Indonesia tidak mengakui nine dotted line SIKAP Prabowo Subianto atas konflik Laut China Selatan dinilai berbahaya. Sebab, dengan mengakui kabupaten Natuna masuk dalam nine dotted line (sembilan garis putus-putus) buatan Tiongkok, Prabowo telah masuk dalam perangkap untuk melakukan negosiasi wilayah Indonesia.
"Posisi prabowo justru bahaya, karena masuk perangkap yang akan membuka celah untuk lakukan negosiasi wilayah," kata pengamat Militer dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, di Media Center Jokowi-JK, di Jalan Cemara, Jakarta, Selasa (24/6).
Dengan melakukan negosiasi wilayah, berarti Indonesia mengakui adanya wilayah Tiongkok yang masuk dalam wilayah Indonesia. Bisa jadi, Indonesia kehilangan wilayahnya. Padahal, batas-batas wilayah Indonesia sudah pasti dan jelas. "Posisi Indonesia sampai hari ini, tidak punya sengketa wilayah dengan negara manapun," kata Andi.
Dia menegaskan, Prabowo telah masuk dalam jebakan nine dotted line buatan Tiongkok. Sebaliknya, sikap Jokowi dinilai Andi sudah tepat. Sebab Indonesia bukan claimant state, negara yang ikut berseteru, di Laut China Selatan, dan tidak mengakui nine dotted line yang dibuat Tiongkok.
Hal ini, sejalan dengan sikap pemerintah SBY, dimana Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan bahwa Indonesia bukan termasuk negara yang berseteru dan mengakui nine dotted line.
Pada Maret 2014 lalu, Marty juga membantah Indonesia bersengketa dengan Tiongkok terkait Natuna. Sebaliknya, Tiongkok dan Indonesia menjalin kerjasama erat, diantaranya kerjasama kelautan melalui Maritime Forum.
Pengamat Ekonomi Pertahanan Universitas Indonesia, Posma Sariguna JK Hutasoit menambahkan, Indonesia tak seharusnya ikut campur dalam konflik yang dimainkan oleh bangsa asing. Apalagi, saat ini terjadi rivalitas baik dalam perekonomian dan pertahanan antara Amerika dan Tiongkok. "Jokowi tidak ingin terperangkap dan terpengaruh dengan hal tersebut dengan tetap mengedepankan penjagaan seluruh wilayah NKRI," kata Posma.
"Posisi prabowo justru bahaya, karena masuk perangkap yang akan membuka celah untuk lakukan negosiasi wilayah," kata pengamat Militer dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, di Media Center Jokowi-JK, di Jalan Cemara, Jakarta, Selasa (24/6).
Dengan melakukan negosiasi wilayah, berarti Indonesia mengakui adanya wilayah Tiongkok yang masuk dalam wilayah Indonesia. Bisa jadi, Indonesia kehilangan wilayahnya. Padahal, batas-batas wilayah Indonesia sudah pasti dan jelas. "Posisi Indonesia sampai hari ini, tidak punya sengketa wilayah dengan negara manapun," kata Andi.
Dia menegaskan, Prabowo telah masuk dalam jebakan nine dotted line buatan Tiongkok. Sebaliknya, sikap Jokowi dinilai Andi sudah tepat. Sebab Indonesia bukan claimant state, negara yang ikut berseteru, di Laut China Selatan, dan tidak mengakui nine dotted line yang dibuat Tiongkok.
Hal ini, sejalan dengan sikap pemerintah SBY, dimana Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan bahwa Indonesia bukan termasuk negara yang berseteru dan mengakui nine dotted line.
Pada Maret 2014 lalu, Marty juga membantah Indonesia bersengketa dengan Tiongkok terkait Natuna. Sebaliknya, Tiongkok dan Indonesia menjalin kerjasama erat, diantaranya kerjasama kelautan melalui Maritime Forum.
Pengamat Ekonomi Pertahanan Universitas Indonesia, Posma Sariguna JK Hutasoit menambahkan, Indonesia tak seharusnya ikut campur dalam konflik yang dimainkan oleh bangsa asing. Apalagi, saat ini terjadi rivalitas baik dalam perekonomian dan pertahanan antara Amerika dan Tiongkok. "Jokowi tidak ingin terperangkap dan terpengaruh dengan hal tersebut dengan tetap mengedepankan penjagaan seluruh wilayah NKRI," kata Posma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.