Ilustrasi. (ANTARA/Fadlansyah) ☆
Indonesia akan tetap berupaya mengambil alih kendali ruang udara atau flight information region (FIR) di atas Kepulauan Riau dari Singapura meski Negeri Singa belum menyepakati soal itu.
“Kami (RI-Singapura) masih bicarakan itu. Nanti tim Singapura dengan tim Indonesia bicara,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Jumat (27/11).
Menurut Luhut, nantinya Indonesia, Singapura, juga Malaysia yang berbatasan wilayah dengan Indonesia dan Singapura, akan saling bicara secara terbuka soal FIR. Pembahasan pun akan dibawa ke Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
“Itu (negosiasi) tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat,” ujar Luhut.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu mengatakan, nantinya kemungkinan ada satu periode waktu di mana Singapura tetap memberikan supervisi kepada Indonesia soal pengelolaan FIR.
Saat ini Indonesia telah menyerahkan roadmap ke Singapura dan Malaysia soal rencana pengalihan FIR itu.
“Nanti kami atur lagi. Pertemuan-pertemuan teknis antarpejabat negara akan diurus Kementerian Luar Negeri,” kata Luhut.
Kemarin, Kementerian Luar Negeri Singapura menyatakan belum sepakat dengan rencana Indonesia mengambil alih kontrol ruang udara di Kepulauan Riau yang selama ini dipegang Singapura.
“Deputi Perdana Menteri Singapura Teo Chee Hean tidak setuju dengan hal itu. Pembicaraan soal FIR mengemuka pada jamuan makan malam yang digelar Menkopolhukam Luhut Pandjaitan pada 23 November. Teo belum, dan tidak dapat menyetujui isu sebesar itu dibicarakan dalam diskusi informal singkat semalam makan malam,” demikian rilis Kementerian Luar Negeri Singapura.
Rencana Indonesia mengambil alih kendali ruang udara Kepulauan Riau dari Singapura mencuat awal September ketika Jokowi memerintahkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memodernisasi peralatan dan meningkatkan kemampuan personel agar dapat mengelola FIR secara mandiri.
Jokowi memberi waktu tiga-empat tahun bagi Kementerian Perhubungan dan TNI untuk berbenah.
Sengkarut ruang udara dua negara
Ruang udara Kepulauan Riau jatuh ke Singapura sejak 69 tahun lalu, satu tahun sejak Indonesia merdeka. Singapura menguasai sekitar 100 mil laut wilayah udara Indonesia.
Kuasa Singapura atas langit Indonesia itu ditetapkan dalam pertemuan ICAO di Dublin, Irlandia, Maret 1946. Saat keputusan dibuat, delegasi Indonesia tak hadir. Saat itu pun Singapura masih dikuasai oleh Inggris.
Situasi tersebut membuat peserta pertemuan di forum ICAO menyerahkan kendali ruang udara kepada otoritas yang dianggap terdekat, yakni Singapura. “Terdekat” di sini dalam arti lebih dekat ke barat, lokasi digelarnya pertemuan ICAO kala itu.Kontrol ruang udara di atas Kepulauan Riau. (Dok. Chappy Hakim/Red & White Publishing) ☆
Di kemudian hari pada pertemuan antara pemerintah Indonesia dan Singapura di Bali, Januari 2012, tercapai kesepakatan bahwa kendali ruang udara di Kepulauan Riau yang dipegang Singapura akan dikembalikan ke Indonesia.
Dasar hukum pengambilalihan FIR itu ialah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 5 Bab IV soal Kedaulatan Atas Wilayah Udara dalam UU tersebut berbunyi, “Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.”
Acuan hukum berikutnya, masih pada UU Penerbangan, tercantum pada Pasal 458 Bab XXIV Ketentuan Penutup yang berbunyi, “Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian, sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.”
Berdasarkan UU Penerbangan yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 Januari 2009 itu, jelas bahwa ruang udara Indonesia yang dikendalikan asing harus berada dalam kontrol Indonesia paling lambat tahun 2024.
Selain UU Penerbangan sebagai payung hukum, Pasal 1 Konvensi Penerbangan Sipil Internasional (Konvensi Chicago 1944) berbunyi serupa. “Every state has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory.”
Upaya mengambil alih kedaulatan udara Kepulauan Riau dari Singapura sesungguhnya telah berlangsung sejak tahun 1993 dalam pertemuan Navigasi Udara Regional yang digelar ICAO di Bangkok, Thailand.
Sayangnya dalam pertemuan sepenting itu pemerintah Indonesia hanya mengirim pejabat operasional, tak sebanding dengan Singapura yang mengirim para pejabat tingginya, mulai Jaksa Agung, Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, serta para penasihat hukum laut internasional asal Negeri Singa.
Dengan komposisi delegasi kedua negara yang tak seimbang, Indonesia tak memperoleh apa-apa. Soal ruang udara Kepulauan Riau dikembalikan ke Indonesia dan Singapura untuk diputuskan secara bilateral.
Hingga kini, kedua negara belum mencapai kata sepakat. (agk)
Indonesia akan tetap berupaya mengambil alih kendali ruang udara atau flight information region (FIR) di atas Kepulauan Riau dari Singapura meski Negeri Singa belum menyepakati soal itu.
“Kami (RI-Singapura) masih bicarakan itu. Nanti tim Singapura dengan tim Indonesia bicara,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Jumat (27/11).
Menurut Luhut, nantinya Indonesia, Singapura, juga Malaysia yang berbatasan wilayah dengan Indonesia dan Singapura, akan saling bicara secara terbuka soal FIR. Pembahasan pun akan dibawa ke Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
“Itu (negosiasi) tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat,” ujar Luhut.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu mengatakan, nantinya kemungkinan ada satu periode waktu di mana Singapura tetap memberikan supervisi kepada Indonesia soal pengelolaan FIR.
Saat ini Indonesia telah menyerahkan roadmap ke Singapura dan Malaysia soal rencana pengalihan FIR itu.
“Nanti kami atur lagi. Pertemuan-pertemuan teknis antarpejabat negara akan diurus Kementerian Luar Negeri,” kata Luhut.
Kemarin, Kementerian Luar Negeri Singapura menyatakan belum sepakat dengan rencana Indonesia mengambil alih kontrol ruang udara di Kepulauan Riau yang selama ini dipegang Singapura.
“Deputi Perdana Menteri Singapura Teo Chee Hean tidak setuju dengan hal itu. Pembicaraan soal FIR mengemuka pada jamuan makan malam yang digelar Menkopolhukam Luhut Pandjaitan pada 23 November. Teo belum, dan tidak dapat menyetujui isu sebesar itu dibicarakan dalam diskusi informal singkat semalam makan malam,” demikian rilis Kementerian Luar Negeri Singapura.
Rencana Indonesia mengambil alih kendali ruang udara Kepulauan Riau dari Singapura mencuat awal September ketika Jokowi memerintahkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memodernisasi peralatan dan meningkatkan kemampuan personel agar dapat mengelola FIR secara mandiri.
Jokowi memberi waktu tiga-empat tahun bagi Kementerian Perhubungan dan TNI untuk berbenah.
Sengkarut ruang udara dua negara
Ruang udara Kepulauan Riau jatuh ke Singapura sejak 69 tahun lalu, satu tahun sejak Indonesia merdeka. Singapura menguasai sekitar 100 mil laut wilayah udara Indonesia.
Kuasa Singapura atas langit Indonesia itu ditetapkan dalam pertemuan ICAO di Dublin, Irlandia, Maret 1946. Saat keputusan dibuat, delegasi Indonesia tak hadir. Saat itu pun Singapura masih dikuasai oleh Inggris.
Situasi tersebut membuat peserta pertemuan di forum ICAO menyerahkan kendali ruang udara kepada otoritas yang dianggap terdekat, yakni Singapura. “Terdekat” di sini dalam arti lebih dekat ke barat, lokasi digelarnya pertemuan ICAO kala itu.Kontrol ruang udara di atas Kepulauan Riau. (Dok. Chappy Hakim/Red & White Publishing) ☆
Di kemudian hari pada pertemuan antara pemerintah Indonesia dan Singapura di Bali, Januari 2012, tercapai kesepakatan bahwa kendali ruang udara di Kepulauan Riau yang dipegang Singapura akan dikembalikan ke Indonesia.
Dasar hukum pengambilalihan FIR itu ialah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 5 Bab IV soal Kedaulatan Atas Wilayah Udara dalam UU tersebut berbunyi, “Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.”
Acuan hukum berikutnya, masih pada UU Penerbangan, tercantum pada Pasal 458 Bab XXIV Ketentuan Penutup yang berbunyi, “Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian, sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.”
Berdasarkan UU Penerbangan yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 Januari 2009 itu, jelas bahwa ruang udara Indonesia yang dikendalikan asing harus berada dalam kontrol Indonesia paling lambat tahun 2024.
Selain UU Penerbangan sebagai payung hukum, Pasal 1 Konvensi Penerbangan Sipil Internasional (Konvensi Chicago 1944) berbunyi serupa. “Every state has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory.”
Upaya mengambil alih kedaulatan udara Kepulauan Riau dari Singapura sesungguhnya telah berlangsung sejak tahun 1993 dalam pertemuan Navigasi Udara Regional yang digelar ICAO di Bangkok, Thailand.
Sayangnya dalam pertemuan sepenting itu pemerintah Indonesia hanya mengirim pejabat operasional, tak sebanding dengan Singapura yang mengirim para pejabat tingginya, mulai Jaksa Agung, Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, serta para penasihat hukum laut internasional asal Negeri Singa.
Dengan komposisi delegasi kedua negara yang tak seimbang, Indonesia tak memperoleh apa-apa. Soal ruang udara Kepulauan Riau dikembalikan ke Indonesia dan Singapura untuk diputuskan secara bilateral.
Hingga kini, kedua negara belum mencapai kata sepakat. (agk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.