Bikcrorange Asap membumbung dari kapal nelayan asing yang ditenggalamkan di perairan Belawan, Medan, Sumatera Utara, Agustus 2015 silam. (ANTARA FOTO/Septianda Perdana) ☆
Pemerintah melalui Satgas 115, menenggelamkan 30 kapal perikanan pelaku penangkapan ikan secara ilegal (ilegal fishing) di lima lokasi berbeda.
"Ini merupakan kegiatan penenggelaman pertama kali di tahun 2016 dan akan dilakukan di lima lokasi berbeda," kata Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Tyas Budiman yang memimpin penenggelaman kapal di Pontianak, Senin pagi.
Kelima lokasi dan jumlah kapal yang ditenggelamkan itu adalah:
★ 1. Pontianak, Kalimantan Barat; delapan kapal Vietnam.
★ 2. Bitung, Sulawesi Utara; 10 kapal (enam Filipina, empat Indonesia).
★ 3. Batam, Kepulauan Riau; 10 kapal (tujuh Malaysia, tiga Vietnam).
★ 4. Tahuna, Sulawesi Utara; satu kapal Filipina
★ 5. Belawan, Sumatera Utara; satu kapal Malaysia.
"Prosesi penenggelaman dipimpin langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti selaku Komandan Satgas 115 melalui live streaming dari Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, yang diledakkan secara serentak pada Senin (22/2), tepat pukul 10.00 WIB," ujarnya.
Kegiatan penenggelaman dilaksanakan atas dukungan dan kerjasama intensif TNI Angkatan Laut (AL), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla), Kejaksaan Agung dan instansi terkait lainnya.
Ini membuat jumlah kapal yang sudah ditenggelamkan sejak Oktober 2014 hingga saat ini sudah 151 kapal yang terdiri dari 50 kapal Vietnam, 43 kapal Filipina, 21 kapal Thailand, 20 kapal Malaysia, dua kapal Papua Nugini, 1 kapal Tiongkok dan 14 kapal berbendera Indonesia.
Penenggelaman kapal pelaku illegal fishing mengacu pada Pasal 76A UU Nomor 45/2009 tentang Perubahan Atas UU No 31/2004 tentang Perikanan, yaitu benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri.
"Serta berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam Kitab Hukum Acara Pidana," ujar dia.
Pemerintah melalui Satgas 115, menenggelamkan 30 kapal perikanan pelaku penangkapan ikan secara ilegal (ilegal fishing) di lima lokasi berbeda.
"Ini merupakan kegiatan penenggelaman pertama kali di tahun 2016 dan akan dilakukan di lima lokasi berbeda," kata Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Tyas Budiman yang memimpin penenggelaman kapal di Pontianak, Senin pagi.
Kelima lokasi dan jumlah kapal yang ditenggelamkan itu adalah:
★ 1. Pontianak, Kalimantan Barat; delapan kapal Vietnam.
★ 2. Bitung, Sulawesi Utara; 10 kapal (enam Filipina, empat Indonesia).
★ 3. Batam, Kepulauan Riau; 10 kapal (tujuh Malaysia, tiga Vietnam).
★ 4. Tahuna, Sulawesi Utara; satu kapal Filipina
★ 5. Belawan, Sumatera Utara; satu kapal Malaysia.
"Prosesi penenggelaman dipimpin langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti selaku Komandan Satgas 115 melalui live streaming dari Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, yang diledakkan secara serentak pada Senin (22/2), tepat pukul 10.00 WIB," ujarnya.
Kegiatan penenggelaman dilaksanakan atas dukungan dan kerjasama intensif TNI Angkatan Laut (AL), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla), Kejaksaan Agung dan instansi terkait lainnya.
Ini membuat jumlah kapal yang sudah ditenggelamkan sejak Oktober 2014 hingga saat ini sudah 151 kapal yang terdiri dari 50 kapal Vietnam, 43 kapal Filipina, 21 kapal Thailand, 20 kapal Malaysia, dua kapal Papua Nugini, 1 kapal Tiongkok dan 14 kapal berbendera Indonesia.
Penenggelaman kapal pelaku illegal fishing mengacu pada Pasal 76A UU Nomor 45/2009 tentang Perubahan Atas UU No 31/2004 tentang Perikanan, yaitu benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri.
"Serta berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam Kitab Hukum Acara Pidana," ujar dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.