Helikopter pesanan TNI AU di Bandung. [antara]
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menyatakan rencana pembelian helikopter VVIP buatan Italia, AgustaWestland AW101, lantaran kinerja PT Dirgantara Indonesia (PT DI) lamban karena ada beberapa pesanan TNI AU hingga kini belum dikirimkan.
"Seperti pesanan enam unit helikopter Super Cougar atau yang juga dikenal sebagai Eurocopter EC725 Caracal untuk rencana strategis (renstra) I pada 2010-2014, seharusnya datang pada Mei 2015 lalu," kata Agus saat menghadiri HUT Korpri ke-44 di Mabes TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin.
Dari pesanan enam unit helikopter transportasi taktis jarak jauh itu, sudah ada beberapa yang siap dikirimkan. Namun, TNI AU tidak mau menerima jika pesanan belum lengkap. Kontrak ditandatangani pada tahun 2012 dan seharusnya selesai dalam waktu 38 bulan, sehingga perjanjian pun diamandemen sehingga waktunya mundur.
"Sudah masuk sebelumnya di PT DI, tapi belum kami terima karena ada pending item. Semoga tahun 2016 bisa masuk dua unit," kata KSAU.
Ia menyebutkan, saat membeli pesawat dari PT DI, TNI Angkatan Udara harus melihat dulu PT DI sedang bekerja sama dengan produsen alutsista asing yang mana untuk produk tertentu. TNI AU pun akan mengkaji kekurangan dan kelebihannya, seperti pesanan Eurocopter EC725, PT DI bekerja sama dengan Airbus dari Prancis.
"Sebelum beli heli angkut sedang kita lihat kerja sama dengan siapa. (Misalnya) seperti beli Super Puma kita beli di PT DI kerja sama dengan Airbus," kata Agus yang juga sebagai Komisaris Utama PT DI.
Soal proses produksi PT DI yang lama juga menjadi salah satu alasan TNI AU memilih AW101 dari Italia untuk helikopter kepresidenan dan tamu VVIP.
"PT DI dari mana heli dan pesawat? Ya beli, (misalkan) dari Amerika, beli dari luar kan. Jadi belum sanggup PT DI, contoh heli Apache sanggup nggak?" kata Agus.
Untuk pengadaan helikopter VVIP ini TNI AU tidak ingin sembarangan karena selain untuk memastikan keamanan dan kenyamanan presiden, wapres, tamu negara, dan VVIP lainnya, TNI AU dalam renstra kedua ini harus membeli alutsista baru yang spesifikasinya satu tingkat dari yang sebelumnya dimiliki.
"Kasihan nanti adik-adik penerus kita untuk alusista yang akan diwariskan. Makanya kita tambah, untuk ada pemeliharaan, dan ada yang siap dioperasionalkan," jelasnya.
KSAU menambahkan, kebutuhan skuadron dengan pagu anggaran yang ada cuma bisa beli delapan unit, tetapi agar adil seharusnya setiap skuadron ada. Skuadron yang akan mengoperasikan heli AW-101 tersebut, yakni Skuadron Udara 8, Skuadron Udara 6 dan Skuadron Udara 45.
"Pagu anggaran kami sanggup beli delapan unit heli AW tapi kami minta 1 lagi biar adil jadi ada sembilan unit. Anggaran kami dari pinjaman luar negeri itu renstra lima tahun," tuturnya.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menyatakan rencana pembelian helikopter VVIP buatan Italia, AgustaWestland AW101, lantaran kinerja PT Dirgantara Indonesia (PT DI) lamban karena ada beberapa pesanan TNI AU hingga kini belum dikirimkan.
"Seperti pesanan enam unit helikopter Super Cougar atau yang juga dikenal sebagai Eurocopter EC725 Caracal untuk rencana strategis (renstra) I pada 2010-2014, seharusnya datang pada Mei 2015 lalu," kata Agus saat menghadiri HUT Korpri ke-44 di Mabes TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin.
Dari pesanan enam unit helikopter transportasi taktis jarak jauh itu, sudah ada beberapa yang siap dikirimkan. Namun, TNI AU tidak mau menerima jika pesanan belum lengkap. Kontrak ditandatangani pada tahun 2012 dan seharusnya selesai dalam waktu 38 bulan, sehingga perjanjian pun diamandemen sehingga waktunya mundur.
"Sudah masuk sebelumnya di PT DI, tapi belum kami terima karena ada pending item. Semoga tahun 2016 bisa masuk dua unit," kata KSAU.
Ia menyebutkan, saat membeli pesawat dari PT DI, TNI Angkatan Udara harus melihat dulu PT DI sedang bekerja sama dengan produsen alutsista asing yang mana untuk produk tertentu. TNI AU pun akan mengkaji kekurangan dan kelebihannya, seperti pesanan Eurocopter EC725, PT DI bekerja sama dengan Airbus dari Prancis.
"Sebelum beli heli angkut sedang kita lihat kerja sama dengan siapa. (Misalnya) seperti beli Super Puma kita beli di PT DI kerja sama dengan Airbus," kata Agus yang juga sebagai Komisaris Utama PT DI.
Soal proses produksi PT DI yang lama juga menjadi salah satu alasan TNI AU memilih AW101 dari Italia untuk helikopter kepresidenan dan tamu VVIP.
"PT DI dari mana heli dan pesawat? Ya beli, (misalkan) dari Amerika, beli dari luar kan. Jadi belum sanggup PT DI, contoh heli Apache sanggup nggak?" kata Agus.
Untuk pengadaan helikopter VVIP ini TNI AU tidak ingin sembarangan karena selain untuk memastikan keamanan dan kenyamanan presiden, wapres, tamu negara, dan VVIP lainnya, TNI AU dalam renstra kedua ini harus membeli alutsista baru yang spesifikasinya satu tingkat dari yang sebelumnya dimiliki.
"Kasihan nanti adik-adik penerus kita untuk alusista yang akan diwariskan. Makanya kita tambah, untuk ada pemeliharaan, dan ada yang siap dioperasionalkan," jelasnya.
KSAU menambahkan, kebutuhan skuadron dengan pagu anggaran yang ada cuma bisa beli delapan unit, tetapi agar adil seharusnya setiap skuadron ada. Skuadron yang akan mengoperasikan heli AW-101 tersebut, yakni Skuadron Udara 8, Skuadron Udara 6 dan Skuadron Udara 45.
"Pagu anggaran kami sanggup beli delapan unit heli AW tapi kami minta 1 lagi biar adil jadi ada sembilan unit. Anggaran kami dari pinjaman luar negeri itu renstra lima tahun," tuturnya.
♘ Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.