KRI Tombak 629 @ Darwin [Kemlu/GM]☠
Calon Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, menegaskan bahwa pembangunan kekuatan militer Indonesia ke depan harus dilaksanakan dalam konteks mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Oleh karenanya, prioritas pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) harus diarahkan kepada TNI AU dan TNI AL.
Sikap pria yang kini menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD itu disampaikan di hadapan Komisi I DPR RI saat fit and proper test sebagai calon panglima TNI, Rabu (1/7).
Kata Gatot, pembangunan akan diletakkan dalam konteks membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Hal itu sesuai dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara besar di garis Equator.
"Maka Indonesia memerlukan angkatan bersenjata yang mampu memantau tiap sudut, merespons gejolak dengan cepat, dan mampu menghilangkan ancaman yang ada. Maka tak ada alternatif selain fokus membangun kekuatan TNI AU dan TNI AL sesegera mungkin, agar mampu mengontrol dan bekerja, sehingga bisa mengontrol laut dan udara," jelas Gatot.
Sikap itu tentu merupakan sebuah pembaharuan. Sebab jamak diketahui selama ini, bahwa pembangunan kekuatan militer Indonesia selalu bertumpu pada kekuatan TNI AD. Bahkan ketika panglima TNI dijabat seseorang berlatar belakang TNI AU dan TNI AL, belum pernah ada pernyataan demikian.
Tak urung pernyataan itu membuat Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddik cukup terkesima. Menurut dia, saat Gatot diusulkan Presiden Jokowi, banyak pihak yang mempertanyakan komitmen seorang panglima TNI berlatar belakang Angkatan Darat seperti Gatot bisa mendukung Visi Poros Maritim.
"Ini tegas disebut bahwa membangun TNI AL dan AU adalah keniscayaan dalam pembangunan militer ke depan. Ini menjawab apa yang ditanyakan sebagian pihak," kata Mahfudz.
Dia juga mengapresiasi luasnya pengetahuan Gatot soal geopolitik, geoekonomi, masalah regional, yang akan mepengaruhi dinamika di Indonesia.Ancaman Terhadap Indonesia dan Janji Nurmantyo jika Jadi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (Antara/Zabur Karuru) ☠
Calon Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, menegaskan tekadnya untuk menjaga keutuhan NKRI dari segala potensi ancaman yang mungkin dihadapi negara serta bangsa Indonesia.
Penegasan itu disampaikan dalam fit and proper test yang dilaksanakan Komisi I DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/7).
Dijelaskan Gatot, TNI bekerja dengan amanat dari UUD 1945 dan UU TNI nomor 34/2004. Mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional, serta melaksanakan tugas pokok dan fungsi TNI wajib dilakukan setiap pimpinan militer bersama anggotanya.
Tugas itu, sesuai UU nomor 34, termasuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, pemeliharaan alutista, memastikan kesiapan operasi satuan, melaksanakan pendidikan dan latihan, hingga pengamanan perbatasan.
Dalam rangka menjunjung tugas pokok serta melaksanakan Nawacita Presiden Joko Widodo, Gatot menilai harus dilihat ancaman dan tantangan yang dihadapi Indonesia.
Pada tataran global, Gatot mengatakan Indonesia perlu mencermati peningkatan populasi dunia, yang diprediksi meningkat 1 miliar jiwa setiap enam tahun. Pada 2017, diprediksi angkanya mencapai 8 miliar jiwa.
Tantangannya adalah dengan standar hidup saat ini, bumi hanya sanggup menampung 4 miliar jiwa saja. Terbukti berdasarkan data Unicef, akibat terlalu penuh, setiap hari ada 41 ribu anak yang meninggal dunia akibat kemiskinan, kelaparan, dan kesehatan yang buruk.
"Masa depan akan makin parah kalau ini tak diantisipasi," kata Gatot.
Di bidang energi, sisa cadangan energi fosil dunia diprediksi akan habis pada 2056. Data dari British Petroleum menyatakan, karena peningkatan konsumsi hingga 40 persen, energi fosil akan habis lebih cepat yakni di 2043.
Saat itu terjadi, kata Gatot, maka semua akan bergantung pada energi hayati, yang banyak ditemukan pada negara di kawasan ekuator seperti di Indonesia. Kata Gatot, jika pada 2043 diperkirakan penduduk dunia berjumlah 12,3 miliar jiwa, dimana 9,8 miliar jiwa tinggal di negara non-ekuator yang langka pangan dan energi, sisanya 2,3 Miliar negara seperti Indonesia.
"Karena letaknya di ekuator, negara ini punya potensi bercocok tanam sepanjang tahun, bisa panen berlimpah, plus sebagai sumber energi," ujarnya.
Dengan kondisi itu, diprediksi akan terjadi pergeseran latar belakang konflik dunia. Kata Gatot, bila saat ini 70 persen konflik berlatar belakang perebutan energi fosil dan wilayah Arab, maka ke depan dipastikan konflik akan berlatar belakang perebutan lahan dan energi hayati.
"Ini sudah diingatkan lama sejak oleh Presiden RI Pertama Soekarno, bahwa kekayaan alam Indonesia di suatu saat nanti akan membuat iri negara lain di dunia. Presiden Jokowi juga sudah mengingatkan, kaya sumber alam justru bisa jadi sumber petaka buat Indonesia," jelasnya.
Sementara di kawasan regional, lanjut Gatot, terjadi aktivitas reklamasi oleh Tiongkok yang memicu protes AS dan beberapa. Sehingga direspons dengan penempatan marinir AS di Australia dan pembentukan Perhimpunan Negara Ras Melanesia di sekitar pasifik.
"Ini indikasi negara besar melirik kawasan kita," imbuhnya.
Di sisi lain, lanjut Gatot, negara kawasan juga semakin membangun solidaritas, semisal kerja bersama berbagai bangsa mencari korban pesawat MH 30 milik Malaysia. Lalu ada usaha penyusunan code of conduct untuk Laut Tiongkok Selatan anatara Jepang dan China untuk mencegah konflik terbuka.
Di tataran nasional, kata Gatot, Indonesia dikelilingi oleh negara yang terikat dengan perjanjian Negara-negara Persemakmuran. Menurut sejarah, ada tiga negara itu yang pernah memiliki hubungan kurang harmonis dengan Indonesia.
Yakni Malaysia dalam konflik Sipadan-Ligitan dan Ambalat, Singapura dengan masalah reklamasi, dan Australia yang terkait insiden penyadapan dan eksekusi mati. Selain itu ada tiga batas darat dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini yang perlu diperhatikan khusus.
Semua keadaan itu harus dihadapi Indonesia bersama dengan ancaman nontradisional di dunia dalam wujud perkembangan teknologi dunia maya.
Kata Gatot, terkesan memang masalah sumber daya alam tak ada kaitannya dengan TNI.
"Namun bila diamati, sesungguhnya jadi sumber potensi konflik masa depan yang harus jadi perhatian. Konflik itu akan sangat mungkin terjadi sehingga perlu diantisipasi. Kalau kita lengah dan tak peduli, maka ini akan jadi ancaman berat," jelas Gatot.
TNI sendiri siap membantu lewat penyadaran masyarakat akan potensi ancaman lewat program teritorial, bersatu padu dengan masyarakat serta komponen bangsa lain, memperkuat negara.
"Saya akan bekerja keras menjamin stabilitas pertahanan dan keamanan negara, guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberhasilan mewujudkannya akan sangat tergantung pada dukunggan seluruh komponen rakyat dan lembaga di eksekutif dan legislatif," ujarnya.
"Sikap saya, NKRI adalah harga mati. Saya tak kenal kompromi dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Apabila Komisi I DPR menyetujui, saya siap menjadi panglima TNI dan membuat yang terbaik, berani, tulus dan ikhlas, demi kejayaan TNI, bangsa, dan Republik Indonesia," tandasnya.
Calon Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, menegaskan bahwa pembangunan kekuatan militer Indonesia ke depan harus dilaksanakan dalam konteks mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Oleh karenanya, prioritas pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) harus diarahkan kepada TNI AU dan TNI AL.
Sikap pria yang kini menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD itu disampaikan di hadapan Komisi I DPR RI saat fit and proper test sebagai calon panglima TNI, Rabu (1/7).
Kata Gatot, pembangunan akan diletakkan dalam konteks membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Hal itu sesuai dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara besar di garis Equator.
"Maka Indonesia memerlukan angkatan bersenjata yang mampu memantau tiap sudut, merespons gejolak dengan cepat, dan mampu menghilangkan ancaman yang ada. Maka tak ada alternatif selain fokus membangun kekuatan TNI AU dan TNI AL sesegera mungkin, agar mampu mengontrol dan bekerja, sehingga bisa mengontrol laut dan udara," jelas Gatot.
Sikap itu tentu merupakan sebuah pembaharuan. Sebab jamak diketahui selama ini, bahwa pembangunan kekuatan militer Indonesia selalu bertumpu pada kekuatan TNI AD. Bahkan ketika panglima TNI dijabat seseorang berlatar belakang TNI AU dan TNI AL, belum pernah ada pernyataan demikian.
Tak urung pernyataan itu membuat Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddik cukup terkesima. Menurut dia, saat Gatot diusulkan Presiden Jokowi, banyak pihak yang mempertanyakan komitmen seorang panglima TNI berlatar belakang Angkatan Darat seperti Gatot bisa mendukung Visi Poros Maritim.
"Ini tegas disebut bahwa membangun TNI AL dan AU adalah keniscayaan dalam pembangunan militer ke depan. Ini menjawab apa yang ditanyakan sebagian pihak," kata Mahfudz.
Dia juga mengapresiasi luasnya pengetahuan Gatot soal geopolitik, geoekonomi, masalah regional, yang akan mepengaruhi dinamika di Indonesia.Ancaman Terhadap Indonesia dan Janji Nurmantyo jika Jadi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (Antara/Zabur Karuru) ☠
Calon Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, menegaskan tekadnya untuk menjaga keutuhan NKRI dari segala potensi ancaman yang mungkin dihadapi negara serta bangsa Indonesia.
Penegasan itu disampaikan dalam fit and proper test yang dilaksanakan Komisi I DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/7).
Dijelaskan Gatot, TNI bekerja dengan amanat dari UUD 1945 dan UU TNI nomor 34/2004. Mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional, serta melaksanakan tugas pokok dan fungsi TNI wajib dilakukan setiap pimpinan militer bersama anggotanya.
Tugas itu, sesuai UU nomor 34, termasuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, pemeliharaan alutista, memastikan kesiapan operasi satuan, melaksanakan pendidikan dan latihan, hingga pengamanan perbatasan.
Dalam rangka menjunjung tugas pokok serta melaksanakan Nawacita Presiden Joko Widodo, Gatot menilai harus dilihat ancaman dan tantangan yang dihadapi Indonesia.
Pada tataran global, Gatot mengatakan Indonesia perlu mencermati peningkatan populasi dunia, yang diprediksi meningkat 1 miliar jiwa setiap enam tahun. Pada 2017, diprediksi angkanya mencapai 8 miliar jiwa.
Tantangannya adalah dengan standar hidup saat ini, bumi hanya sanggup menampung 4 miliar jiwa saja. Terbukti berdasarkan data Unicef, akibat terlalu penuh, setiap hari ada 41 ribu anak yang meninggal dunia akibat kemiskinan, kelaparan, dan kesehatan yang buruk.
"Masa depan akan makin parah kalau ini tak diantisipasi," kata Gatot.
Di bidang energi, sisa cadangan energi fosil dunia diprediksi akan habis pada 2056. Data dari British Petroleum menyatakan, karena peningkatan konsumsi hingga 40 persen, energi fosil akan habis lebih cepat yakni di 2043.
Saat itu terjadi, kata Gatot, maka semua akan bergantung pada energi hayati, yang banyak ditemukan pada negara di kawasan ekuator seperti di Indonesia. Kata Gatot, jika pada 2043 diperkirakan penduduk dunia berjumlah 12,3 miliar jiwa, dimana 9,8 miliar jiwa tinggal di negara non-ekuator yang langka pangan dan energi, sisanya 2,3 Miliar negara seperti Indonesia.
"Karena letaknya di ekuator, negara ini punya potensi bercocok tanam sepanjang tahun, bisa panen berlimpah, plus sebagai sumber energi," ujarnya.
Dengan kondisi itu, diprediksi akan terjadi pergeseran latar belakang konflik dunia. Kata Gatot, bila saat ini 70 persen konflik berlatar belakang perebutan energi fosil dan wilayah Arab, maka ke depan dipastikan konflik akan berlatar belakang perebutan lahan dan energi hayati.
"Ini sudah diingatkan lama sejak oleh Presiden RI Pertama Soekarno, bahwa kekayaan alam Indonesia di suatu saat nanti akan membuat iri negara lain di dunia. Presiden Jokowi juga sudah mengingatkan, kaya sumber alam justru bisa jadi sumber petaka buat Indonesia," jelasnya.
Sementara di kawasan regional, lanjut Gatot, terjadi aktivitas reklamasi oleh Tiongkok yang memicu protes AS dan beberapa. Sehingga direspons dengan penempatan marinir AS di Australia dan pembentukan Perhimpunan Negara Ras Melanesia di sekitar pasifik.
"Ini indikasi negara besar melirik kawasan kita," imbuhnya.
Di sisi lain, lanjut Gatot, negara kawasan juga semakin membangun solidaritas, semisal kerja bersama berbagai bangsa mencari korban pesawat MH 30 milik Malaysia. Lalu ada usaha penyusunan code of conduct untuk Laut Tiongkok Selatan anatara Jepang dan China untuk mencegah konflik terbuka.
Di tataran nasional, kata Gatot, Indonesia dikelilingi oleh negara yang terikat dengan perjanjian Negara-negara Persemakmuran. Menurut sejarah, ada tiga negara itu yang pernah memiliki hubungan kurang harmonis dengan Indonesia.
Yakni Malaysia dalam konflik Sipadan-Ligitan dan Ambalat, Singapura dengan masalah reklamasi, dan Australia yang terkait insiden penyadapan dan eksekusi mati. Selain itu ada tiga batas darat dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini yang perlu diperhatikan khusus.
Semua keadaan itu harus dihadapi Indonesia bersama dengan ancaman nontradisional di dunia dalam wujud perkembangan teknologi dunia maya.
Kata Gatot, terkesan memang masalah sumber daya alam tak ada kaitannya dengan TNI.
"Namun bila diamati, sesungguhnya jadi sumber potensi konflik masa depan yang harus jadi perhatian. Konflik itu akan sangat mungkin terjadi sehingga perlu diantisipasi. Kalau kita lengah dan tak peduli, maka ini akan jadi ancaman berat," jelas Gatot.
TNI sendiri siap membantu lewat penyadaran masyarakat akan potensi ancaman lewat program teritorial, bersatu padu dengan masyarakat serta komponen bangsa lain, memperkuat negara.
"Saya akan bekerja keras menjamin stabilitas pertahanan dan keamanan negara, guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberhasilan mewujudkannya akan sangat tergantung pada dukunggan seluruh komponen rakyat dan lembaga di eksekutif dan legislatif," ujarnya.
"Sikap saya, NKRI adalah harga mati. Saya tak kenal kompromi dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Apabila Komisi I DPR menyetujui, saya siap menjadi panglima TNI dan membuat yang terbaik, berani, tulus dan ikhlas, demi kejayaan TNI, bangsa, dan Republik Indonesia," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.