sangat bangga bisa turut dalam upaya restorasi apa saja benda-benda bersejarah warisan para pahlawan mereka.
Phoenix, Arizona ★ Dua puluh delapan tahun diperlukan waktu untuk menerbangkan lagi Maid in the Shade, Boeing B-25 Mitchell, yang pernah bertugas di Pulau Corsica, Italia, memerangi kekuatan Aksis (Jerman, Italia, dan Jepang), di Theater Eropa, selama Perang Dunia II.
Maid in the Shade itu kini gagah terpajang di Commemorative Air Force Museum (CAF), Phoenix, Arizona, bersama puluhan lain rekan-rekannya yang pernah berjasa memenangkan Sekutu selama Perang Dunia II. Dia bertugas sebagai pengebom di ketinggian menengah dan rendah, satu misi berbahaya dan penuh tantangan karena jarak tembak meriam anti serangan udara saat itu kurang dari ratusan meter.
Semakin berbahaya karena teknologi pengeboman dan amunisi yang ada saat itu masih jauh dari canggih seperti sekarang. Juru amunisi dan penjera di dalam pesawat-pesawat pengebom itu harus membidik secara visual, dipadukan dengan perhitungan arah, kecepatan, dan kepadatan udara.
Murni visual; karena itulah diperlukan ketinggian rendah untuk melakukan carpet bombing atau terpilih.
Jadi, nilai-nilai keberanian dan kepahlawanan mereka itulah yang diabadikan dan diwariskan kepada generasi penerus saat ini di musium kedirgantaraan terbesar di Arizona yang memiliki iklim kering secara stabil sepanjang masa itu.
Maid in the Shade hanya satu dari puluhan koleksi museum yang pintu masuknya menghadap Greenfield Road, selain Highley Road, bersebelahan dengan Bandar Udara Internasional Phoenix Sky Harbour itu.
Lokasinya cukup mudah dituju dengan penanda yang jelas, namun jaraknya berjauhan walau jalan raya di ibukota negara bagian Arizona itu sangat mulus dan lebar-lebar.
Selain dia, ada ikon lain yang bisa dibilang menjadi bintang utama museum kedirgantaraan itu, yaitu Sentimental Journey, satu Boeing B-17G Flying Fortress yang diluncurkan dari pabriknya, Douglas, yang saat itu menjadi kompanyon Boeing, pada 1944.
Dia bertugas di Theater Pasifik, di antaranya mengebom Tokyo dalam Tokyo Raid yang sangat legendaris dan gagah berani itu.
Sentimental Journey dioper ke Pangkalan Udara Eglin Field, Florida, setelah Perang Dunia II berakhir, sebagai pesawat pengebom air untuk mengatasi kebakaran hutan. Modifikasi berat diperlukan, karena bomb bay (ruang penyimpanan bom) dan kompartemen lain diubah sedemikian rupa menjadi kontainer berton-ton air.
Pesawat terbang militer ini sangat istimewa dan sempat berkelana ke sana-sini sebelum dioper lagi ke Pangkalan Udara Davis-Monthan, di Tuscon, Arizona, pada 1959. Catatan di museum itu menunjukkan, Sentimental Journey kemudian dijual kepada perusahaan swasta di California sebagai pesawat terbang sipil dengan misi sama: pengebom air mengatasi kebakaran hutan.
Pada Januari 1978, bersamaan dengan pembentukan Airbase Wing, Boeing B-17G dengan nomor registrasi sipil N9323Z itu didonasikan kepada CAF di Phoenix, Arizona, oleh seorang kolektor pesawat terbang historikal, Mike Clarke.
Yang menarik, saat dipindahkan, Sentimental Journey bagian-bagian besarnya harus dilepas-lepas, dipindahkan melalui jalur darat.
Sentimental Jorney lalu dirakit direstorasi total, mulai dari struktur tubuh dan sayap, mesin, baling-baling, roda-roda dan sistem pendarat, perangkat radio dan penjera pengeboman, hingga pernik-pernik lain. Dia juga dicat dan diberi insignia dan nomor registrasi militer sesuai saat dia berdinas selama Perang Dunia II di Theater Pasifik.
Sangat detil dan sangat terawat; dia bisa diterbangkan lain dan mendapat sertifikasi laik terbang oleh FAA bertahun-tahun kemudian. Sungguh bukan usaha yang mudah dan cepat, tidak ada kata instan untuk upaya besar mengembalikan nilai sejarah seperti itu.
Bahkan, kulit alumunium tubuh dan sayap serta kaca kokpit dan kompartemen pengawak bom, radio, dan navigator, sangat persis seperti semula. antaranews.com berkesempatan merasakan atmosfer penerbangan masa itu di museum kedirgantaraan besar itu.
Kekuatan udara Amerika Serikat saat itu belum menjadi Angkatan Udara Amerika Serikat seperti saat ini, melainkan menjadi bagian dari Angkatan Darat Amerika Serikat (yaitu "cuma" US Army Air Force) namun telah dipimpin seorang perwira tinggi berbintang empat. Dia baru menjadi matra tersendiri dalam Angkatan Bersenjata Amerika Serikat pada 1947.
Bandingkan dengan AURI yang telah berdiri sendiri pada 1946! Indonesia lebih maju dalam hal ini.
Akan tetapi yang menarik disimak di sana adalah bagaimana mereka sangat sistematis dan konsisten dalam mewariskan nilai-nilai historik dan patriotisme, yang dibungkus sedemikian rupa dengan cara yang menyenangkan dan keren...
Melangkahkan kaki keluar dari Commemorative Air Force Museum di Phoenix itu, tidak terasa memori perjuangan para ksatria udara Amerika Serikat seolah hadir di depan mata...
Siapa pun kemudian menjadi sangat bangga bisa turut dalam upaya restorasi apa saja benda-benda bersejarah warisan para pahlawan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.