Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat mendengar penjelasan Komandan Lanal Tarempa Letkol Laut (P) Johan Wahyudi serta didampingi oleh Danramil 02/Tarempa Kapten (Inf) Syamsuarno saat di battery room Kamis (6/4/2017)
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengecek keberadaan landing station Sacofa di Anambas.
Bersama rombongan Mabes TNI yang berkunjung selama lebih kurang satu setengah jam terhitung sejak pukul 11.08 WIB, meninjau sejumlah ruangan mulai dari equipment dan battery room pada landing station yang berlokasi di Jalan Takari RT 05/RW III nomor 44 Desa Tarempa Barat Kecamatan Siantan.
Disela-sela pengecekan saat berada di equipment room, Gatot mengatakan pengecekan dilakukan karena adanya Undang-Undang Internasional nomor 1 tahun 1983, termasuk konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) tahun 1982 yang diratifikasi menjadi UU nomor 17 tahun 1985.
Dalam Undang-Undang tersebut dikatakan, Negara kepulauan memberikan kesempatan untuk memasang kabel bawah laut, selama kabel tersebut tidak naik ke daratan. Perusahaan yang menggelar kabel bawah laut pun, harus mengurus perizinan dari Negara bersangkutan.
“Aturannya seperti itu. Kasus ini sebenarnya terakhir pada 26 November 2016 sudah diputuskan untuk diberhentikan operasionalnya. Kemudian pada tanggal 23 Maret 2017, dioperasionalkan lagi. Berdasarkan ini maka masalah kedaulatan merupakan urusan TNI. Jadi Menkopolhukam pun mengatakan ini tidak boleh operasional. Makanya saya perintahkan, Danlanal sini untuk mengambil servernya. Kemudian menutup operasional itu,” ujarnya Kamis (6/4/2017).
Kabel bawah laut yang melintang ini pun, diakuinya cenderung membahayakan dari sisi kedaulatan dan keamanan Negara bila ditambah perangkat yang memungkinkan untuk menyensor getaran-getaran baik kapal permukaan maupun kapal selam.
Hal ini yang dilakukan oleh sejumlah Negara besar untuk pengamanan laut. Server yang ada pun, menurutnya bisa tersambung ke satelit bila mendapat tambahan perangkat.
“Sehingga dia bisa melihat semuanya. Padahal lokasi ini dan di Natuna merupakan tempat pulau-pulau luar strategis. Jadi percuma kita membangun semua sistem yang ada, apabila kita tidak tahu permasalahan ini maka kita telanjang. Jadi sangat berbahaya,” ungkapnya.
“Maka saya lakukan ini agar masyarakat tahu, kita bukan sewenang-wenang, tetapi berdasarkan aturan dan berdasarkan juga keamanan Negara,” ungkapnya lagi.
Gatot pun kembali menanggapi ketika disinggung mengenai adanya nota keberatan ke Pemerintah Negara Malaysia.
Menurutnya, perusahaan asal Malaysia melakukan tindakan yang melanggar hukum aturan Internasional. Ia pun menjawab diplomatis ketika disinggung perihal pembukaan segel yang dilakukan pada Maret 2017 kemarin.
Penyegelan pertama kali dilakukan oleh tim terpadu lintas instansi pada 26 November 2016.
Segel kemudian dibuka oleh tim PPNS oleh Kemenkominfo yang disaksikan oleh Korwas PPNS Mabes Polri pada 12 Maret 2017.
Kemudian tim dari TNI mensegel kembali landing station tersebut pada tanggal 23 Maret 2017.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengecek keberadaan landing station Sacofa di Anambas.
Bersama rombongan Mabes TNI yang berkunjung selama lebih kurang satu setengah jam terhitung sejak pukul 11.08 WIB, meninjau sejumlah ruangan mulai dari equipment dan battery room pada landing station yang berlokasi di Jalan Takari RT 05/RW III nomor 44 Desa Tarempa Barat Kecamatan Siantan.
Disela-sela pengecekan saat berada di equipment room, Gatot mengatakan pengecekan dilakukan karena adanya Undang-Undang Internasional nomor 1 tahun 1983, termasuk konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) tahun 1982 yang diratifikasi menjadi UU nomor 17 tahun 1985.
Dalam Undang-Undang tersebut dikatakan, Negara kepulauan memberikan kesempatan untuk memasang kabel bawah laut, selama kabel tersebut tidak naik ke daratan. Perusahaan yang menggelar kabel bawah laut pun, harus mengurus perizinan dari Negara bersangkutan.
“Aturannya seperti itu. Kasus ini sebenarnya terakhir pada 26 November 2016 sudah diputuskan untuk diberhentikan operasionalnya. Kemudian pada tanggal 23 Maret 2017, dioperasionalkan lagi. Berdasarkan ini maka masalah kedaulatan merupakan urusan TNI. Jadi Menkopolhukam pun mengatakan ini tidak boleh operasional. Makanya saya perintahkan, Danlanal sini untuk mengambil servernya. Kemudian menutup operasional itu,” ujarnya Kamis (6/4/2017).
Kabel bawah laut yang melintang ini pun, diakuinya cenderung membahayakan dari sisi kedaulatan dan keamanan Negara bila ditambah perangkat yang memungkinkan untuk menyensor getaran-getaran baik kapal permukaan maupun kapal selam.
Hal ini yang dilakukan oleh sejumlah Negara besar untuk pengamanan laut. Server yang ada pun, menurutnya bisa tersambung ke satelit bila mendapat tambahan perangkat.
“Sehingga dia bisa melihat semuanya. Padahal lokasi ini dan di Natuna merupakan tempat pulau-pulau luar strategis. Jadi percuma kita membangun semua sistem yang ada, apabila kita tidak tahu permasalahan ini maka kita telanjang. Jadi sangat berbahaya,” ungkapnya.
“Maka saya lakukan ini agar masyarakat tahu, kita bukan sewenang-wenang, tetapi berdasarkan aturan dan berdasarkan juga keamanan Negara,” ungkapnya lagi.
Gatot pun kembali menanggapi ketika disinggung mengenai adanya nota keberatan ke Pemerintah Negara Malaysia.
Menurutnya, perusahaan asal Malaysia melakukan tindakan yang melanggar hukum aturan Internasional. Ia pun menjawab diplomatis ketika disinggung perihal pembukaan segel yang dilakukan pada Maret 2017 kemarin.
Penyegelan pertama kali dilakukan oleh tim terpadu lintas instansi pada 26 November 2016.
Segel kemudian dibuka oleh tim PPNS oleh Kemenkominfo yang disaksikan oleh Korwas PPNS Mabes Polri pada 12 Maret 2017.
Kemudian tim dari TNI mensegel kembali landing station tersebut pada tanggal 23 Maret 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.