Sejumlah pesawat jet tempur TNI AU melakukan terbang lintas (flying pass) dalam gladi bersih Upacara Peringatan ke-71 Hari TNI AU tahun 2017 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (7/4/2017). Upacara Peringatan ke-71 Hari TNI AU berlangsung pada Minggu, 9 April 2017. [ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf] ★
Tepat 9 April 2017 Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) berusia 71 tahun. Usia lanjut, yang bahkan setahun lebih tua ketimbang Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF).
Saban peringatan hari ulang tahun (HUT), TNI AU menggelar parade pesawat tempur dan defile pasukan, sebagai unjuk kinerja sumber daya manusia (SDM) pengawaknya.
Kali ini juga demikian, namun ada pembeda. "Transparansi adalah tujuan TNI AU," kata Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, pada gladi resik HUT ke-71 TNI AU, di landas parkir Skuadron Udara 17 VIP TNI AU, di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat.
Hari itu, latihan-latihan akhir menyambut HUT ke-71 TNI AU digelar secara sangat serius; ukuran ketepatan waktu detik ke detik benar-benar diperhatikan panitia pelaksana secara seksama. Mulai dari kehadiran inspektur upacara, laporan-laporan komandan upacara, penutupan upacara, hingga demonstrasi udara dan kemampuan personel.
Hasilnya, ia menilai, "Baik. Sejauh ini semua berjalan sesuai rencana."
Dia pun pertama kali menjadi pengawas puncak rangkaian aktivitas HUT ke-71 TNI AU, sekaligus dijadwalkan menjadi inspektur upacara pada 9 April 2017.
Seusai gladi resik, yang diakhiri terbang rendah kecepatan tinggi dua Sukhoi Su-27/30 MKI Flanker dari Skuadron Udara 11 TNI AU, Komandan Lanud Abdulrachman Saleh di Malang, Jawa Timur, pada 2015 itu menjelaskan makna di balik kata transparansi.
Ia mengemukakan, hal itu lebih pada pemakaian anggaran dan proses penggunaan kewenangan pemakaian anggaran dari negara. Juga tentang campur tangan teknologi informatika untuk bisa menyerasikan dan memadukan informasi pengadaan, penyimpanan-distribusi, dan pemakaian material-barang yang diperlukan satuan-satuan.
Tidak sama persis, namun prinsip pemakaian sistem informatika sudah lebih fasih digunakan pengelola bisnis modern; misalnya jaringan toko serba ada atau toko dalam jaringan (daring) berinternet alias online. Beda utamanya, pada TNI AU berkaitan langsung dengan pemakaian dana negara dalam jumlah besar.
Selain itu, menyangkut keamanan negara secara langsung, dan tentu saja, pertahanan negara, keselamatan-keamanan personel dan material, menjamin pemakaian anggaran negara secara tepat dan bertanggung jawab.
Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AU pada 2013-2015 itu, "Ada beberapa yang dilaksanakan TNI AU melalui manajemen yang (lebih) baik. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa melalui sistem informasi terintegrasi. Barang keperluan dari bawah diajukan ke satuan atas bisa dimonitor secara baik, jenis dan harganya."
"Lalu perencanaan di bawah paling penting, sudah memiliki dasar bahwa benda yang diperlukan itu ada di Dinas Perbekalan dan Material Pusat TNI AU atau tidak? Sehingga bisa dimonitor secara online. Perencanaan ini sangat mendasar dan mereka mengajukan barang secara terukur sehingga tidak ada penumpukan. Semua terkendali baik bila kita melaksanakan sistem ini secara online," ungkapnya.
Pada HUT ke-71 TNI AU ada 132 unit pesawat terbang militer TNI AU dari berbagai kelas, tipe, dan jenis ramai-ramai dipindahkan dari pangkalan-pangkalan mereka ke terminal selatan Pangkalan Udara Utama TNI AU.
Selama beberapa hari ini mereka tidak berdinas sebagaimana biasanya, semisal patroli udara atau mencegat unsur-unsur udara tidak dikenal yang melintas ilegal di wilayah udara nasional. Walau mereka tetap menerapkan sistem kewaspadaan bela negara.
Komandan Pangkalan Udara Adisumarmo, Sala, Jawa Tengah, pada 2010-2011 itu menegaskan, patokan utama aktivitas dan visi pembangunan postur TNI AU adalah Kemampuan Esensial Minimum —kondang disebut MEF alias Minimum Essensial Force— yang telah ditetapkan pemerintah, yang ditetapkan ada dalam tiga fase.
Pembabakan pembangunan postur militer Indonesia itu merupakan warisan penting masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan nasional, prioritas pembangunan dan pemerataan, geopolitik kawasan, dinamika pola ancamana, dan kesesuaian sistem persenjataan-pertahanan di tiap matra TNI.
"Saat ini baru terpenuhi 40 persen dari MEF II," kata lulusan Akademi Angkatan Udara pada 1986 dan Sekolah Penerbang TNI AU pada 1987 itu.
Beberapa yang menonjol dari yang 40 persen itu adalah tahap akhir dari pengadaan pesawat tempur F-16 Block 52ID bekas pakai Angkatan Udara Pengawal Nasional Amerika Serikat (AS) yang telah ditingkatkan kemampuannya.
Secara total Indonesia memesan 24 unit dan masih menyisa lima unit lagi, yang akan tiba dalam waktu dekat. Semuanya ditempatkan di dalam Skuadron Udara 16 TNI AU, di Pangkalan Udara Utama Roesmin Noerjadin, Pekanbaru, Riau.
Di situlah "pangkalan aju utama" TNI AU menghadap langsung ke Singapura, yang kekuatan udaranya sangat canggih untuk ukuran Asia Tenggara.
Pembentukan dan pengoperasian Skuadron Udara 16 TNI AU ini sesuai dengan Perencanaan Strategis II, yang di dalamnya juga termasuk pengadaan pengganti F-5E/F Tiger II yang hampir satu tahun tidak terbang, pengadaan 12 radar tambahan yang akan ditempatkan di titik-titik terluar TNI, dan beberapa titik fokal lain.
Menurut Hadi Tjahjanto, semua ini diutarakan secara lugas dan tegas kepada publik sebagai bentuk transparansi sekaligus akuntabilitas publik TNI AU.
Ada satu wacana yang ditanyakan publik melalui pers, yaitu kehadiran helikopter transport berat AW-101 Merlin, yang sempat menyita perhatian publik dengan berbagai pro-kontra.
Semula disebut-sebut TNI AU akan mengadakan helikopter ini versi Very Very Important Person (VVIP) alias keperluan kepresidenan, yang lalu dibatalkan pihak Istana RI. Dan, heli yang sudah datang di Indonesia adalah versi yang didedikasikan untuk keperluan pencarian dan pertolongan (search & rescue/SAR) tempur.
Tjahjanto, yang notabene adalah Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) pada 2015-2016, menanggapi hal itu dengan rangkaian kalimat cukup sederhana untuk dimengerti, yaitu bahwa tipe yang ditolak pihak Istana RI adalah tipe VVIP.
"Yang kami beli ini adalah uang untuk pasukan. Lalu proses investigasi sudah hampir selesai dan sudah dilaporkan ke panglima TNI dan proses administrasinya hampir selesai," kata Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan periode 2016-2017 itu.
Dia pun menyatakan, sekarang masih melengkapi kekurangan-kekurangan teknis, misalnya kursi. Ini biasa dalam pembelian barang karena memang harus diperiksa secara rinci.
"Mudah-mudahan bisa segera diselesaikan dan segera bisa menjadi bagian dari kekuatan udara kita. Sampai hari ini belum, masih berada di pihak penyedia barang atau mitra. Sudah dibeli, pasti kami pergunakan. Sayang (uang sudah dikeluarkan),” katanya.
Alasan penting mengapa TNI AU memerlukan helikopter transport sedang-berat adalah keberadaan pangkalan-pangkalan udara utama TNI AU yang memiliki skuadron-skuadron pesawat tempur. Prosedur standar operasi TNI AU tentang ini adalah kehadiran helikopter transport sedang-berat untuk keperluan SAR personel dan material skuadron udara itu.
"Di Madiun, umpamanya. Karena kekurangan helikopter, maka kami menyiagakan helikopter (EC-120B) Colibri, helikopter kecil yang fungsinya untuk helikopter latih. Makanya, kami sangat memerlukan helikopter multi fungsi, untuk angkut personel dan SAR,” ungkap Direktur Operasi dan Latihan Badan SAR Nasional (Basarnas) periode 2011-2013 itu.
Madiun di Jawa Timur menjadi "rumah" bagi sebagian besar jajaran pesawat tempur TNI AU, yaitu di Pangkalan Udara Utama TNI AU Iswahyudi.
Pada sisi pertahanan negara, Tjahjanto menyatakan potensi ancaman di udara. Dari 2016 menuju 2017 ada ratusan pelanggaran udara dan kini menurun ke angka puluhan saja.
Kenapa turun? Ia menilai, "Karena, ada peralatan yang digelar di seluruh negara. Bisa kami deteksi dan pasti bisa dideteksi. Mereka mulai takut melanggar wilayah udara nasional apalagi ada jajaran pesawat tempur yang siap mengintersepsi."
Tema besar transparansi yang digaungkan kali ini punya tujuan akhir yang penting. Mulai dari keperluan pesawat terbang setiap tahun dan ujung-ujungnya bisa menekan potensi kecelakaan. Semua itu menjadi bagian dari transparansi dan akuntabilitas publik karena TNI AU adalah "Gatotkaca" alias tentara udara rakyat Indonesia.
"Tahun ini dibangun termasuk sistem pengadaannya dan ini bagian transparansi. Mulai dari memiliki daftar harga sesuai di pabrikan, personel yang mengawaki juga memiliki sumpah jabatan dan tanda tangan pakta integritas. Jiwa ksatria ada di situ,” demikian Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Tepat 9 April 2017 Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) berusia 71 tahun. Usia lanjut, yang bahkan setahun lebih tua ketimbang Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF).
Saban peringatan hari ulang tahun (HUT), TNI AU menggelar parade pesawat tempur dan defile pasukan, sebagai unjuk kinerja sumber daya manusia (SDM) pengawaknya.
Kali ini juga demikian, namun ada pembeda. "Transparansi adalah tujuan TNI AU," kata Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, pada gladi resik HUT ke-71 TNI AU, di landas parkir Skuadron Udara 17 VIP TNI AU, di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat.
Hari itu, latihan-latihan akhir menyambut HUT ke-71 TNI AU digelar secara sangat serius; ukuran ketepatan waktu detik ke detik benar-benar diperhatikan panitia pelaksana secara seksama. Mulai dari kehadiran inspektur upacara, laporan-laporan komandan upacara, penutupan upacara, hingga demonstrasi udara dan kemampuan personel.
Hasilnya, ia menilai, "Baik. Sejauh ini semua berjalan sesuai rencana."
Dia pun pertama kali menjadi pengawas puncak rangkaian aktivitas HUT ke-71 TNI AU, sekaligus dijadwalkan menjadi inspektur upacara pada 9 April 2017.
Seusai gladi resik, yang diakhiri terbang rendah kecepatan tinggi dua Sukhoi Su-27/30 MKI Flanker dari Skuadron Udara 11 TNI AU, Komandan Lanud Abdulrachman Saleh di Malang, Jawa Timur, pada 2015 itu menjelaskan makna di balik kata transparansi.
Ia mengemukakan, hal itu lebih pada pemakaian anggaran dan proses penggunaan kewenangan pemakaian anggaran dari negara. Juga tentang campur tangan teknologi informatika untuk bisa menyerasikan dan memadukan informasi pengadaan, penyimpanan-distribusi, dan pemakaian material-barang yang diperlukan satuan-satuan.
Tidak sama persis, namun prinsip pemakaian sistem informatika sudah lebih fasih digunakan pengelola bisnis modern; misalnya jaringan toko serba ada atau toko dalam jaringan (daring) berinternet alias online. Beda utamanya, pada TNI AU berkaitan langsung dengan pemakaian dana negara dalam jumlah besar.
Selain itu, menyangkut keamanan negara secara langsung, dan tentu saja, pertahanan negara, keselamatan-keamanan personel dan material, menjamin pemakaian anggaran negara secara tepat dan bertanggung jawab.
Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AU pada 2013-2015 itu, "Ada beberapa yang dilaksanakan TNI AU melalui manajemen yang (lebih) baik. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa melalui sistem informasi terintegrasi. Barang keperluan dari bawah diajukan ke satuan atas bisa dimonitor secara baik, jenis dan harganya."
"Lalu perencanaan di bawah paling penting, sudah memiliki dasar bahwa benda yang diperlukan itu ada di Dinas Perbekalan dan Material Pusat TNI AU atau tidak? Sehingga bisa dimonitor secara online. Perencanaan ini sangat mendasar dan mereka mengajukan barang secara terukur sehingga tidak ada penumpukan. Semua terkendali baik bila kita melaksanakan sistem ini secara online," ungkapnya.
Pada HUT ke-71 TNI AU ada 132 unit pesawat terbang militer TNI AU dari berbagai kelas, tipe, dan jenis ramai-ramai dipindahkan dari pangkalan-pangkalan mereka ke terminal selatan Pangkalan Udara Utama TNI AU.
Selama beberapa hari ini mereka tidak berdinas sebagaimana biasanya, semisal patroli udara atau mencegat unsur-unsur udara tidak dikenal yang melintas ilegal di wilayah udara nasional. Walau mereka tetap menerapkan sistem kewaspadaan bela negara.
Komandan Pangkalan Udara Adisumarmo, Sala, Jawa Tengah, pada 2010-2011 itu menegaskan, patokan utama aktivitas dan visi pembangunan postur TNI AU adalah Kemampuan Esensial Minimum —kondang disebut MEF alias Minimum Essensial Force— yang telah ditetapkan pemerintah, yang ditetapkan ada dalam tiga fase.
Pembabakan pembangunan postur militer Indonesia itu merupakan warisan penting masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan nasional, prioritas pembangunan dan pemerataan, geopolitik kawasan, dinamika pola ancamana, dan kesesuaian sistem persenjataan-pertahanan di tiap matra TNI.
"Saat ini baru terpenuhi 40 persen dari MEF II," kata lulusan Akademi Angkatan Udara pada 1986 dan Sekolah Penerbang TNI AU pada 1987 itu.
Beberapa yang menonjol dari yang 40 persen itu adalah tahap akhir dari pengadaan pesawat tempur F-16 Block 52ID bekas pakai Angkatan Udara Pengawal Nasional Amerika Serikat (AS) yang telah ditingkatkan kemampuannya.
Secara total Indonesia memesan 24 unit dan masih menyisa lima unit lagi, yang akan tiba dalam waktu dekat. Semuanya ditempatkan di dalam Skuadron Udara 16 TNI AU, di Pangkalan Udara Utama Roesmin Noerjadin, Pekanbaru, Riau.
Di situlah "pangkalan aju utama" TNI AU menghadap langsung ke Singapura, yang kekuatan udaranya sangat canggih untuk ukuran Asia Tenggara.
Pembentukan dan pengoperasian Skuadron Udara 16 TNI AU ini sesuai dengan Perencanaan Strategis II, yang di dalamnya juga termasuk pengadaan pengganti F-5E/F Tiger II yang hampir satu tahun tidak terbang, pengadaan 12 radar tambahan yang akan ditempatkan di titik-titik terluar TNI, dan beberapa titik fokal lain.
Menurut Hadi Tjahjanto, semua ini diutarakan secara lugas dan tegas kepada publik sebagai bentuk transparansi sekaligus akuntabilitas publik TNI AU.
Ada satu wacana yang ditanyakan publik melalui pers, yaitu kehadiran helikopter transport berat AW-101 Merlin, yang sempat menyita perhatian publik dengan berbagai pro-kontra.
Semula disebut-sebut TNI AU akan mengadakan helikopter ini versi Very Very Important Person (VVIP) alias keperluan kepresidenan, yang lalu dibatalkan pihak Istana RI. Dan, heli yang sudah datang di Indonesia adalah versi yang didedikasikan untuk keperluan pencarian dan pertolongan (search & rescue/SAR) tempur.
Tjahjanto, yang notabene adalah Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) pada 2015-2016, menanggapi hal itu dengan rangkaian kalimat cukup sederhana untuk dimengerti, yaitu bahwa tipe yang ditolak pihak Istana RI adalah tipe VVIP.
"Yang kami beli ini adalah uang untuk pasukan. Lalu proses investigasi sudah hampir selesai dan sudah dilaporkan ke panglima TNI dan proses administrasinya hampir selesai," kata Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan periode 2016-2017 itu.
Dia pun menyatakan, sekarang masih melengkapi kekurangan-kekurangan teknis, misalnya kursi. Ini biasa dalam pembelian barang karena memang harus diperiksa secara rinci.
"Mudah-mudahan bisa segera diselesaikan dan segera bisa menjadi bagian dari kekuatan udara kita. Sampai hari ini belum, masih berada di pihak penyedia barang atau mitra. Sudah dibeli, pasti kami pergunakan. Sayang (uang sudah dikeluarkan),” katanya.
Alasan penting mengapa TNI AU memerlukan helikopter transport sedang-berat adalah keberadaan pangkalan-pangkalan udara utama TNI AU yang memiliki skuadron-skuadron pesawat tempur. Prosedur standar operasi TNI AU tentang ini adalah kehadiran helikopter transport sedang-berat untuk keperluan SAR personel dan material skuadron udara itu.
"Di Madiun, umpamanya. Karena kekurangan helikopter, maka kami menyiagakan helikopter (EC-120B) Colibri, helikopter kecil yang fungsinya untuk helikopter latih. Makanya, kami sangat memerlukan helikopter multi fungsi, untuk angkut personel dan SAR,” ungkap Direktur Operasi dan Latihan Badan SAR Nasional (Basarnas) periode 2011-2013 itu.
Madiun di Jawa Timur menjadi "rumah" bagi sebagian besar jajaran pesawat tempur TNI AU, yaitu di Pangkalan Udara Utama TNI AU Iswahyudi.
Pada sisi pertahanan negara, Tjahjanto menyatakan potensi ancaman di udara. Dari 2016 menuju 2017 ada ratusan pelanggaran udara dan kini menurun ke angka puluhan saja.
Kenapa turun? Ia menilai, "Karena, ada peralatan yang digelar di seluruh negara. Bisa kami deteksi dan pasti bisa dideteksi. Mereka mulai takut melanggar wilayah udara nasional apalagi ada jajaran pesawat tempur yang siap mengintersepsi."
Tema besar transparansi yang digaungkan kali ini punya tujuan akhir yang penting. Mulai dari keperluan pesawat terbang setiap tahun dan ujung-ujungnya bisa menekan potensi kecelakaan. Semua itu menjadi bagian dari transparansi dan akuntabilitas publik karena TNI AU adalah "Gatotkaca" alias tentara udara rakyat Indonesia.
"Tahun ini dibangun termasuk sistem pengadaannya dan ini bagian transparansi. Mulai dari memiliki daftar harga sesuai di pabrikan, personel yang mengawaki juga memiliki sumpah jabatan dan tanda tangan pakta integritas. Jiwa ksatria ada di situ,” demikian Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
★ ANTARA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.