Buat prajurit biasa, terjun di pusat kekuatan musuh dan ditembaki dengan gencar merupakan mimpi buruk. Namun anehnya, bagi prajurit Kopassus TNI AD, hal itu dianggap sebagai pesta pora.
Peristiwa ini terjadi 7 Desember 1975. Saat itu TNI mengerahkan Brigade Lintas Udara dan Kopassus untuk merebut Kota Dili di Timor Timur. Pasukan Kopassus yang saat itu masih bernama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha), diterjunkan untuk merebut objek vital yang dikuasai tentara Tropas dan Fretilin.
Pertempuran berlangsung cukup sengit. Sisa-sisa pasukan Fretilin dan Tropas yang belum sempat lari ke hutan terus memberikan perlawanan dari sela-sela bangunan di Kota.
Kisah ini dituliskan oleh wartawan Senior Antara MS Kamah dalam bukunya 'Wartawan Perang dari Irian Barat hingga Timor Timur'.
MS Kamah meliput langsung puncak Operasi Seroja. Di satu sudut kota dia bertemu dengan pasukan Kopasandha.
Kamah cukup terkesan dengan gerakan tempur yang ditampilkan para prajurit muda tersebut. Dia menaksir usia para prajurit Kopasandha itu semua di bawah 25 tahun. Kepala mereka gundul semua.
"Satu regu Kopasandha ini siaga penuh di depan salon kecantikan yang telah porak poranda. Anak-anak Kopasandha berlompatan seperti kancil, tiarap dan awas memperhatikan dari mana arah tembakan," tulis Kamah.
Setelah suasana sedikit tenang, Kamah mengobrol dengan mereka. Di tengah-tengah prajurit gundul itu dia melihat ada yang berambut panjang warna-warni. Kamah heran, kok bisa? Ternyata mereka memakai wig dari salon yang sudah porak poranda itu.
"Coba bapak lihat, ini rambut hadiah dari Tropas," kata seorang prajurit sambil tertawa.
Walau berada di tengah pertempuran sengit, para prajurit muda itu tetap ceria. Mereka bercerita pada wartawan senior tersebut tadi mereka sempat berpesta pora.
Lagi-lagi Kamah bingung, apa maksudnya pesta pora. Bukankah sejak melompat dari pesawat mereka langsung terus mengalami pertempuran sengit?
"Waahh itu dia pesta pora," jawab para prajurit serentak.
Seorang prajurit menyambung cerita. "Dengan mengucap Bismillah saya terjun," katanya.
Tembakan gencar dari bawah tak membuat mereka takut. Saat mendarat mereka langsung mengambil posisi tempur dan terlibat tembak menembak. Ada beberapa pasukan yang tercecer dan mendarat berjauhan. Namun mereka segera mampu bergabung dengan kawan-kawannya untuk melakukan penyerangan.
Kamah memuji para prajurit muda itu dalam tulisannya.
"Latihan berat selama pendidikan telah membekali mereka untuk mampu mengatasi tantangan apa pun dalam suatu medan tempur."
Peristiwa ini terjadi 7 Desember 1975. Saat itu TNI mengerahkan Brigade Lintas Udara dan Kopassus untuk merebut Kota Dili di Timor Timur. Pasukan Kopassus yang saat itu masih bernama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha), diterjunkan untuk merebut objek vital yang dikuasai tentara Tropas dan Fretilin.
Pertempuran berlangsung cukup sengit. Sisa-sisa pasukan Fretilin dan Tropas yang belum sempat lari ke hutan terus memberikan perlawanan dari sela-sela bangunan di Kota.
Kisah ini dituliskan oleh wartawan Senior Antara MS Kamah dalam bukunya 'Wartawan Perang dari Irian Barat hingga Timor Timur'.
MS Kamah meliput langsung puncak Operasi Seroja. Di satu sudut kota dia bertemu dengan pasukan Kopasandha.
Kamah cukup terkesan dengan gerakan tempur yang ditampilkan para prajurit muda tersebut. Dia menaksir usia para prajurit Kopasandha itu semua di bawah 25 tahun. Kepala mereka gundul semua.
"Satu regu Kopasandha ini siaga penuh di depan salon kecantikan yang telah porak poranda. Anak-anak Kopasandha berlompatan seperti kancil, tiarap dan awas memperhatikan dari mana arah tembakan," tulis Kamah.
Setelah suasana sedikit tenang, Kamah mengobrol dengan mereka. Di tengah-tengah prajurit gundul itu dia melihat ada yang berambut panjang warna-warni. Kamah heran, kok bisa? Ternyata mereka memakai wig dari salon yang sudah porak poranda itu.
"Coba bapak lihat, ini rambut hadiah dari Tropas," kata seorang prajurit sambil tertawa.
Walau berada di tengah pertempuran sengit, para prajurit muda itu tetap ceria. Mereka bercerita pada wartawan senior tersebut tadi mereka sempat berpesta pora.
Lagi-lagi Kamah bingung, apa maksudnya pesta pora. Bukankah sejak melompat dari pesawat mereka langsung terus mengalami pertempuran sengit?
"Waahh itu dia pesta pora," jawab para prajurit serentak.
Seorang prajurit menyambung cerita. "Dengan mengucap Bismillah saya terjun," katanya.
Tembakan gencar dari bawah tak membuat mereka takut. Saat mendarat mereka langsung mengambil posisi tempur dan terlibat tembak menembak. Ada beberapa pasukan yang tercecer dan mendarat berjauhan. Namun mereka segera mampu bergabung dengan kawan-kawannya untuk melakukan penyerangan.
Kamah memuji para prajurit muda itu dalam tulisannya.
"Latihan berat selama pendidikan telah membekali mereka untuk mampu mengatasi tantangan apa pun dalam suatu medan tempur."
★ Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.