Tujuh pangkalan udara di luar pangkalan induk pesawat tempur memiliki posisi strategis dalam menangkal berbagai pelanggaran wilayah udara dan pengamananKohanudnas merencanakan punya sendiri dua skadron tempur sergap (Lysenko Sergey) ☆
Kebutuhan skadron tempur pemburu sangat dirasakan oleh Kohanudnas untuk bisa melakukan intersepsi pesawat asing secara cepat. Kurangnya armada pesawat tempur strategis di TNI AU jadi kendala mengapa selama ini para pelanggar kedaulatan udara di Indonesia banyak yang lolos.
Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Marsda TNI Hadiyan Sumintaatmadja menyatakan, Kohanudnas butuh minimal dua skadron tempur strategis (pemburu) secara mandiri. Artinya, skadron tempur berada di bawah naungan Kohanudnas agar penggelaran kekuatannya tidak terganggu oleh misi-misi lain yang juga diemban TNI AU (Koopsau I dan II).
"Dulu Kohanudnas punya Wing 300 yang memang kekuatannya didedikasikan khusus untuk tugas pertahanan udara nasional. Ide memiliki lagi skadron tempur sendiri ini sebenarnya sudah digulirkan sejak lama menyusul penonaktifan Wing 300 tahun 1985,"ujarnya.
Saat ini Kohanudnas sering terkendala ketika mau menempatkan kekuatan pesawat pemburu di enam pangkalan udara terdepan dan di jantung ibukota negara. "Istilahnya, kami kalau mau pakai pesawat itu kan pinjam ke Koopsau. Kohanudnas memang diberi kewenangan penuh untuk meng-airborne-kan pesawat setiap saat. Tapi Koopsau juga kan punya program sendiri yang juga butuh pesawat. Akan ideal kalau Kohanudnas juga punya armada sendiri." ujar Hadiyan menjelaskan.
Tujuh pangkalan udara di luar pangkalan induk pesawat tempur (lanud Iswahjudi, Lanud Abdulrachman Saleh, Lanud Sultan Hasanuddin, Lanud Supadio, dan Lanud Roesmin Nurjadin) yang dimaksud Pangkohanudnas, memiliki posisi strategis dalam menangkal berbagai pelanggaran wilayah udara dan pengamanan. Ketujuh lanud tersebut adalah Medan, Natuna, Tarakan, Biak, Merauke, Kupang, dan Jakarta. Mengapa Jakarta masuk? Karena ini adalah ibukota negara yang setiap saat harus terjaga. Serangan 11 September di Amerika Serikat memberikan pelajaran. Bahkan Pentagon pun jadi sasaran.
Pangkohanudnas menjabarkan, bila di tujuh pangkalan di luar pangkalan induk pesawat tempur itu harus ditempatkan satu flight pesawat pemburu (minimal tiga pesawat), maka kebutuhan untuk itu adalah 21 pesawat yang harus siap setiap saat. "Saat ini masih sulit tercapai. Jumlah F-16 dan Su-27/30 yang siap saja masih kurang untuk mendukung misi itu karena pesawat melaksanakan program lain dari Koopsau," ujarnya.
Dicontohkan, misalnya ada sasaran terdeteksi radar melakukan pelanggaran wilayah udara di suatu tempat, namun karena pesawat yang dibutuhkan sedang tidak berada di posisi terdekat dan sedang melaksanakan misi lain, maka upaya intersepsi pun tidak bisa dilaksanakan. "Makanya, saya ingin agar setiap hari ada pesawat yang ditempatkan di wilayah-wilayah strategis yang sering terjadi pelanggaran itu," kata Hadiyan.
.........................
Angkasa Magazine, No 2 November 2015 Tahun XXVI
Kebutuhan skadron tempur pemburu sangat dirasakan oleh Kohanudnas untuk bisa melakukan intersepsi pesawat asing secara cepat. Kurangnya armada pesawat tempur strategis di TNI AU jadi kendala mengapa selama ini para pelanggar kedaulatan udara di Indonesia banyak yang lolos.
Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Marsda TNI Hadiyan Sumintaatmadja menyatakan, Kohanudnas butuh minimal dua skadron tempur strategis (pemburu) secara mandiri. Artinya, skadron tempur berada di bawah naungan Kohanudnas agar penggelaran kekuatannya tidak terganggu oleh misi-misi lain yang juga diemban TNI AU (Koopsau I dan II).
"Dulu Kohanudnas punya Wing 300 yang memang kekuatannya didedikasikan khusus untuk tugas pertahanan udara nasional. Ide memiliki lagi skadron tempur sendiri ini sebenarnya sudah digulirkan sejak lama menyusul penonaktifan Wing 300 tahun 1985,"ujarnya.
Saat ini Kohanudnas sering terkendala ketika mau menempatkan kekuatan pesawat pemburu di enam pangkalan udara terdepan dan di jantung ibukota negara. "Istilahnya, kami kalau mau pakai pesawat itu kan pinjam ke Koopsau. Kohanudnas memang diberi kewenangan penuh untuk meng-airborne-kan pesawat setiap saat. Tapi Koopsau juga kan punya program sendiri yang juga butuh pesawat. Akan ideal kalau Kohanudnas juga punya armada sendiri." ujar Hadiyan menjelaskan.
Tujuh pangkalan udara di luar pangkalan induk pesawat tempur (lanud Iswahjudi, Lanud Abdulrachman Saleh, Lanud Sultan Hasanuddin, Lanud Supadio, dan Lanud Roesmin Nurjadin) yang dimaksud Pangkohanudnas, memiliki posisi strategis dalam menangkal berbagai pelanggaran wilayah udara dan pengamanan. Ketujuh lanud tersebut adalah Medan, Natuna, Tarakan, Biak, Merauke, Kupang, dan Jakarta. Mengapa Jakarta masuk? Karena ini adalah ibukota negara yang setiap saat harus terjaga. Serangan 11 September di Amerika Serikat memberikan pelajaran. Bahkan Pentagon pun jadi sasaran.
Pangkohanudnas menjabarkan, bila di tujuh pangkalan di luar pangkalan induk pesawat tempur itu harus ditempatkan satu flight pesawat pemburu (minimal tiga pesawat), maka kebutuhan untuk itu adalah 21 pesawat yang harus siap setiap saat. "Saat ini masih sulit tercapai. Jumlah F-16 dan Su-27/30 yang siap saja masih kurang untuk mendukung misi itu karena pesawat melaksanakan program lain dari Koopsau," ujarnya.
Dicontohkan, misalnya ada sasaran terdeteksi radar melakukan pelanggaran wilayah udara di suatu tempat, namun karena pesawat yang dibutuhkan sedang tidak berada di posisi terdekat dan sedang melaksanakan misi lain, maka upaya intersepsi pun tidak bisa dilaksanakan. "Makanya, saya ingin agar setiap hari ada pesawat yang ditempatkan di wilayah-wilayah strategis yang sering terjadi pelanggaran itu," kata Hadiyan.
.........................
Angkasa Magazine, No 2 November 2015 Tahun XXVI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.