Desain KFX-IFX
Proyek Fighter Experimental Korea (KF-X) dari Angkatan Udara ROK bisa menemui jalan buntu tanpa transfer teknologi kunci dari Amerika Serikat. Namun, Defense Acquisition Program Administration (DAPA) mengklaim hal itu tidak akan terjadi, karena mereka memiliki pilihan transfer teknologi dari negara ketiga.
“Bidang paling lemah dari proyek KF-X adalah kebijakan lisensi ekspor dari AS,” kata Choi Jong-kun, Profesor ilmu politik dan diplomasi di Universitas Yonsei, pada 14 Juli 2015. Dia nmenambahkan, “Jika Korea harus melakukannya sendiri karena kurangnya transfer teknologi, proyek ini tidak akan dapat diselesaikan sesuai jadwal.”
DAPA menandatangani perjanjian offset pada Oktober tahun lalu dengan Lockheed Martin yang harus memberikan teknologi kunci untuk proyek tersebut. Saat ini, prosedur perizinan ekspor tersebut sedang dibahas pemerintah AS. Dikatakan bahwa pemerintah AS tidak bersedia untuk memberikan empat teknologi kunci, termasuk radar aktif AESA.
DAPA mengatakan bahwa mereka mengejar / memenuhi jadwal yang telah ditentukan dengan terus berbicara dengan AS dan bekerja sama dengan negara ketiga, hanya jika persoalan transfer teknologi dengan AS, bermasalah.
Menurut profesor tersebut, AS mungkin akan terus menyimpan teknologi kunci tersebut untuk dirinya sendiri, karena kehadiran Indonesia, sebuah negara Islam, dalam proyek tersebut. “Jika Indonesia menarik diri dari proyek negara ini, masalah bisa muncul dalam bentuk beban anggaran dan pengurangan skala proyek,” lanjutnya.
Jung Suk-yee
15 Juli 2015
[businesskorea.co.kr]
Proyek Fighter Experimental Korea (KF-X) dari Angkatan Udara ROK bisa menemui jalan buntu tanpa transfer teknologi kunci dari Amerika Serikat. Namun, Defense Acquisition Program Administration (DAPA) mengklaim hal itu tidak akan terjadi, karena mereka memiliki pilihan transfer teknologi dari negara ketiga.
“Bidang paling lemah dari proyek KF-X adalah kebijakan lisensi ekspor dari AS,” kata Choi Jong-kun, Profesor ilmu politik dan diplomasi di Universitas Yonsei, pada 14 Juli 2015. Dia nmenambahkan, “Jika Korea harus melakukannya sendiri karena kurangnya transfer teknologi, proyek ini tidak akan dapat diselesaikan sesuai jadwal.”
DAPA menandatangani perjanjian offset pada Oktober tahun lalu dengan Lockheed Martin yang harus memberikan teknologi kunci untuk proyek tersebut. Saat ini, prosedur perizinan ekspor tersebut sedang dibahas pemerintah AS. Dikatakan bahwa pemerintah AS tidak bersedia untuk memberikan empat teknologi kunci, termasuk radar aktif AESA.
DAPA mengatakan bahwa mereka mengejar / memenuhi jadwal yang telah ditentukan dengan terus berbicara dengan AS dan bekerja sama dengan negara ketiga, hanya jika persoalan transfer teknologi dengan AS, bermasalah.
Menurut profesor tersebut, AS mungkin akan terus menyimpan teknologi kunci tersebut untuk dirinya sendiri, karena kehadiran Indonesia, sebuah negara Islam, dalam proyek tersebut. “Jika Indonesia menarik diri dari proyek negara ini, masalah bisa muncul dalam bentuk beban anggaran dan pengurangan skala proyek,” lanjutnya.
Jung Suk-yee
15 Juli 2015
[businesskorea.co.kr]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.