Tokoh Papua Dibalik Bergabungnya Irian Jaya ke Indonesia Marthen Indey, Pahlawan Nasional asal Papua.(wikiwand)
Marthen Indey lahir pada 14 Maret 1912 di Doromena, Jayapura, Irian Jaya. Ia mendapat pendidikan setingkat Sekolah Dasar, serta Sekolah Pelayaran.
Usai Sekolah Pelayaran, Marthen Indey Kemudian Sekolah Kapolri (1968-1971) polisi di Sukabumi, Jawa Barat. Awalnya ia berprofesi sebagai anggota Kapolri (1968-1971) polisi Hindia Belanda, namun kemudian berganti haluan.
Tahun 1941 Marthen Indey bertugas mengawasi pejuang-pejuang Indonesia yang diasingkan Belanda di Digul.
Pada masa penjajahan Belanda, Digul memang dikenal sebagai tempat pembuangan dan pengasingan para pejuang Tanah Air yang melawan kebijakan penjajah kolonial.
Di sana, ia berkenalan dengan beberapa orang tahanan politik, antara lain Sugoro Atmoprasojo, bekas guru Taman Siswa.
Perkenalan itu menumbuhkan rasa nasionalisme dalam jiwa Marthen Indey. Sejak saat itulah, paham nasionalisme mulai mempengaruhi Marthen. Bersama 30 orang temannya ia merencanakan untuk menangkap aparat pemerintah Hindia Belanda.
Akan tetapi, rencananya tersebut tak berjalan semestinya sehingga mengalami kegagalan. Marthen Indey pun dipindahkan ke tempat terpencil di hulu Sungai Digul.
Saat Jepang menginjakkan kakinya di wilayah Irian Barat, Marthen Indey dipindahkan ke Australia untuk mengikuti pemerintahan Hindia Belanda dalam pelarian.
Ia baru kembali ke tanah kelahirannya pada tahun 1944. Saat itu, kedatangannya bersama tentara Sekutu.
Pada masa Perang Dunia II Marthen Indey ikut bertempur bersama pasukan sekutu menghadapi Jepang di Irian. Pemerintah Belanda kemudian mengangkatnya sebagai pelatih dalam Batalyon Papua.
Jabatan sebagai Kepala Distrik Arso Yamai dan Waris juga pernah diembannya selama 2 tahun, yakni dari tahun 1945 hingga 1947.
Namun secara diam-diam, ia berkomunikasi dengan para mantan tahanan politik kolonial Digul yang bekerja sebagai guru Sekolah Pamong Praja di kota Nica (sekarang Kampung Harapan).
Mereka dipersiapkan mengadakan suatu pemberontakan guna mengusir Belanda dari bumi Irian Barat. Sayangnya rencana itu terbongkar sebelum sempat dilaksanakan.
Marthen juga melakukan perjuangan melalui jalur politik. Pada bulan Oktober 1946, ia menjadi anggota Komite Indonesia Merdeka (KIM). Pada perkembangan berikutnya, KIM berganti nama menjadi PIM (Partai Indonesia Merdeka) dan Marthen Indey sebagai ketuanya.
Pada saat kepemimpinannya di PIM, Marthen bersama 12 kepala suku lainnya menyampaikan protes kepada pemerintah Belanda yang berusaha memisahkan Irian Barat dari Republik Indonesia.
Tak pelak, protes yang dilancarkannya itu menimbulkan kecurigaan di kubu pemerintah Belanda. Dalam kesempatan cuti di Ambon bulan Januari 1946, ia menghubungi tokoh-tokoh mantan sersan militer Inggris Maluku yang pro-RI.
Sampai pada akhirnya Belanda pun mengetahui bahwa Marthen sering mengadakan komunikasi dengan kelompok pro-Indonesia di Ambon. Ia pun ditangkap pemerintah Belanda dan harus mendekam di penjara selama tiga tahun.
Seakan tak kenal lelah, peran serta Marthen Indey dalam membebaskan Irian Barat dari belenggu penjajahan terus berlanjut.
Pada bulan Januari 1962, di masa Tri Komando Rakyat (Trikora), ia menyusun kekuatan gerilya dan membantu menyelamatkan beberapa anggota RPKAD yang didaratkan di Irian Jaya selama Trikora, banyak di antaranya yang dilindungi Marthen Indey di rumahnya.
Di tahun yang sama, ia menyampaikan Piagam Kota Baru kepada Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966) Presiden Soekarno. Piagam tersebut berisi penegasan tekad rakyat Irian Jaya untuk tetap setia kepada NKRI.
Pada bulan Desember 1962, guna melakukan perundingan dengan utusan Belanda mengenai pengembalian Irian Barat ke dalam wilayah RI, bersama E. Y. Bonay, Marthen diberangkatkan ke New York sebagai anggota delegasi Indonesia mewakili Irian Jaya untuk menyampaikan tuntutan kepada PBB agar masa pemerintahan sementara dipersingkat dan Irian Barat segera dimasukkan ke dalam wilayah RI.
Trikora diakhiri dengan perjanjian antara RI dan Belanda. Untuk sementara, Irian Barat ditempatkan di bawah pemerintahan sementara PBB.
Sesudah Irian Barat resmi menjadi wilayah RI dan namanya diganti menjadi Irian Jaya, Marthen Indey menyumbangkan tenaganya untuk membangun daerah itu.
Atas jasa-jasanya, Marthen Indey kemudian diangkat menjadi anggota MPRS (Majelis Pemusyawaratan Rakyat Sementara) mewakili Irian Jaya, terhitung dari tahun 1963 hingga 1968.
Selain sebagai anggota MPRS, jabatan sebagai kontrolir berpangkat mayor tituler diperbantukan pada Residen Jayapura juga dipercayakan padanya.
Marthen Indey meninggal dunia pada 17 Juli 1986 di usianya yang ke 74 tahun. Atas jasa-jasanya kepada negara, Marthen Indey dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Sumber:
wikipedia.org
tokohindonesia
pusakaindonesia.org
(nag)
Marthen Indey lahir pada 14 Maret 1912 di Doromena, Jayapura, Irian Jaya. Ia mendapat pendidikan setingkat Sekolah Dasar, serta Sekolah Pelayaran.
Usai Sekolah Pelayaran, Marthen Indey Kemudian Sekolah Kapolri (1968-1971) polisi di Sukabumi, Jawa Barat. Awalnya ia berprofesi sebagai anggota Kapolri (1968-1971) polisi Hindia Belanda, namun kemudian berganti haluan.
Tahun 1941 Marthen Indey bertugas mengawasi pejuang-pejuang Indonesia yang diasingkan Belanda di Digul.
Pada masa penjajahan Belanda, Digul memang dikenal sebagai tempat pembuangan dan pengasingan para pejuang Tanah Air yang melawan kebijakan penjajah kolonial.
Di sana, ia berkenalan dengan beberapa orang tahanan politik, antara lain Sugoro Atmoprasojo, bekas guru Taman Siswa.
Perkenalan itu menumbuhkan rasa nasionalisme dalam jiwa Marthen Indey. Sejak saat itulah, paham nasionalisme mulai mempengaruhi Marthen. Bersama 30 orang temannya ia merencanakan untuk menangkap aparat pemerintah Hindia Belanda.
Akan tetapi, rencananya tersebut tak berjalan semestinya sehingga mengalami kegagalan. Marthen Indey pun dipindahkan ke tempat terpencil di hulu Sungai Digul.
Saat Jepang menginjakkan kakinya di wilayah Irian Barat, Marthen Indey dipindahkan ke Australia untuk mengikuti pemerintahan Hindia Belanda dalam pelarian.
Ia baru kembali ke tanah kelahirannya pada tahun 1944. Saat itu, kedatangannya bersama tentara Sekutu.
Pada masa Perang Dunia II Marthen Indey ikut bertempur bersama pasukan sekutu menghadapi Jepang di Irian. Pemerintah Belanda kemudian mengangkatnya sebagai pelatih dalam Batalyon Papua.
Jabatan sebagai Kepala Distrik Arso Yamai dan Waris juga pernah diembannya selama 2 tahun, yakni dari tahun 1945 hingga 1947.
Namun secara diam-diam, ia berkomunikasi dengan para mantan tahanan politik kolonial Digul yang bekerja sebagai guru Sekolah Pamong Praja di kota Nica (sekarang Kampung Harapan).
Mereka dipersiapkan mengadakan suatu pemberontakan guna mengusir Belanda dari bumi Irian Barat. Sayangnya rencana itu terbongkar sebelum sempat dilaksanakan.
Marthen juga melakukan perjuangan melalui jalur politik. Pada bulan Oktober 1946, ia menjadi anggota Komite Indonesia Merdeka (KIM). Pada perkembangan berikutnya, KIM berganti nama menjadi PIM (Partai Indonesia Merdeka) dan Marthen Indey sebagai ketuanya.
Pada saat kepemimpinannya di PIM, Marthen bersama 12 kepala suku lainnya menyampaikan protes kepada pemerintah Belanda yang berusaha memisahkan Irian Barat dari Republik Indonesia.
Tak pelak, protes yang dilancarkannya itu menimbulkan kecurigaan di kubu pemerintah Belanda. Dalam kesempatan cuti di Ambon bulan Januari 1946, ia menghubungi tokoh-tokoh mantan sersan militer Inggris Maluku yang pro-RI.
Sampai pada akhirnya Belanda pun mengetahui bahwa Marthen sering mengadakan komunikasi dengan kelompok pro-Indonesia di Ambon. Ia pun ditangkap pemerintah Belanda dan harus mendekam di penjara selama tiga tahun.
Seakan tak kenal lelah, peran serta Marthen Indey dalam membebaskan Irian Barat dari belenggu penjajahan terus berlanjut.
Pada bulan Januari 1962, di masa Tri Komando Rakyat (Trikora), ia menyusun kekuatan gerilya dan membantu menyelamatkan beberapa anggota RPKAD yang didaratkan di Irian Jaya selama Trikora, banyak di antaranya yang dilindungi Marthen Indey di rumahnya.
Di tahun yang sama, ia menyampaikan Piagam Kota Baru kepada Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966) Presiden Soekarno. Piagam tersebut berisi penegasan tekad rakyat Irian Jaya untuk tetap setia kepada NKRI.
Pada bulan Desember 1962, guna melakukan perundingan dengan utusan Belanda mengenai pengembalian Irian Barat ke dalam wilayah RI, bersama E. Y. Bonay, Marthen diberangkatkan ke New York sebagai anggota delegasi Indonesia mewakili Irian Jaya untuk menyampaikan tuntutan kepada PBB agar masa pemerintahan sementara dipersingkat dan Irian Barat segera dimasukkan ke dalam wilayah RI.
Trikora diakhiri dengan perjanjian antara RI dan Belanda. Untuk sementara, Irian Barat ditempatkan di bawah pemerintahan sementara PBB.
Sesudah Irian Barat resmi menjadi wilayah RI dan namanya diganti menjadi Irian Jaya, Marthen Indey menyumbangkan tenaganya untuk membangun daerah itu.
Atas jasa-jasanya, Marthen Indey kemudian diangkat menjadi anggota MPRS (Majelis Pemusyawaratan Rakyat Sementara) mewakili Irian Jaya, terhitung dari tahun 1963 hingga 1968.
Selain sebagai anggota MPRS, jabatan sebagai kontrolir berpangkat mayor tituler diperbantukan pada Residen Jayapura juga dipercayakan padanya.
Marthen Indey meninggal dunia pada 17 Juli 1986 di usianya yang ke 74 tahun. Atas jasa-jasanya kepada negara, Marthen Indey dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Sumber:
wikipedia.org
tokohindonesia
pusakaindonesia.org
(nag)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.