"Kombinasi penggunaan `hard power` dan `soft power` dibutuhkan dalam mengatasi ekstrimisme." Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf) ☆
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) membagi pengalaman terkait cara Indonesia dalam menangani dan memberantas aksi terorisme dan ektrimisme di hadapan forum KTT AS-ASEAN.
Presiden Jokowi dalam salah satu sesi Retreat II Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AS-ASEAN yang dilaksanakan pada Selasa pagi waktu setempat atau Rabu dini hari waktu Jakarta dengan perbedaan waktu California 15 jam lebih lambat dari Jakarta mencontohkan aksi teror dalam bentuk ancaman bom di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia mengingatkan pentingnya kerja sama dalam tiga hal, yakni mempromosikan toleransi, memberantas terorisme dan ekstrimisme, serta mengatasi akar masalah dan menciptakan suasana kondusif terhadap terorisme.
"Kombinasi penggunaan hard power dan soft power dibutuhkan dalam mengatasi ekstrimisme," katanya.
Ia menambahkan, terkait pendekatan "hard power", Indonesia sedang mengkaji ulang Undang-Undang Terorisme.
Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat payung hukum dalam menghadapi terorisme.
"Penguatan legislasi ini, tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan penghormatan terhadap hak asasi manusia," ucap Presiden.
Pada waktu yang bersamaan, lanjut Presiden, pendekatan "soft power" juga diperkuat.
Caranya dengan melakukan pendekatan agama dan kebudayaan, melibatkan masyarakat, melibatkan organisasi masyarakat dan keagamaan.
Menurut dia, diversifikasi pendekatan deradikalisasi dan kontra radikalisasi juga dilakukan melalui program rehabilitasi narapidana teroris serta program penerimaan kembali (reintegrasi) di masyarakat.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) membagi pengalaman terkait cara Indonesia dalam menangani dan memberantas aksi terorisme dan ektrimisme di hadapan forum KTT AS-ASEAN.
Presiden Jokowi dalam salah satu sesi Retreat II Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AS-ASEAN yang dilaksanakan pada Selasa pagi waktu setempat atau Rabu dini hari waktu Jakarta dengan perbedaan waktu California 15 jam lebih lambat dari Jakarta mencontohkan aksi teror dalam bentuk ancaman bom di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia mengingatkan pentingnya kerja sama dalam tiga hal, yakni mempromosikan toleransi, memberantas terorisme dan ekstrimisme, serta mengatasi akar masalah dan menciptakan suasana kondusif terhadap terorisme.
"Kombinasi penggunaan hard power dan soft power dibutuhkan dalam mengatasi ekstrimisme," katanya.
Ia menambahkan, terkait pendekatan "hard power", Indonesia sedang mengkaji ulang Undang-Undang Terorisme.
Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat payung hukum dalam menghadapi terorisme.
"Penguatan legislasi ini, tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan penghormatan terhadap hak asasi manusia," ucap Presiden.
Pada waktu yang bersamaan, lanjut Presiden, pendekatan "soft power" juga diperkuat.
Caranya dengan melakukan pendekatan agama dan kebudayaan, melibatkan masyarakat, melibatkan organisasi masyarakat dan keagamaan.
Menurut dia, diversifikasi pendekatan deradikalisasi dan kontra radikalisasi juga dilakukan melalui program rehabilitasi narapidana teroris serta program penerimaan kembali (reintegrasi) di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.