Pidato Jokowi di Forum KAA Dipuji, Ingatkan Kita Kepada Sosok Soekarno Presiden Joko Widodo memberikan sambutan sebelum membuka Asian-African-Business Summit yang merupakan rangkaian peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Selasa (21/4/2015). Asian-African-Business Summit mengangkat tema Realization of Asia-Africa Partnership for Progress and Prosperity . (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)☠
Peneliti senior dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo mengapresiasi pidato yang disampaikan presiden Joko Widodo saat pembukaan Konferensi Asia Afrika di kawasan JCC Senayan, Jakarta.
Karyono menilai, isi pidato Jokowi sama halnya yang disampaikan Soekrano puluhan tahun silam.
"Saya menilai Jokowi adalah Soekarno kecil. Kalau kita lihat dari pidatonya, mengingatkan kita sosok Soekarno meski dengan gaya dan konteks yang berbeda di zamannya," kata Karyono dalam diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/4/2015).
Karyono menuturkan, apa yang disampaikan Jokowi dalam pidatonya sejalan dengan pemikiran Soekarno pada saat berpidato di forum yang sama tahun 1955.
Menurutnya, poin penting yang disampaikan Jokowi dalam pidato di KAA adalah menyinggung ketidakseimbangan global antara Utara dengan Selatan.
"Peran PBB yang tidak berdaya menangani konflik yang terjadi di antar negara juga menjadi poin penting pidato Jokowi," tuturnya.
Masih kata Karyono, Jokowi yang menyinggung World Bank dan IMF juga sangat penting. Karyono pun sependapat bahwa lembaga dunia itu tidak terlihat perannya dalam menyelamatkan ekonomi negara-negara berkembang.
"Contohnya adalah Brasil yang semakin terpuruk karena ikut IMF. Dan ketika Brasil memutus hubungan dengan IMF, negara itu semakin berkembang,"ujarnya.Pidato Jokowi Menegaskan Indonesia Bukan Boneka Asing Presiden Tiongkok Xi Jinping, Presiden Indonesia Joko Widodo, dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bersiap untuk foto bersama memperingati Konferensi Asia Afrika ke-60 di JCC, Jakarta, Rabu (22/4/2015).☠
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens menyambut positif pidato yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo dalam pembukaan Konferensi Asia Afrika.
Menurutnya, dengan pidato presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia bangsa yang besar.
"Pidato itu menegaskan Indonesia bukan boneka asing, yang selama ini dituduhkan. Pidato itu juga menegaskan Indonesia bukan kepanjangan asing," kata Boni dalam diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/4/2015).
Boni menuturkan, pidato Jokowi merupakan manuver besar seorang kepala negara Indonesia setelah Soekarno yang melakukan hal yang sama.
Menurutnya, apa yang disampaikan presiden Jokowi adalah hal yang tidak lazim dilakukan oleh pemimpin negara di Asia.
"Pidato itu tidak biasa di Asia. Di Amerika latin memang sudah biasa," tuturnya.
Boni menuturkan, poin-poin penting pidato yang disampaikan Jokowi merupakan kritik keras terhadap tata dunia dan pelaku-pelaku utamanya. Menurutnya, sikap yang diperlihatkan Jokowi itu terakhir terlihat dilakukan oleh Soekarno dalam sejarah Indonesia.
"Jokowi sedang mengusung sebuah solusi mondial yang saya sebut 'Jalan Ketiga Jokowi'," tuturnya.
Masih kata Boni, dalam jalan ketiga itu, Jokowi hendak mengatasi ketidakseimbangan global reformasi tata dunia.
Menurutnya, Jokowi ingin pelaku-pelaku besar dari Utara yang selama ini menjadi hegemoni harus rela menyejajarkan posisi dengan pelaku alternatif dari Selatan.
Menurut Boni, Jokowi dalam pidatonya ingin sekat Utara-Selatan dalam hubungan yang asimetris harus didekonstruksi supaya semua ada sejajar pada suatu pondasi yang sama. Dengan begitu, semua pihak bersama-sama mencari solusi untuk masalah dunia.
"Solidaritas kawasan harus bersinergi cita-cita solidaritas global supaya kebangkitan Selatan ke depan tidak melahirkan ketidakadilan struktural baru. Jokowi membayangkan tata dunia baru yang setara dan harmonis sehingga semua pihak bersatu memperjuangkan dan kesejahteraan mondial," ujarnya.Jokowi Berani Menyatakan Sikap Internasional Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya menyoroti pidato yang disampaikan presiden Joko Widodo saat pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA) di kawasan JCC Senayan, Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Menurutnya, banyak yang menarik dari KAA ini, satu diantaranya keberanian lndonesia untuk bersuara keras menyatakan sikap.
"Selama ini Politik luar negeri (Polugri) kita cari aman dengan pondasi bebas aktif. Di zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), polugri kita dibuat semakin lemas lewat slogan sejuta kawan tidak ada musuh. Saat ini, jangankan dunia, kita pun terkaget-kaget dengan keberanian ini," kata Tantowi lewat pesan singkat yang diterima, Kamis (23/4/2015).
Dirinya mengaku bangga apa yang diucapkan Jokowi dengan berani melawan tirani barat yang selama ini menjajah negara-negara ketiga dengan bantuan dana yang mengikat (binding fund) dan isu HAM.
Menurut saya seharusnya kita bangga. Hanya saja perlu dikaji lebih jauh lagi apakah pernyataan gagah berani Jokowi terkait saatnya kita meninggalkan instrumen keuangan buatan Barat itu seperti World Bank dan IMF sama nuansa dan maksudnya dengan 'go to hell with your aid' yang pernah diteriakkan oleh Bung Karno?" kata Tantowi.
"Apakah ini sekedar upaya untuk meraih dukungan Tiongkok yang kembali akan dijadikan sahabat utama? Waktulah yang akan membuktikan," ujarnya.
Namun menurutnya, Jepang sebagai aliansi Amerika dan saudara tua Indonesia, saat ini sudah sangat mengkhawatirkan Polugri kita yang condong ke Tiongkok.
"Ada kekhawatiran poros Jakarta-Beijing-Pyongyang akan hidup lagi. Kekhawatiran ini menurut saya cukup beralasan terutama ketika dalam waktu kurang dari enam bulan, Presiden Jokowi berkunjung ke Beijing. Semakin khawatir lagi ketika mereka tahu keinginan besar kita untuk bergabung di Bank investasi Infrastruktur Indonesia (AIIB)," kata Tantowi.
Lebih lanjut dirinya menilai secara pribadi untuk melihat dan menilai langkah pemerintah terkait Polugri sangat berani.
"Selayaknya kita dukung karena untuk pertama kalinya kita berani mengambil resiko," katanya.Presiden Jokowi Dikecam AS karena Pidatonya di KAA 2015 Presiden Joko Widodo bersama para pemimpin negara berfoto bersama dalam pembukaan Asian-African Summit yang merupakan puncak rangkaian peringatan 60 tahun Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (22/4/2015). Sebanyak 32 kepala negara dan delegasi dari 92 negara menghadiri rangkaian peringatan ke-60 tahun Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika di Jakarta dan Bandung yang digelar hingga 24 April 2015. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)☠
Presiden RI Joko Widodo menuai kecaman dari Amerika Serikat, seusai berpidato mengkritik sejumlah lembaga keuangan internasional yang dianggap merugikan negara dunia ketiga.
Ernest Bower, peneliti Center for Strategic and International Studies Washington DC, menilai pidato tersebut menunjukkan Presiden Jokowi tidak konsisten.
Jokowi, kata dia, di satu sisi menginginkan banyak investor asing masuk ke Indonesia. Tapi di lain sisi, mengkritik sistem dan lembaga keuangan internasional semisal International Monetary Fund (IMF) dan ASian Development Bank (ADB).
"Pemerintah seperti ingin gampangnya saja. Menyuruh investor untuk datang, tapi belum siap untuk menerapkan perbaikan yang akan memfasilitasi investasi itu," ucap Bower.
Sementara Eric Sugandi, ekonom senior Standard Chartered Bank Jakarta, menyatakan pendapat berbeda.
Ia menyetujui revitalisasi sistem finansial global seperti dalam pidato Jokowi.
Namun, menurut Eric, sang presiden dalam pidato tersebut hanya sekadar memberikan pesan yang ingin didengar penonton.
"Konteksnya harus dilihat siapa penontonnya. Ini hanya retorika politik," tukasnya.
Segendang sepenarian, ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya juga menyatakan Presiden Jokowi adalah 'pelaku'.
"Keliru jika menganggapnya sebagai seorang ideolog."
Untuk diketahui, dalam pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015, Presiden Jokowi berpidato mengemukakan pendapatnya mengenai tatabab ekonomi global baru yang diharapkan lebih terbuka untuk negara-negara berkembang.
"Pemikiran atas solusi masalah ekonomi dunia hanya terbatas pada Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), dan Asian Development Bank (ADB)," ungkapnya.
Presiden Jokowi tidak menjelaskan seperti apa perubahannya, namun ia menambahkan bahwa hal tersebut penting agar menghilangkan terjadinya dominasi antar negara, khususnya oleh Barat.
SBY Disambut Meriah
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menjadi keynote speaker dihadapan perwakilan anggota parlemen negara sahabat dalam Konfrensi Parlemen Asia-Afrika.
Acara ini merupakan rangkaian dari peringatan 60 tahun KonfrensiAsia Afrika (KAA) yang digelar DPR di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Menggunakan bahasa Inggris Chair of Global Green Growth Institute ini berpidato mengenang ketika dirinya menjadi Presiden dan menyelenggarakan peringatan KAA ke 50.
Dia pun mengapresiasi, setelah 10 tahun berjalan, perekonomian di Asia-Afrika sudah berkembang.
"Kami berharap Asia Afrika bebas kemiskinan. Karena, Asia itu pusat ekonomi, ada Tiongkok dan Jepang. Dan Afrika akan jadi pusat ekonomi juga, Rwanda," kata SBY.
Dirinya mengatakan ada tiga isu pertama yang harus dibahas dalam konfrensi kali ini. Yaitu, kemiskinan, pembangunan dan kekuatan internasional.
"Ini salah satu tantangan asia-afrika, terutama kerjasama selatan-selatan. Sekarang kita lebih mudah dibanding 60 tahun, kita lebih punya banyak sumber daya alam, yang bisa dibagi merata antara kita," kata SBY.
Lebih lanjut dirinya juga menyinggung soal kemerdekaan Palestina. Indonesia, tambahnya, juga sudah memberikan pelatihan kepada ratusan warga Palestina di bidang pembangunan.
Ketua Umum Partai Demokrat ini juga menyinggung tentang dinamika politik yang ada. Menurutnya, apapun model ekonomi dan paham politik yang dianut, tanpa pemerintahan yang baik hal itu tidak akan tercapai.
"Tugas parlemen di dunia harus meyakinkan pemerintah memerintah dengan baik bagi masyarakatnya," kata dia.
Usai pidato selama sekitar 15 menit SBY mendapatkan tepuk tangan meriah atau standing applause dari seluruh hadirin.
Peneliti senior dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo mengapresiasi pidato yang disampaikan presiden Joko Widodo saat pembukaan Konferensi Asia Afrika di kawasan JCC Senayan, Jakarta.
Karyono menilai, isi pidato Jokowi sama halnya yang disampaikan Soekrano puluhan tahun silam.
"Saya menilai Jokowi adalah Soekarno kecil. Kalau kita lihat dari pidatonya, mengingatkan kita sosok Soekarno meski dengan gaya dan konteks yang berbeda di zamannya," kata Karyono dalam diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/4/2015).
Karyono menuturkan, apa yang disampaikan Jokowi dalam pidatonya sejalan dengan pemikiran Soekarno pada saat berpidato di forum yang sama tahun 1955.
Menurutnya, poin penting yang disampaikan Jokowi dalam pidato di KAA adalah menyinggung ketidakseimbangan global antara Utara dengan Selatan.
"Peran PBB yang tidak berdaya menangani konflik yang terjadi di antar negara juga menjadi poin penting pidato Jokowi," tuturnya.
Masih kata Karyono, Jokowi yang menyinggung World Bank dan IMF juga sangat penting. Karyono pun sependapat bahwa lembaga dunia itu tidak terlihat perannya dalam menyelamatkan ekonomi negara-negara berkembang.
"Contohnya adalah Brasil yang semakin terpuruk karena ikut IMF. Dan ketika Brasil memutus hubungan dengan IMF, negara itu semakin berkembang,"ujarnya.Pidato Jokowi Menegaskan Indonesia Bukan Boneka Asing Presiden Tiongkok Xi Jinping, Presiden Indonesia Joko Widodo, dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bersiap untuk foto bersama memperingati Konferensi Asia Afrika ke-60 di JCC, Jakarta, Rabu (22/4/2015).☠
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens menyambut positif pidato yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo dalam pembukaan Konferensi Asia Afrika.
Menurutnya, dengan pidato presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia bangsa yang besar.
"Pidato itu menegaskan Indonesia bukan boneka asing, yang selama ini dituduhkan. Pidato itu juga menegaskan Indonesia bukan kepanjangan asing," kata Boni dalam diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/4/2015).
Boni menuturkan, pidato Jokowi merupakan manuver besar seorang kepala negara Indonesia setelah Soekarno yang melakukan hal yang sama.
Menurutnya, apa yang disampaikan presiden Jokowi adalah hal yang tidak lazim dilakukan oleh pemimpin negara di Asia.
"Pidato itu tidak biasa di Asia. Di Amerika latin memang sudah biasa," tuturnya.
Boni menuturkan, poin-poin penting pidato yang disampaikan Jokowi merupakan kritik keras terhadap tata dunia dan pelaku-pelaku utamanya. Menurutnya, sikap yang diperlihatkan Jokowi itu terakhir terlihat dilakukan oleh Soekarno dalam sejarah Indonesia.
"Jokowi sedang mengusung sebuah solusi mondial yang saya sebut 'Jalan Ketiga Jokowi'," tuturnya.
Masih kata Boni, dalam jalan ketiga itu, Jokowi hendak mengatasi ketidakseimbangan global reformasi tata dunia.
Menurutnya, Jokowi ingin pelaku-pelaku besar dari Utara yang selama ini menjadi hegemoni harus rela menyejajarkan posisi dengan pelaku alternatif dari Selatan.
Menurut Boni, Jokowi dalam pidatonya ingin sekat Utara-Selatan dalam hubungan yang asimetris harus didekonstruksi supaya semua ada sejajar pada suatu pondasi yang sama. Dengan begitu, semua pihak bersama-sama mencari solusi untuk masalah dunia.
"Solidaritas kawasan harus bersinergi cita-cita solidaritas global supaya kebangkitan Selatan ke depan tidak melahirkan ketidakadilan struktural baru. Jokowi membayangkan tata dunia baru yang setara dan harmonis sehingga semua pihak bersatu memperjuangkan dan kesejahteraan mondial," ujarnya.Jokowi Berani Menyatakan Sikap Internasional Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya menyoroti pidato yang disampaikan presiden Joko Widodo saat pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA) di kawasan JCC Senayan, Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Menurutnya, banyak yang menarik dari KAA ini, satu diantaranya keberanian lndonesia untuk bersuara keras menyatakan sikap.
"Selama ini Politik luar negeri (Polugri) kita cari aman dengan pondasi bebas aktif. Di zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), polugri kita dibuat semakin lemas lewat slogan sejuta kawan tidak ada musuh. Saat ini, jangankan dunia, kita pun terkaget-kaget dengan keberanian ini," kata Tantowi lewat pesan singkat yang diterima, Kamis (23/4/2015).
Dirinya mengaku bangga apa yang diucapkan Jokowi dengan berani melawan tirani barat yang selama ini menjajah negara-negara ketiga dengan bantuan dana yang mengikat (binding fund) dan isu HAM.
Menurut saya seharusnya kita bangga. Hanya saja perlu dikaji lebih jauh lagi apakah pernyataan gagah berani Jokowi terkait saatnya kita meninggalkan instrumen keuangan buatan Barat itu seperti World Bank dan IMF sama nuansa dan maksudnya dengan 'go to hell with your aid' yang pernah diteriakkan oleh Bung Karno?" kata Tantowi.
"Apakah ini sekedar upaya untuk meraih dukungan Tiongkok yang kembali akan dijadikan sahabat utama? Waktulah yang akan membuktikan," ujarnya.
Namun menurutnya, Jepang sebagai aliansi Amerika dan saudara tua Indonesia, saat ini sudah sangat mengkhawatirkan Polugri kita yang condong ke Tiongkok.
"Ada kekhawatiran poros Jakarta-Beijing-Pyongyang akan hidup lagi. Kekhawatiran ini menurut saya cukup beralasan terutama ketika dalam waktu kurang dari enam bulan, Presiden Jokowi berkunjung ke Beijing. Semakin khawatir lagi ketika mereka tahu keinginan besar kita untuk bergabung di Bank investasi Infrastruktur Indonesia (AIIB)," kata Tantowi.
Lebih lanjut dirinya menilai secara pribadi untuk melihat dan menilai langkah pemerintah terkait Polugri sangat berani.
"Selayaknya kita dukung karena untuk pertama kalinya kita berani mengambil resiko," katanya.Presiden Jokowi Dikecam AS karena Pidatonya di KAA 2015 Presiden Joko Widodo bersama para pemimpin negara berfoto bersama dalam pembukaan Asian-African Summit yang merupakan puncak rangkaian peringatan 60 tahun Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (22/4/2015). Sebanyak 32 kepala negara dan delegasi dari 92 negara menghadiri rangkaian peringatan ke-60 tahun Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika di Jakarta dan Bandung yang digelar hingga 24 April 2015. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)☠
Presiden RI Joko Widodo menuai kecaman dari Amerika Serikat, seusai berpidato mengkritik sejumlah lembaga keuangan internasional yang dianggap merugikan negara dunia ketiga.
Ernest Bower, peneliti Center for Strategic and International Studies Washington DC, menilai pidato tersebut menunjukkan Presiden Jokowi tidak konsisten.
Jokowi, kata dia, di satu sisi menginginkan banyak investor asing masuk ke Indonesia. Tapi di lain sisi, mengkritik sistem dan lembaga keuangan internasional semisal International Monetary Fund (IMF) dan ASian Development Bank (ADB).
"Pemerintah seperti ingin gampangnya saja. Menyuruh investor untuk datang, tapi belum siap untuk menerapkan perbaikan yang akan memfasilitasi investasi itu," ucap Bower.
Sementara Eric Sugandi, ekonom senior Standard Chartered Bank Jakarta, menyatakan pendapat berbeda.
Ia menyetujui revitalisasi sistem finansial global seperti dalam pidato Jokowi.
Namun, menurut Eric, sang presiden dalam pidato tersebut hanya sekadar memberikan pesan yang ingin didengar penonton.
"Konteksnya harus dilihat siapa penontonnya. Ini hanya retorika politik," tukasnya.
Segendang sepenarian, ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya juga menyatakan Presiden Jokowi adalah 'pelaku'.
"Keliru jika menganggapnya sebagai seorang ideolog."
Untuk diketahui, dalam pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015, Presiden Jokowi berpidato mengemukakan pendapatnya mengenai tatabab ekonomi global baru yang diharapkan lebih terbuka untuk negara-negara berkembang.
"Pemikiran atas solusi masalah ekonomi dunia hanya terbatas pada Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), dan Asian Development Bank (ADB)," ungkapnya.
Presiden Jokowi tidak menjelaskan seperti apa perubahannya, namun ia menambahkan bahwa hal tersebut penting agar menghilangkan terjadinya dominasi antar negara, khususnya oleh Barat.
SBY Disambut Meriah
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menjadi keynote speaker dihadapan perwakilan anggota parlemen negara sahabat dalam Konfrensi Parlemen Asia-Afrika.
Acara ini merupakan rangkaian dari peringatan 60 tahun KonfrensiAsia Afrika (KAA) yang digelar DPR di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Menggunakan bahasa Inggris Chair of Global Green Growth Institute ini berpidato mengenang ketika dirinya menjadi Presiden dan menyelenggarakan peringatan KAA ke 50.
Dia pun mengapresiasi, setelah 10 tahun berjalan, perekonomian di Asia-Afrika sudah berkembang.
"Kami berharap Asia Afrika bebas kemiskinan. Karena, Asia itu pusat ekonomi, ada Tiongkok dan Jepang. Dan Afrika akan jadi pusat ekonomi juga, Rwanda," kata SBY.
Dirinya mengatakan ada tiga isu pertama yang harus dibahas dalam konfrensi kali ini. Yaitu, kemiskinan, pembangunan dan kekuatan internasional.
"Ini salah satu tantangan asia-afrika, terutama kerjasama selatan-selatan. Sekarang kita lebih mudah dibanding 60 tahun, kita lebih punya banyak sumber daya alam, yang bisa dibagi merata antara kita," kata SBY.
Lebih lanjut dirinya juga menyinggung soal kemerdekaan Palestina. Indonesia, tambahnya, juga sudah memberikan pelatihan kepada ratusan warga Palestina di bidang pembangunan.
Ketua Umum Partai Demokrat ini juga menyinggung tentang dinamika politik yang ada. Menurutnya, apapun model ekonomi dan paham politik yang dianut, tanpa pemerintahan yang baik hal itu tidak akan tercapai.
"Tugas parlemen di dunia harus meyakinkan pemerintah memerintah dengan baik bagi masyarakatnya," kata dia.
Usai pidato selama sekitar 15 menit SBY mendapatkan tepuk tangan meriah atau standing applause dari seluruh hadirin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.