Letkol Pnb Dedy Iskandar
Tanah di pemakaman pahlawan (TMP) Semaki Yogyakarta dan Suropati Malang belum lagi kering ketika Komandan Skadron Udara 21 Wing 2 Lanud Abdul Saleh Malang, Letkol Pnb Dedy Iskandar, mengudarakan Super Tucano.
Pesawat tempur canggih, yang membuat gugur Mayor Pnb Ivy Syafatillah dan teknisi Serma Syaiful Arief Rochman, itu seperti diakui Letkol Dedy, sebagai pesawat yang sangat cocok dengan kondisi alam negeri ini.
“Menerbangkan Super Tucano itu memiliki kualifikasi khusus, termasuk Mayor Pnb Ivy Syafatillah,” ujarnya, didampingi Kapen Lanud Abd Saleh, Mayor Hamdi L Allo.
“Salah satu tugas saya selaku komandan adalah mengijinkan pilot menerbangkan Super Tucano setelah meneliti kemahiran dan kondisi psikologis pilot, sehingga tidak asal terbang.”
Hal itu juga yang dialami perwira menengah lulusan Akademi TNI Angkatan Udara (AAU) tahun 2001 dengan 700 jam terbang bersama Super Tucano. Pengalaman lainnya juga menerbangkan pesawat Hawk saat bergabung di Skadron I Pontianak dan Sukhoi pada 2005.
“Saya mempelajari Super Tucano mulai teori dan sistem pesawat secara general di Brazil” kata lelaki asal Gresik yang sudah 19 tahun bertugas dan beberapa menerima tanda jasa. Letkol Dedy juga menjadi instruktur bagi siswa yang akan menempuh pendidikan berkaitan Super Tucano. (rinaldi/sir)
Tanah di pemakaman pahlawan (TMP) Semaki Yogyakarta dan Suropati Malang belum lagi kering ketika Komandan Skadron Udara 21 Wing 2 Lanud Abdul Saleh Malang, Letkol Pnb Dedy Iskandar, mengudarakan Super Tucano.
Pesawat tempur canggih, yang membuat gugur Mayor Pnb Ivy Syafatillah dan teknisi Serma Syaiful Arief Rochman, itu seperti diakui Letkol Dedy, sebagai pesawat yang sangat cocok dengan kondisi alam negeri ini.
“Menerbangkan Super Tucano itu memiliki kualifikasi khusus, termasuk Mayor Pnb Ivy Syafatillah,” ujarnya, didampingi Kapen Lanud Abd Saleh, Mayor Hamdi L Allo.
“Salah satu tugas saya selaku komandan adalah mengijinkan pilot menerbangkan Super Tucano setelah meneliti kemahiran dan kondisi psikologis pilot, sehingga tidak asal terbang.”
Hal itu juga yang dialami perwira menengah lulusan Akademi TNI Angkatan Udara (AAU) tahun 2001 dengan 700 jam terbang bersama Super Tucano. Pengalaman lainnya juga menerbangkan pesawat Hawk saat bergabung di Skadron I Pontianak dan Sukhoi pada 2005.
“Saya mempelajari Super Tucano mulai teori dan sistem pesawat secara general di Brazil” kata lelaki asal Gresik yang sudah 19 tahun bertugas dan beberapa menerima tanda jasa. Letkol Dedy juga menjadi instruktur bagi siswa yang akan menempuh pendidikan berkaitan Super Tucano. (rinaldi/sir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.