Ilustrasi. (Thinkstock/cyano66) ☆
Dua nelayan warga negara Indonesia kembali menjadi korban penculikan kelompok bersenjata saat sedang melaut di perairan Sabah, Malaysia. Lagi-lagi, pelaku penculikan diduga adalah kelompok militan Filipina, Abu Sayyaf.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhamad Iqbal, menuturkan bahwa penculikan kedua dalam bulan November ini terjadi sekitar pukul 19.00 pada Sabtu (19/11).
Saat itu, kapal nelayan tersebut sedang melaut di antara Pulau Gaya dan Pulau Pelda, Lahad Datu, Malaysia, ketika tiba-tiba sebuah kapal cepat berisikan lima pria bersenjata mendekat.
Menurut Iqbal, saat itu di dalam kapal tersebut ada 15 orang yang merupakan warga negara Indonesia dan Filipina. Namun, kelompok bersenjata tersebut hanya menculik kedua WNI, sementara 13 ABK lainnya dibebaskan.
"Dalam penculikan, kelompok Abu Sayyaf selalu menargetkan kapten dan wakil kapten kapal. Kebetulan kapten dan wakil kapten di kapal ini adalah WNI," kata Iqbal kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/11).
Iqbal mengatakan bahwa perwakilan Indonesia di Malaysia, melalui Konsulat Jenderal RI di Kota Tawau, sudah mengirimkan tim ke Kota Kunak untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
Selain itu, perwakilan Indonesia juga berupaya bertemu dengan otoritas Malaysia dan juga pihak pemilik kapal di Malaysia.
Insiden penculikan ini merupakan yang kedua kalinya terjadi dalam sebulan ini. Pada 5 November lalu, dua WNI juga diculik di perairan Sabah.
Untuk membahas penculikan ini, Menteri Luar Negeri, Retno LP Marsudi, pun kembali menghubungi Menteri Luar Negeri Malaysia, Sri Anifah Aman, dan penasihat Presiden Filipina pada Minggu (20/11).
"Intinya, saya kembali lagi meminta perhatian mereka. Saya tidak akan habis atau berhenti untuk memintakan perhatian mereka. Karena isu inilah yang saya bawa saat berkunjung terakhir ke Kuala Lumpur, Kinabalu, dan Pesanggaran," tutur Retno.
Kunjungan itu dilakukan hanya berselang dua hari setelah penculikan pertama pada bulan ini terjadi, yaitu 7 November lalu.
Pada kesempatan itu, Retno meminta Pemerintah Malaysia memberikan jaminan keselamatan bagi sekitar 6.000 WNI yang bekerja di kapal-kapal penangkap ikan Malaysia. Permintaan itu sebenarnya juga pernah diutarakan sebelum kejadian 5 November lalu.
Dalam kunjungan tersebut, Retno juga mengunjungi ABK yang berada di sekitar Sabah. Menurut Retno, 80 persen dari nelayan yang ada di Sabah merupakan WNI.
"Saya sudah berbicara dengan mereka dari hati ke hati. Saya sudah sampaikan laproran kepada bapak presiden dan saya juga tekankan mengenai pentingnya bagi pemerintah dan otoritas Malaysia untuk meningkatkan keamanan di wilayah air mereka," kata Retno.
Tak hanya melakukan penanggulangan, Retno juga kembali menekankan pentingnya pencegahan. Salah satu upaya yang dilakukan Retno untuk mencegah terulangnya penculikan ini adalah dengan mengimbau asosiasi pemilik kapal di Sabah memasang sitem identifikasi otomatis (AIS) di armada mereka.
"Tampaknya harus menjadi kewajiban bagi setiap kapal nelayan untuk memasang ini dan juga pada saat mereka dalam kondisi bahaya, kepada siapa mereka bisa berhubungan," kata Retno.
Namun, Retno mengatakan bahwa masalah teknis pengamanan perairan di antara ketiga negara secara lebih detail merupakan ranah dari kementerian pertahanan.
Untuk membahas teknis pencegahan terulangnya penculikan semacam ini, kata Retno, menteri pertahanan dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina akan bertemu pada Rabu (23/11). (hnn/den)
Dua nelayan warga negara Indonesia kembali menjadi korban penculikan kelompok bersenjata saat sedang melaut di perairan Sabah, Malaysia. Lagi-lagi, pelaku penculikan diduga adalah kelompok militan Filipina, Abu Sayyaf.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhamad Iqbal, menuturkan bahwa penculikan kedua dalam bulan November ini terjadi sekitar pukul 19.00 pada Sabtu (19/11).
Saat itu, kapal nelayan tersebut sedang melaut di antara Pulau Gaya dan Pulau Pelda, Lahad Datu, Malaysia, ketika tiba-tiba sebuah kapal cepat berisikan lima pria bersenjata mendekat.
Menurut Iqbal, saat itu di dalam kapal tersebut ada 15 orang yang merupakan warga negara Indonesia dan Filipina. Namun, kelompok bersenjata tersebut hanya menculik kedua WNI, sementara 13 ABK lainnya dibebaskan.
"Dalam penculikan, kelompok Abu Sayyaf selalu menargetkan kapten dan wakil kapten kapal. Kebetulan kapten dan wakil kapten di kapal ini adalah WNI," kata Iqbal kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/11).
Iqbal mengatakan bahwa perwakilan Indonesia di Malaysia, melalui Konsulat Jenderal RI di Kota Tawau, sudah mengirimkan tim ke Kota Kunak untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
Selain itu, perwakilan Indonesia juga berupaya bertemu dengan otoritas Malaysia dan juga pihak pemilik kapal di Malaysia.
Insiden penculikan ini merupakan yang kedua kalinya terjadi dalam sebulan ini. Pada 5 November lalu, dua WNI juga diculik di perairan Sabah.
Untuk membahas penculikan ini, Menteri Luar Negeri, Retno LP Marsudi, pun kembali menghubungi Menteri Luar Negeri Malaysia, Sri Anifah Aman, dan penasihat Presiden Filipina pada Minggu (20/11).
"Intinya, saya kembali lagi meminta perhatian mereka. Saya tidak akan habis atau berhenti untuk memintakan perhatian mereka. Karena isu inilah yang saya bawa saat berkunjung terakhir ke Kuala Lumpur, Kinabalu, dan Pesanggaran," tutur Retno.
Kunjungan itu dilakukan hanya berselang dua hari setelah penculikan pertama pada bulan ini terjadi, yaitu 7 November lalu.
Pada kesempatan itu, Retno meminta Pemerintah Malaysia memberikan jaminan keselamatan bagi sekitar 6.000 WNI yang bekerja di kapal-kapal penangkap ikan Malaysia. Permintaan itu sebenarnya juga pernah diutarakan sebelum kejadian 5 November lalu.
Dalam kunjungan tersebut, Retno juga mengunjungi ABK yang berada di sekitar Sabah. Menurut Retno, 80 persen dari nelayan yang ada di Sabah merupakan WNI.
"Saya sudah berbicara dengan mereka dari hati ke hati. Saya sudah sampaikan laproran kepada bapak presiden dan saya juga tekankan mengenai pentingnya bagi pemerintah dan otoritas Malaysia untuk meningkatkan keamanan di wilayah air mereka," kata Retno.
Tak hanya melakukan penanggulangan, Retno juga kembali menekankan pentingnya pencegahan. Salah satu upaya yang dilakukan Retno untuk mencegah terulangnya penculikan ini adalah dengan mengimbau asosiasi pemilik kapal di Sabah memasang sitem identifikasi otomatis (AIS) di armada mereka.
"Tampaknya harus menjadi kewajiban bagi setiap kapal nelayan untuk memasang ini dan juga pada saat mereka dalam kondisi bahaya, kepada siapa mereka bisa berhubungan," kata Retno.
Namun, Retno mengatakan bahwa masalah teknis pengamanan perairan di antara ketiga negara secara lebih detail merupakan ranah dari kementerian pertahanan.
Untuk membahas teknis pencegahan terulangnya penculikan semacam ini, kata Retno, menteri pertahanan dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina akan bertemu pada Rabu (23/11). (hnn/den)
★ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.