Kapasitas produksi masih rendah, tapi tuntutan pesanan dalam negeri melimpah Pesawat J-10 melakukan latihan untuk pertunjukan udara LIMA (Langkawi International Maritime Aerospace Exhibition) yang diadakan di Malaysia, 3 Maret 2015. (Foto / CNS)
Industri senjata dalam negeri China telah meningkatkan produksi tetapi belum mampu memenuhi permintaan domestik yang merupakan pembeli senjata terbesar dunia, selain India, menurut laporan pada Guancha.cn.
Produksi China pesawat tempur J-10 dan J-11 tercatat sebesar 30 unit per tahun, jauh dari kebutuhan untuk penggantian senjata dan peralatan di Angkatan Udara dan Angkatan Laut China.
Pada Paris Air Show awal bulan ini, Cina hanya mendapat orderan untuk pesawat CAC FC-1 Xiaolong dan lainnya untuk FTC-2000 Mountain Eagle (Shanying), pesawat tempur latih dua-kursi.
Sebaliknya, Eropa dan Amerika Serikat memperoleh banyak pesanan di pameran.
Pembeli utama alutsista China merupakan pelanggan lama yang telah membeli jet tempur, tetapi Mesir dan lain-lain telah bergeser sepenuhnya ke Eropa dan Amerika Serikat untuk persediaan senjata mereka, menurut laporan tersebut.
India, importir senjata terbesar kedua di dunia, juga telah beralih ke Barat dan Rusia.
Ini berarti, bahwa industri senjata China masih di belakang dalam hal kemampuan manufaktur. Permintaan domestik yang sangat besar merupakan alasan utama pertumbuhan ekspor senjata China melambat.
Selama 20 tahun terakhir, Cina telah mengembangkan peralatan militer untuk ekspor dan domestik. Misalnya, MBT tipe 90, MBT-2000, PLZ-52 dan Plz-05 (tidak untuk diekspor).
Penawaran alutsista biasanya tidak hanya tentang memenuhi kebutuhan militer tetapi menjanjikan dukungan sparepart untuk negara supaya dapat menjaga keamanannya.
China jarang membuat janji-janji dukungan politik ketika menawarkan persenjataan kepada negara lain.
Misalnya, China telah menjual senjata ke Myanmar, yang telah diganggu perang saudara selama satu dekade, tapi tidak membuat janji-janji dukungan politik.
Dalam perang antara Iran dan Irak, dan Sudan dan Sudan Selatan, Cina tidak mau berpihak.
Pada periode 2010-2014, China menggantikan Jerman sebagai eksportir senjata terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Rusia, menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). [wantchinatimes]
Industri senjata dalam negeri China telah meningkatkan produksi tetapi belum mampu memenuhi permintaan domestik yang merupakan pembeli senjata terbesar dunia, selain India, menurut laporan pada Guancha.cn.
Produksi China pesawat tempur J-10 dan J-11 tercatat sebesar 30 unit per tahun, jauh dari kebutuhan untuk penggantian senjata dan peralatan di Angkatan Udara dan Angkatan Laut China.
Pada Paris Air Show awal bulan ini, Cina hanya mendapat orderan untuk pesawat CAC FC-1 Xiaolong dan lainnya untuk FTC-2000 Mountain Eagle (Shanying), pesawat tempur latih dua-kursi.
Sebaliknya, Eropa dan Amerika Serikat memperoleh banyak pesanan di pameran.
Pembeli utama alutsista China merupakan pelanggan lama yang telah membeli jet tempur, tetapi Mesir dan lain-lain telah bergeser sepenuhnya ke Eropa dan Amerika Serikat untuk persediaan senjata mereka, menurut laporan tersebut.
India, importir senjata terbesar kedua di dunia, juga telah beralih ke Barat dan Rusia.
Ini berarti, bahwa industri senjata China masih di belakang dalam hal kemampuan manufaktur. Permintaan domestik yang sangat besar merupakan alasan utama pertumbuhan ekspor senjata China melambat.
Selama 20 tahun terakhir, Cina telah mengembangkan peralatan militer untuk ekspor dan domestik. Misalnya, MBT tipe 90, MBT-2000, PLZ-52 dan Plz-05 (tidak untuk diekspor).
Penawaran alutsista biasanya tidak hanya tentang memenuhi kebutuhan militer tetapi menjanjikan dukungan sparepart untuk negara supaya dapat menjaga keamanannya.
China jarang membuat janji-janji dukungan politik ketika menawarkan persenjataan kepada negara lain.
Misalnya, China telah menjual senjata ke Myanmar, yang telah diganggu perang saudara selama satu dekade, tapi tidak membuat janji-janji dukungan politik.
Dalam perang antara Iran dan Irak, dan Sudan dan Sudan Selatan, Cina tidak mau berpihak.
Pada periode 2010-2014, China menggantikan Jerman sebagai eksportir senjata terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Rusia, menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). [wantchinatimes]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.