Buku Kopassus untuk Indonesia☠
Banyak pihak menuding prajurit Kopassus tak punya hati nurani. Namun kisah satu kompi Kopassus di tengah pertempuran ini seakan menepis mitos tersebut.
Saat itu Letnan Satu Djon Afriadi memimpin 10 orang anggota Kopassus di Aceh. Misi tempurnya jelas, rebut sebanyak-banyaknya senjata musuh dan tekan gerakan separatis.
Kisah ini dimuat dalam buku Kopassus untuk Indonesia yang ditulis Iwan Santosa dan EA Natanegara terbitan R&W.
Tanggal 9 Mei 2001 tim yang dipimpin Lettu Afriadi terlibat kontak dengan sejumlah besar anggota Gerakan Aceh Merdeka. Afriadi optimistis timnya bisa menang dan merebut banyak senjata.
Namun tiba-tiba di tengah sawah, tempat pertempuran itu, seorang ibu berlari sambil menggendong anak perempuannya. Prajurit Kopassus menghentikan tembakan. Mereka berteriak-teriak agar ibu itu menyingkir. Apalagi pihak GAM terus menerus menembak.
Namun nahas, sebelum tim Kopassus menyelamatkannya, sebutir peluru yang diduga dari pihak GAM mengenai ibu tersebut.
Melihat hal itu, seorang anak buah Lettu Afriadi yang bernama Pratu Stanley langsung merayap maju. Tindakan yang dilakukan Pratu Stanley sungguh nekat. Dia maju sampai 30 meter sambil terus menembak ke arah musuh dan melindungi anak perempuan itu.
Aksi Pratu Stanley menyelamatkan anak perempuan tersebut. Dia dibawa ke Posko Parako untuk kemudian dicari sanak keluarganya.
Selama seminggu Pratu Stanley hanya bisa 'melongo'. Tak percaya dengan keputusan dan keberaniannya yang diambilnya. Sementara Letnan Afriadi menerima teguran keras dari komandannya.
Karena menyelamatkan anak perempuan itu, Afriadi terpaksa membiarkan ratusan prajurit GAM lolos. Dia juga akhirnya tak berhasil membawa sepucuk senjata musuh satu pun.
Menyesalkah Letnan Afriadi? Ternyata tidak. Dia menerima bulat-bulat semua teguran dari komandannya. Dia juga memaklumi apa yang dilakukan Stanley. Semuanya karena hati nurani di tengah pertempuran.
"Itu adalah nurani setiap manusia. Saya sangat mengerti kenapa Stanley sampai melakukan hal itu. Buat saya dia tidak salah. Memang saya dimarahi banyak pihak karena seolah-olah tidak fokus pada tugas, tetapi saya tidak melihat ada yang salah. Stanley tidak pernah saya beri tahu mengenai teguran itu. Dia sudah cukup stres," tutup Lettu Afriadi.
Banyak pihak menuding prajurit Kopassus tak punya hati nurani. Namun kisah satu kompi Kopassus di tengah pertempuran ini seakan menepis mitos tersebut.
Saat itu Letnan Satu Djon Afriadi memimpin 10 orang anggota Kopassus di Aceh. Misi tempurnya jelas, rebut sebanyak-banyaknya senjata musuh dan tekan gerakan separatis.
Kisah ini dimuat dalam buku Kopassus untuk Indonesia yang ditulis Iwan Santosa dan EA Natanegara terbitan R&W.
Tanggal 9 Mei 2001 tim yang dipimpin Lettu Afriadi terlibat kontak dengan sejumlah besar anggota Gerakan Aceh Merdeka. Afriadi optimistis timnya bisa menang dan merebut banyak senjata.
Namun tiba-tiba di tengah sawah, tempat pertempuran itu, seorang ibu berlari sambil menggendong anak perempuannya. Prajurit Kopassus menghentikan tembakan. Mereka berteriak-teriak agar ibu itu menyingkir. Apalagi pihak GAM terus menerus menembak.
Namun nahas, sebelum tim Kopassus menyelamatkannya, sebutir peluru yang diduga dari pihak GAM mengenai ibu tersebut.
Melihat hal itu, seorang anak buah Lettu Afriadi yang bernama Pratu Stanley langsung merayap maju. Tindakan yang dilakukan Pratu Stanley sungguh nekat. Dia maju sampai 30 meter sambil terus menembak ke arah musuh dan melindungi anak perempuan itu.
Aksi Pratu Stanley menyelamatkan anak perempuan tersebut. Dia dibawa ke Posko Parako untuk kemudian dicari sanak keluarganya.
Selama seminggu Pratu Stanley hanya bisa 'melongo'. Tak percaya dengan keputusan dan keberaniannya yang diambilnya. Sementara Letnan Afriadi menerima teguran keras dari komandannya.
Karena menyelamatkan anak perempuan itu, Afriadi terpaksa membiarkan ratusan prajurit GAM lolos. Dia juga akhirnya tak berhasil membawa sepucuk senjata musuh satu pun.
Menyesalkah Letnan Afriadi? Ternyata tidak. Dia menerima bulat-bulat semua teguran dari komandannya. Dia juga memaklumi apa yang dilakukan Stanley. Semuanya karena hati nurani di tengah pertempuran.
"Itu adalah nurani setiap manusia. Saya sangat mengerti kenapa Stanley sampai melakukan hal itu. Buat saya dia tidak salah. Memang saya dimarahi banyak pihak karena seolah-olah tidak fokus pada tugas, tetapi saya tidak melihat ada yang salah. Stanley tidak pernah saya beri tahu mengenai teguran itu. Dia sudah cukup stres," tutup Lettu Afriadi.
☠ Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.